Wikipedia

Hasil penelusuran

Kamis, 25 Desember 2014

Analisis Fenomena Berdasarkan Teori Psikologi Positif martin Seligman


Fenomena yang dianalisis
Kisah Bu Guru Een Sukaesih yang 26 Tahun Terjebak dalam Lumpuh

Sedikit saja cobaan di dalam hidup ini kerap membuat orang cepat mengeluh. Namun, lihatlah Een Sukaesih yang mendapat cobaan bertubi-tubi tapi tak terlihat ada kelelahan di wajahnya. 

Penerima Liputan6 Award itu memang sudah 32 tahun menderita penyakit Rheumatoid arthritis (RA). Dan penyakitnya itu membuat lumpuh selama 26 tahun. Namun, ia masih tetap bersemangat untuk memberikan yang terbaik untuk orang banyak.
Ia menyadari, kelumpuhannya mungkin merepotkan banyak orang. Namun Een ingin penyakitnya itu tak menghentikan dirinya memberikan yang terbaik untuk banyak orang.
Wanita kelahiran 10 Agustus 1963 itu ingat betul awal dari kelumpuhannya. Ketika usianya masih 18 tahun, ia mulai mengalami sakit-sakitan. Selama enam tahun mengalami sakit, Een masih bisa jalan. Namun, sejak 1987, penyakitnya membuatnya lumpuh dan hanya terbaring di tempat tidur.
Sakitnya Een dimulai pada suatu pagi. Tiba-tiba saja Een merasakan lengan kirinya tak bisa diangkat dan tak bisa digerakkan. Sakitnya pun luar biasa seperti ditusuk-tusuk.
"Sore harinya saya ke dokter untuk berobat dan sembuh dengan minum obat selama 3 hari. Pada hari keempat, obat itu habis dan penyakitnya kambuh. Bukan hanya lengan kiri kali ini, tapi kanan juga. Saya ke dokter lagi," ujar alumni IKIP Bandung (Universitas Pendidikan Indonesia/UPI) itu saat dihubungiLiputan6 melalui telepon, Rabu (5/6/2013).
Sakit yang dialami Een dari hari ke hari bukannya membaik malah memburuk. Secara bertahap penyakitnya berkembang. Dari lengan kiri, ke lengan kanan, beralih ke lutut kiri dan kanan, dan berkembang ke semua sendi dari kepala hingga ujung kaki.
Een sempat mengurangi makan jeroan meski ia tak terlalu menyukainya untuk melihat dampaknya ke penyakitnya. Bahkan ada dokter yang juga menganjurkan agar ia tak minum susu dan tak makan daging-dagingan. Tapi, sakit itu masih terasa.
"Dari situ saya merasakan kalau dari makanan tak ada pengaruhnya," ujar Een.
Een didiagnosa terkena Rheumatoid arthritis (RA). Penyakit ini merupakan penyakit autoimun kronis, progresif dan melumpuhkan.  Beberapa penelitian menunjukkan kalau penderita penyakit ini kebanyakan kaum wanita.
"Pada 1987 saya tak bisa jalan. Tak lama kemudian, saya terkena infeksi usus akibat terlalu banyak obat rematik. Kan panas," katanya lagi.
Saat sakit infeksi usus itu, Een sempat divonis dokter kalau usianya hanya bisa bertahan 1 minggu. Memang, dokter yang didatanginya itu bukanlah dokter yang biasa. Maklum saja, keluarganya sewaktu itu sedang panik dan mencari dokter yang berpraktik.
"Setelah beberapa hari, saya periksa ke dokter biasa setelah ia datang dari luar negeri," ujar Een.
Dan diagnosa dokter ternyata tak terbukti, infeksi ususnya bisa sembuh. 
Setelah itu, Een menjalani pengobatan alternatif selama enam bulan dan melakukan pijat. Sehari saja tidak dipijat, sakit yang dialami Een bisa kambuh lagi.
"Tapi beberapa bulan kemudian, tubuh belakang saya lecet karena tak bisa bolak-balik, cuma terlentang. Itu lecetnya kurang lebih selama 6 bulan".

Ban Jadi Bantal. Kelamaan terbaring di ranjang membuat tubuh Een memar. Pengobatan alternatif mencari akal dengan memakai ban dalam untuk Vespa yang diletakkan di bawah pinggulnya. Ban itu hanya diisi sedikit angin sebagai bantalan agar punggungnya tak menekan ke kasur.
"Ban itu dibalut kain tipis supaya tidak panas. Sekarang sudah tidak lecet-lecet lagi. Sekarang pakai busa untuk di pinggul. Jadi punggung tidak terlalu menekan ke kasur. Lecet sampai sekarang sudah sembuh".
Dengan bantalan itu mungkin telah menyembuhkan masalah lecet yang dialami Een. Namun, dengan teratasinya satu masalah berlalu mendatangkan masalah yang lainnya. Pada 2007, tubuh bagian belakang Een kembali terasa pedih seperti ada benjolan di bekas lukanya. Sakit itu terasa beberapa lama. Ia tak mengobatinya ke dokter. Namun, seseorang memberinya obat untuk mengatasi benjolan itu.
Sejak saat itu, Een memilih tak mengobati penyakit sendinya ke dokter. Ia memilih membeli obat warungan jika sakitnya kumat.
"Dilematis, ke dokter berapa kali dibilangnya, ya sudah sabar," ujarnya.

Sakit Mata Bukan Katarak.Penyakit Een bertambah lagi pada pertengahan Juli tahun lalu. Mata kirinya tiba-tiba sakit. Setelah diperiksa dan diobati, sakitnya agak mendingan. Namun, mata kirinya kini tak bisa melihat lagi.
"Saya pernah diperiksa ke rumah sakit karena mau ikut operasi katarak gratis. Kata dokter, mata saya harus ke rumah sakit dan ternyata, dokter mengatakan saya bukan katarak. Ini infeksi katanya yang mungkin faktor penyebabnya dari penyakit yang saya derita," jelas Een.
Sebenarnya, Een disarankan untuk melakukan operasi mata. Jika korneanya tidak rusak parah, ia masih bisa menerima donor mata. Namun jika rusak parah sudah tidak bisa. Namun, Een menolak untuk melakukan pengobatan.
"Pertama, saya tidak tahu orang yang mendonorkan matanya. Kedua, kondisi saya seperti ini, struktur tubuh sudah tidak normal lagi. Nanti, takut tumbuh masalah baru. Takut mata tertusuk".
Kedatangan Een ke Jakarta pada Liputan6 Award sebenarnya penuh perjuangan. Ia baru saja dirawat selama satu minggu. Namun, Een dengan semangat tetap datang ke Jakarta untuk mengetahui batas kekuatannya.
"Saya coba ke Jakarta sampai di mana kekuatan saya sekarang. Pas di Ancol saya sudah keluar keringat dingin tapi saya mau menguji sampai di mana saya bisa bertahan. Tapi karena banyak anak-anak saya jadi terhibur dan terobati," ujarnya menambahkan.
Een mengakui, sumber kekuatannya untuk tetap bertahan adalah dari anak-anak didiknya. Di usianya yang tak muda lagi Een memang masih melajang. Namun, hidupnya selalu dikelilingi anak-anak didiknya yang menyayanginya.
"Anak-anak ini obat buat saya. Sebenarnya, apa yang saya lakukan semata-mata demi Ridho Allah SWT dengan melakukan hal-hal yang bermanfaat. Di satu sisi, saya merepotkan orang lain. Tapi, di sisi lain, saya ingin bermanfaat buat orang lain".
Menurutnya, ketika sakit menghampirinya, Een ingat ke anak-anaknya. Dulu, sewaktu neneknya masih ada, sang neneklah yang menjadi semangat hidupnya. Maklum saja, Een merupakan cucu kesayangan neneknya. Selama bertahun-tahun, Een hidup bersama nenek dan kakeknya.
"Nenek pernah berpesan, `Teteh jangan dahului nenek. Nenek nggak ada siapa-siapa`. Dan nenek meninggal ketika saya berusia 34 tahun".
Hidup dengan Obat . Een menyadari, sejak dokter mendiagnosa penyakitnya kemungkinan untuk sembuh sangat tipis. Bahkan dokter memberitahu kalau penyakit yang dideritanya belum diketahui penyebab dan obatnya. 
Untuk obat-obatan rematiknya, Een tidak setiap saat meminumnya. Ia baru akan meminumnya jika sakitnya terasa parah. Sedangkan obat yang rutin diminumnya malah obat maag.
"Dilematis. Kalau dimakan rutin (obat penghilang rasa sakit), lambung kena. Nggak dimakan, saya yang nggak kuat".
Tubuh Een mungkin sudah lumpuh. Namun, ketika berobat ke dokter penyakit dalam, Een bersyukur kondisi jantung dan hatinya masih bagus. Sakit yang dialami Een tak membuatnya patah semangat. Ia bahkan mengimbau teman-temannya yang senasib untuk tetap bersabar.
"Untuk saudara-saudara saya yang sependeritaan. Semoga tetap bersabar atas segala yang kita terima. Berprasangka baiklah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan begitu kita akan yakin segala yang kita terima pasti yang terbaik untuk kita".
"Bersabar harus dengan bersyukur kita masih diberikan kehidupan. Masih banyak nikmat yang kita terima. Untuk mengantisipasi sakit yang kita derita, alangkah lebih baiknya kita imbangi dengan kegiatan yang positif. Syukur-syukur bermanfaat buat semua orang. Jika tidak, minimal untuk diri sendiri dan keluarga".

Pejuang Pendidikan Ibu Guru Een Sukaesih Asal Sumedang Meninggal Dunia

Jakarta - Dunia pendidikan Indonesia kehilangan seorang pejuang. Ibu guru Een Sukaesih (51) asal Sumedang, Jawa Barat meninggal dunia. Een menghembuskan nafas terakhirnya sore ini. Selamat jalan ibu guru!
"Tadi pukul 15.20 WIB di ruang ICU," kata Direktur RSUD Sumedang, Hilman Taufik saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (12/12/2014).
Een sudah menjalani perawatan sejak Selasa (9/12). Een sudah mendapat perawatan maksimal, namun tim dokter tak mampu menyelamatkannya.
"Karena sudah fase terminal, multi organ failure," tambah Hilman.
Ibu Een Sukaesih merupakan pejuang pendidikan asal Sumedang yang tubuhnya lumpuh. Di tengah keterbatasan kondisi dia tetap mengajar, menyebarkan ilmu kepada para muridnya. Een sempat diboyong ke Istana untuk bertemu SBY saat masih menjabat sebagai presiden. Dan juga Ibu Een mendapat kunjungan balasan spesial dari SBY pada Februari lalu.
Rumah Een berada Dusun Batu Karut RT 01/002, Desa Ciberuem Wetan, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Lokasi rumahnya masuk ke dalam sekitar 300 meter dari jalan utama.
Teori Positive Psychology Martin Seligman

Martin Seligman, seorang psikolog pakar studi optimisme, mempelopori revolusi dalam bidang psikologi melalui gerakan Psikologi Positif. Berlawanan dengan psikologi negatif, psikologi positif ini mengarahkan perhatiannya pada sisi-positif manusia, mengembangkan potensi-potensi kekuatan dan kebajikan sehingga membuahkan kebahagiaan yang autentik dan berkelanjutan. Psikologi positif juga menawarkan kebahagiaan, keunggulan, dan fungsi manusia optimal.
Psikologi positif adalah cabang baru psikologi yang bertujuan diringkas pada tahun 2000 oleh Martin Seligman dan Mihaly Csikszentmihalyi "Kami percaya bahwa psikologi positif akan muncul fungsi manusia yang mencapai pemahaman ilmiah dan efektif untuk membangun berkembang dalam individu, keluarga, dan masyarakat.
Menurut Seligman, “Psikologi bukan hanya studi tentang kelemahan dan kerusakan; psikologi juga adalah studi tentang kekuatan dan kebajikan. Pengobatan bukan hanya memperbaiki yang rusak; pengobatan juga berarti mengembangkan apa yang terbaik yang ada dalam diri kita.” Misi Seligman ialah mengubah paradigma psikologi, dari psikologi patogenis yang hanya berkutat pada kekurangan manusia ke psikologi positif, yang berfokus pada kelebihan manusia.
Psikologi positif berhubungan dengan penggalian emosi positif, seperti bahagia, kebaikan, humor, cinta, optimis, baik hati, dan sebagainya. Menurut Seligman dan Csikszentmihalyi (2000), psikologi positif memiliki tiga dimensi yaitu pada level subyektif, individual, dan grup/kelompok.
·         Pada level subyektif, tingkatan dari psikologi positif seperti perasaan senang, bahagia, nyaman, dan sebagainya yang mana hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut.
·         Pada level individual, terlihat sebuah pola perilaku yang dapat diamati oleh individu lain dan lebih bersifat eksternal jika dibandingkan dengan level subyektif yang hanya sebatas internal individu, lebih fokus pada positive individual traits
·         Pada level kelompok, psikologi positif berfokus pada mengembangkan, menciptakan, dan menemukan suatu situasi yang positif dimana lebih kearah lingkungan bagaimana lingkungan tersebut dapat menciptakan sebuah kekuatan individu.
Asumsi dasar psikologi positif adalah “THE GOOD LIFE”, dimana merupakan kombinasi dari tiga elemen yakni hubungan yang positif dengan orang lain (positive connections to other), pribadi yang positif (positive individual), serta karakter/kepribadiaan dan regulasi kehidupan yang berkualitas (traits and life regulation qualities). Berikut merupakan poin-poin penting:
·         focus on the elements and predictors of the good life.
·         When we apply this idea to human life, “the good life” refers to the factors that contribute most to a well-lived and fulfilling life
·         Seligman (2002) defines the good life as “using your signature strengths every day to produce authentic happiness and abundant gratification”

Analisis fenomena berdasarkan teori Psikologi Positif Martin Seligman

Fenomena diatas jika kita lihat menggunakan kacamata psikologi positif mendeskripsikan bagaimana gigihnya seorang Een Sukaesih, semasa hidupnya yang tetap berjuang dalam dunia pendidikan meskipun kondisi tubuhnya sendiri sebenarnya tidak memungkinkan dia untuk melakukan hal tersebut. Hal tersebut sesuai dengan teori psikologi positif Seligman dimana mengarah pada sisi-positif manusia, mengembangkan potensi-potensi kekuatan dan kebajikan sehingga membuahkan kebahagiaan yang autentik dan berkelanjutan serta juga menawarkan kebahagiaan, keunggulan, dan fungsi manusia optimal.
Di dalam psikologi positif terdapat 3 dimensi yakni level subjektif, level individu dan level kelompok. Pada level subjektif, tergambarkan bagaimana Een Sukaesih yang merasakan kebahagian, kesenangan dan kenyamanan tersendiri ketika ia memutuskan untuk tetap terjun ke dalam dunia pendidikan meskipun kondisinya seperti itu. Pada level individual, bisa kita amati melalui pola perilaku yang ditunjukkan oleh Een Sukaesih selama masa hidupnya. Beliau tetap berjuang dalam segala keterbatasannya mengajarkan para murid-muridya. Dan terakhir pada level kelompok, dibalik kondisi kesehatannya yang menurun, Beliau menciptakan kekuatannya melalui situasi- situasi positif yang ia ciptakan sendiri di dalam lingkungannya yakni salah satunya tadi dengan mengajar. Beliau memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap lingkungannya. Selama masa hidupnya beliau sudah menjadi salah satu bagian dari pejuang-pejuang pendidikan di Indonesia. Beliau pun sempat menjadi salah satu penerima dari Liputan6 award karena mengingat perjuangan yang gigih yang sempat ia lakukan di masa hidupnya.
Selain itu beliau juga mencapai asumsi dasar di dalam psikologi positif yakni The Good Life. Asumsi tersebut memiliki 3 komponen dimana Beliau selalu menjalin hubungan yang positif dengan orang lain (positive connections to other), memiliki pribadi yang positif (positive individual), serta menciptakan karakter/kepribadiaan dan regulasi kehidupan yang berkualitas (traits and life regulation qualities). hal ini nampak semasa hidupnya saat beliau memutuskan untuk tetap mengajar, bertemu dengan murid-muridnya, menjalin hubungan yang baik dengan murid-muridnya, dengan orang-orang sekitarnya hingga dengan para petinggi-petinggi di Indonesia termasuk mantan presiden kita Susilo Bambang Yudhoyono.

Daftar Bacaan
Compton,W.,C.(2005).Introduction to positive Psychology.USA:Thomson Wadsworth
Schultz dan Schultz.2005.Theories of Personality