Wikipedia

Hasil penelusuran

Minggu, 20 April 2014

MAKALAH PERKEMBANGAN I

Perkembangan Kognitif Sepanjang Tiga Tahun Pertama


Oleh
Kelompok 5:
·       Ilmi Khoir Purba              (131301003)
·       Nurul Hasanah                  (131301035)
·       Yuli Narty                         (131301057)
·       Nurul Nia Aqsari              (131301071)
·       Naomi Irene Manalu        (131301121)
                                 ·     Ahmad Yusuf Tamin          (1313010  )

Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara
Medan 2014
  


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua di sini sehingga kami dapat menyelesaikan makalah “Perkembangan Kognitif Sepanjang Tiga Tahun Pertama” ini dengan baik dan semaksimal mungkin sesuai kemampuan yang kami punya. Tak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Indri Kemala N, M.Psi, Psikolog dan Rahma Yurliani, M.Psi selaku dosen mata kuliah Psikologi Perkembangan I  yang telah memberikan ilmunya kepada kita semua.
Kami berharap semoga makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini pasti terdapat kekurangan-kekurangan dan mungkin masih jauh dari apa yang kalian harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna di dunia ini.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi para pembaca.



Medan, 27 Februari 2014,


Penulis





DAFTAR ISI


Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2. Tujuan............................................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN
PENDEKATAN KOGNITIF SEPANJANG
TIGA TAHUN PERTAMA
2.1. Mempelajari Perkembangan Kognitif:
Pendekatan Klasik................................................................................................. 3
2.2. Mempelajari Perkembangan Kognitif:
Pendekatan Terkini................................................................................................ 12
2.3. Perkembangan Bahasa.................................................................................... 18
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan..................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 30

BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses perubahan yang terjadi kepada manusia baik secara jasmaniah maupun rohaniah. Menurut Werner, Perkembangan merujuk kepada suatu proses kearah yang lebih sempurna tetap dan tidak dapat diputar kembali. Menurut Hurlock, perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses perkembangan dan kematangan. Dan menurut Papalia perkembangan terbagi atas dua aspek, aspek pertama yaitu quantitative change yaitu perubahan yang mengarah kepada perubahan fisik.
Perkembangan manusia terjadi sejak di dalam kandungan sampai pada kematian. Salah satunya aspek perkembangan yang penting pada manusia adalah  perkembangan kognitif pada usia 3 tahun pertama. Perkembangan kognitif merupakan cakupan dari seluruh proses berpikir, melihat, mencium, mendengar, dan segala hal perkembangan yang menyangkut pikiran manusia. Perkembangan kognitif pada 3 tahun pertama adalah proses belajar, mempersepsi, meniru, dan hal-hal lainnya yang menyangkut tentang proses kognitif seorang anak atau bayi tersebut untuk beradaptasi dan bertahan hidup di sekitar lingkungan maupun keluarga, bagaimana anak tersebut mendapatkan kecerdasan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada selama 3 tahun pertama.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang perkembangan kognitif pada 3 tahun pertama melalui pendekatan klasik, pendekatan terkini, dan perkembangan bahasa dalam usia 3 tahun pertama ini.
Pendekatan klasik dilihat dari tiga sudut pandang yaitu behaviorisme, psikometrik, dan pendekatan piaget. Kemudian pendekatan terkini yang  dilihat juga dari  tiga sudut pandang yaitu: pemrosesan informasi, cognitif neurosciens, dan social kontekstual. Dan yang terakhir perkembangan bahasa yang akan membahas tentang rangkaian perkembangan bahasa awal, karakteristik, serta pengaruh pada perkembangan bahasa awal dalam persiapan untuk literatur.
1.1  Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:
·         Sebagai pemenuhan tugas makalah dalam mata kuliah ini.
·         Mengetahui tentang perkembangan kognitif yang terjadi pada bayi yang baru lahir hingga berusia 3 tahun
·         Mengetahui bagaimana bayi belajar dan seberapa lama bayi tersebut dapat mengingat.
·         Mengetahui teori Piaget dalam perkembangan kognisi pada 3 tahun pertama ini.
·         Mengetahui bagaimana pengaruh interaksi-interaksi sosial dalam kecerdasan otak bayi.
·         Mengetahui pengaruh kemampuan bahasa awal dalam kemajuan berbahasa bayi.

BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN KOGNITIF SEPANJANG
TIGA TAHUN PERTAMA

1.1    Mempelajari Perkembangan Kognitif : Pendekatan Klasik
·        Pendekatan behaviouris mempelajari mekanika dasar pembelajaran. Pendekatan tersebut memberikan perhatian terhadap bagaimana perilaku berubah sebagai respon terhadap suatu pengalaman.
·        Pendekatan pskometris mencoba mengukur perbedaan kuantitatif dalam kemampuan kognitif dengan menggunakan tes yang mengindikasikan atau meramalkan kemampuan ini.
·        Pendekatan Piagetian memerhatikan perubahan, atau langkah-langkah, dalam kualitas fungsi kognitif. Pendekatan tersebut memberikan perhatian tentang bagaimana pengertian menstruktur aktifitasnya dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Ketiga pendekatan tersebut, sebagaiman pendekatan yang lebih anyar akan dijelaskan di bagian berikutnya yakni: pemrosesan informasi, cognitive neuro-science, dan sosial-kontekstual membantu kita memahami perkembangan kognitif.

2.1.1        Pendekatan Behavioris : Mekanika Pembelajaran  Dasar      
Bayi dilahirkan dengan kemampuan untuk belajar dari apa yang mereka lihat, dengar, cium, rasa, dan sentuh. Mereka juga memiliki kemampuan untuk mengingat apa yang mereka pelajari. Akan tetapi ketika para teoritikus pembelajaran menyadari kedewasaan sebagai faktor pembatas, perhatian utama mereka tetap dicurahkan kepada mekanisme pembelajaran. Dua pembelajaran yang dipelajari oleh behavioris: clasical conditioning ( penkondisian klasik) dan operant conditioning ( pengkondisian operan) dan akan membahas habituation ( pembiasaan), bntuk lain pembelajaran yang dipelajari oleh aliran pemrosesan informasi.
a.      Pengkondisian Klasik dan Operan
Dalam pengkondisian klasik, seseorang (seekor binatang) belajar untuk mengantisipasi peristiwa sebelum peristiwa tersebut terjadi dengan membentuk asosiasi antara stimulli yang biasanya terjadi secara bersamaan. Pembelajaran yang dikondisikan secara klasik akan pupus atua akan lenyap, apabila tidak dikuatkan. Contohnya seorang bayi Anna, ketika melihat lampu flash menyala akan berkedip. Kediapan Anna inilah yang disebut dengan pengkondisian klasik.
Pengkondisian operan memungkinkan bayi untuk belajar perilaku yang disengaja, seperti tersenyum sebagai lawan dari perilaku yang tidak disadari seperti berkedip. Para periset seirngkali menggunakan pengkondisian operan untuk mempelajari fenomena lain, seperti pendengaran dan ingatan janin. Di beberapa penelitian lagu atau kalimat tertentu dapat memulai atua menghentikan aktivitas menyedot puting susu. Seorang bayi yang baru lahir akan menghisap lebih banyak apabila diputarkan suara yang telah didengarnya di dalam rahim daripada suara yang tidak akrab dengannya. Penelitian ini didasarkan pada kemapuan bayi untuk belajar bahwa perilaku yang telah mereka ketahui bagaimana cara melakukannya(menghisap) akan menimbulkan efek yang diinginkan.
b.      Ingatan bayi
            Ketidakmampuan untuk mengingat peristiw dimasa awal disebut infantile amnesia. Piaget (1969) menyatakan bahwa peristiwa dimas awal tersebut tidak terekam dalam ingatan karena otak belum cukup berkembang. Freud percaya bahwa ingatan dimasa awal disimpan namun ditekan karena ingatan itu dapat membuat masalah secara emosional. Periset lain menyatakan bahwa anak-anak tidka akan dapat menyimpan peristiw dalam ingatan samapi mereka dapat membicarakan peristiwa-peristiw tersebut ( Nelson, 1992).
Riset yang menggunakan pengkondisian operan dengan tugas nonverbal yagn diseeuaikan dengan umur berpendapat bahwa ingatan bayi memiliki banyak kemiripan dengan anak berusia lebih tua dan orang dewasa, hanya saja waktu kesinambungannya lebih pendek. Penelitian ini menekankan bahwa para bayi akan mengulang perilaku tersebut beberapa hari atau minggu kemudian, jika mereka diingatkan dalam situasi di mana mereka mempelajarinya ( Rovee-Collier, 1999).
 Dalam eksperimen ini para bayi dikondisikan secara operan untuk menendang mobil yagn ditempelkan ke kakinya dengan seutas pita untuk mengaktifkan mobil tersebut. Ketika beberapa hari atau minggu kemudian, mobil tersebut ditunjukkan kepada bayi berusia dua sampai enam bulan, mereka kembali menendang, walaupun kaki mereka tidak lagi terikat dengan mobil itu. Ketika bayi tersebut melaht mobil itu, mereka menendang lebi
h keras daripada sebelum pengkondisian, dan tindakan ini menunjukkan bahwa pengenalan mereka terhadap mobil tersebut memicu pengalaman masa lalu dengan benda tersebut (Rovee-Collier, 1999).

2.1.2        Pendekatan Psikometri : Pengujian Perkembangan dan Kecerdasan.
Perilaku kecerdasan berorientasi tujuan dan adaptif dengan tujuan memperbaiki situasi dan kondisi hidup. Kecerdasan memungkinkan orang untuk mendapatkan mengingat dan menggunakan pengetahuan, untuk memahami konsep dan hubugan serta memecahkan masalah sehari-hari.
Tujuan dari tes psikometri adalah mengukur secar kuantitatif berbagai faktor yang diduga membentuk kecerdasan (seerti pemahaman dan penalaran) dan, dari hasil pengukuran tersebut, untuk memprediksi peforma dimasa yang akan datang (seperti prestasi belajar). Contohnya tes IQ yang menunjukkan seberapa banyak kemampuan yang dimiliki oleh seseorang, dengan membandingkan prestasi orang tersebut dengan yang lain.
a.      Menguji Bayi dan Balita
Karena bayi tidak dapat mengatakan apa yang mereka ketahui dan bagaimana mereka berpikir, maka cara terbaik untuk mengukur kecerdasan mereka adalah dengan menilai apa yang dapat mereka lakukan. Tapi, jika mereka ingin meraih lonceng, misalnya, sulit bagi kita untuk menyatakan apakah mereka tidak tahu bagaimana melakukannya, merasa tidak senang melakukannya, tidak menyadari apa yang diharapkan dari mereka, atau hanya tidak tertarik saja.
b.      Bayley Scales of Infant Development (skala perkembangan bayi Bayley)
Di design untuk menguji status perkembangan bayi dari usia satu bulan hingga 3 ½ tahun. Bayley-II memiliki 3 bagian : skala mental, skala motor, dan skala tingkat perilaku (behavior ratting scale).
·         Skala mental yang mengukur kemampuan seperti persepsi, ingatan, pembelajaran, vokalisasi
·         skala motor yang mengukur kemampuan motor kasar dan halus, termasuk kordinasi sensori motor
·         skala tingkat perilaku (behavior ratting scale) yang harus diselesaikan oleh penguji, sebagai bagian dari informasi dasar dari pengasuh bayi.
Penilaian terpisah yang disebut developmental quotients (DQs), dihitung untuk tiap skala, dan didasarkan pada deviasi dari mean yang didasarkan pada perbandingan sample normal. DQs paling berguna untuk mendeteksi dini gangguan emosial dan sensoris, neurologis, dan devisit lingkungan(environmal divisit).
Walaupun angka-angka ini dapat memberikan gambaran akurat status perkembangan terkini yang logis, mereka adalah peramal fungsi masa depan yang buruk (anastasi & urbina 1997). Salah satu alasannya adalah pengaruh lingkungan, seperti karakteristik keluarga dan tetangga, tampaknya semakin kuat mempengaruhi perkembangan kognitif ketika si anak mendekati usia 3 tahun (Klebanov, Brooks-Gunn, McCarton,&McCormick,1998). Alasan lain adalah sebagian besar tes perkembangan untuk bayi mengukur kemampuan sensoris dan motoris, sedangkan tes kecerdasan untuk anak yang lebih tua menekankan pada kemampuan verbal. Hingga usia tiga tahun, ketika si anak dapat di tes dengan Stanford-Biner, IQ anak ditambah berbagai faktor lain seperti IQ orang tua dal level pendidikan, biasanya dapat membantu memprediksi nilai tes berikutnya (Kopp&Kaler,1989;Kopp&McCall,1982;McCall&Carriger,1993). Ketika si anak mendekati ulang tahun yang ke-5, hubungan antara nilai yang ada pada saat ini dan yang kemudian muncul dimasa kanak-kanak berikutnya menjadi semakin kuat. Tes IQ yang diberikan di usia hampir selesai dari taman kanak-kanak merupakan peramal kesuksesan sekolah paling baik (Tramontana, Hooper & sSelzer 1988).
Satu faktor penting oleh HOME adalah responsivitas orang tua. HOME memberikan kredit kepada orang tua bayi atau batita yang membelai atau mencium si anak pada saat kunjungan penguji, juga pada orang tua anak prasekoalah yang secara spontan menguji anaknya, dan kepada orang tua anak yang lebih tua yang menjawab pertanyaan anak-anaknya. HOME juga menguji jumlah buku yang ada di rumah, keberadaan permainan yang mendorong perkembangan konsep, dan keterlibatan orang tua dalam permainan anak. Nilai yang tinggi pada semua faktor ini cukup dapat diandalkan dalam memprediksi performa kognitif(Bradley,Crowyn, Burchinal, McAdoo, & Coll, 2001; Klebanov et al., 1998).
Beberapa item HOME menjadi kurang relevan secara cultur dalam keluar non-Barat (Bradley, Corwyn, McAdoo, & Coll, 2001). Kita juga tidak bisa yakin bahwa berdasarkan HOME dan temuan korelasional bahwa responsivitas orang tua atau pengayaan lingkungan rumah benar-benar meningkatkan kecerdasan anak. Dapat kita katakan semua faktor ini berkaitan dengan kecerdasan. Orang tua yang berpendidikan cenderung memberikan lingkungan rumah yang merangsang dan positif, dan karena gen mereka diwariskan kepada anak, terdapat pula kemungkinan pengaruh genetik dalam hal ini.
c.       Status sosioekonomi, praktik parenting dan IQ
Karena status ini terdokumentasikan dengan baik maka kemiskinan dapat menghambat pertumbuhan kognitif anak dengan membatasi kemampuan orang tua untuk menyediakan sumber daya pendidikan dan memunculkan efek psikologis negative terhadap orang tua dan pengasuh mereka (McLoyd, 1990, 1998). Dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa, anak-anak dari kalangan miskin memiliki kecenderungan yang lebih kecil dibandingkan dari anak-anak kalangan berada untuk menerima materi dan pengalaman yang lebih luas (Bradley, Corwyn, McAdoo, & Coll 2001). Orang yang berasal dari keluarga kelas atas menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak mereka, lebih banyak berbicara, dan menunjukkan ketertaikan yang lebih tinggi terhadap apa yang mereka katakan. Anak-anak dari orang tua yang melakukan berbagai hal ini cenderung untuk mendapatkan nilai yang baik dalam tes IQ enam tahun kemudian. Mereka juga mendapatkan prestasi lebih baik dalam bahasa dan ujian di sekolahketimbang anak-anak lain. Kalimat orang tua dari kelas bawah banyak mengandung kata negatif seperti “berhenti” , “stop”, “jangan”, dan anak yang menjadi objek bicara seperti ini memiliki prestasi dan kecerdasan yang lebih rendah (B. Hart & Risley, 1989, 1992, 1996; D. Walker, Greenwood, Hart, & Carta, 1994).
d.      Invensi dini
Invensi dini merupakan proses sistematik dalam merencanakan dan menyediakan pelayanan terapeutik dan pendidikan terhadap keluarga yang membutuhkan pertolongan untuk memenuhi keperluan bayi, balita, dan anak prasekolah. Para periset mengidentifikasikan enam mekanisme persiapan perkembangan (developmental priming mechanism):
1.      Mendorong eksplorasi lingkungan
2.      Mentoring dalam keterampilan kognitif dasar dan sosial; seperti menempel, merangkai, menyusun, dan membandingkan.
3.      Merayakan keberhasilan
4.      Bimbingan dalam keterampilan praktik dan perkembangan
5.      Perlindungan dari hukuman yang tidak seharusnya, ejekan, ketidaksetujuan terhadap kesalahan atau konsikuensi dari ketidaksengajaan mengeksplorasi dan mencoba keterampilan yang ada
6.      Menstimulasi bahasa dan komunikasi simbolik dan lainnya.
Intervensi dini yang paling efektif adalah:
1.      Yang dimulai sedini mungkin dan terus berlangsung sampai usia prasekolah.
2.      Sangat intensif (dengan kata lain menghabiskan lebih banyak waktu dalam sehari dan lebih banyak hari dalam seminggu, bulan, atau setahun)
3.      Memberikian pengalaman mendidik secara langsung,bukan hanya sekedar latihan parenting.
4.      Mengambil pendekatan komprehensif yang mencakup kesehatan, konseling keluarga, layanan sosial, dan
5.      Disesuaikan dan perbedaan individual.

2.1.3   Pendekatan Piagetian : Tahap Sensorimotor
Teori piaget menginpirasikan banyak riset terhadap kognisi bayi dan anak-anak. Tahap pertama dari empat tahap perkembangan kognitif piaget adalah tahap sensorimotor. Sepanjang tahap ini (mulai dari lahir sampai berusia 2 tahun), bayi belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka melalui indra mereka yang sedang berkembang dan melalui aktifitas motor.
a.      Sub-tahap tahap sensorimotor.
Tahap sensorimotor terdiri dari beberapa sub-tahap yang mengalir dari satu ke yang lain seiring dengan semakin kompleksnya skema pola prilaku teroorganisir bayi. Banyak pertumbuhan kognitif dini ini muncul dari respon  sirkular, dimana bayi belajar untuk mereproduksi peristiwa menyenangkan atau menarik yang awalnya di temukan secara tidak sengaja.
Pada sub-tahap pertama (lahir hingga 1 bulan), bayi yang baru lahir mulai melatih beberapa kontrol berkenaan dengan repleks bawaan mereka, melakukannya walaupun perangsang normalnya tidak ada. Misalnya, seorang bayi yang baru lahir akan menghisap secara repleks ketika bibir mereka disentuh. Mereka belajar untuk menemukan puting bahkan ketika mereka tidak disentuh dan mereka menghisap pada saat mereka tidak lapar.
Pada sub-tahap kedua, bayi belajar untuk mengulang sensasi tubuh menyenangkan yang mereka dapatkan awalnya secara tidak sengaja. Piaget menyebut hal ini primary circular reaction (reaksi sirkular primer). Mereka juga mulai menoleh ke arah suara, menunjukkan kemampuan untuk mengoordinasikan berbagai jenis indra informasi yang berbeda (penglihatan dan pendengaran).
Sub-tahap ketiga (sekitar 4 sampai 8 bulan) terjadi karena adanya  ketertarikan baru dalam memanipulasi objek dan mempelajari bagian tubuh mereka. Dalam hal ini, bayi akan memasuki second circular reaction (reaksi sirkular sekunder) yakni tindakan disengaja yang diulang bukan hanya karena diri mereka sebagaimana yang terjadi pada sub-tahap kedua, tapi untuk mendapatkan hasil dari balik tubuh bayi itu sendiri.
Pada sub-tahap keempat, koordinasi skema kedua (sekitar 8 samapi 12 bulan) mereka berkembang sesuai dengan beberapa skema yang mereka bawa sejak lahir. Mereka belajar untuk menggeneralisir pengalaman masa lalu nereka untuk memecahkan masalah baru, dan mereka dapat membedakan cara serta hasil. Mereka merangkak untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan, meraih benda tersebut dan menyingkirkan penghalang untuk mendapatkannya. Mereka mencoba, memodifikasi, dan menyamakan skema sebelumnya untuk menemukan yang dapat bekerja apada situasinya saat itu. Sub-tahap ini menandai perkembangan prilaku yang kompleks dan goal-directed.
Dalam sub-tahap kelima (sekitar 12 sampai 18 bulan) bayi mulai mencoba perilaku baru untuk melihat apa yang akan terjadi. Mereka mulai berjalan, mereka juga dapat lebih mudah mengekplorasi lingkungan mereka. Mereka memasuki reaksi sirkular tersier (tertiary sircular reaction), memvariasikan tindakan untuk mendapatkan hasil yang serupa ketimbang hanya mengulang prilaku menyenangkan yang secara tidak sengaja mereka temukan. Untuk pertama kali mereka menunjukkan orisinalitas dalam memecahkan masalah. Dengan trial and error, mereka mencoba beberapa tindakan sampai mereka menemukan cara terbaik untuk mencapai tujuan.
Sub-tahap keenam, kombinasi mental (sekitar 18 bulan sampai 2 tahun) merupakan transisi menuju tahap pra-operasional masa kanak-kanak awal. Kemapuan representasional merupakan kemampuan untuk secara mental merepresentasikan objek atau peristiwa dalam ingatan, dan sebagian besar dilakukan melalui simnbol seperti kata, angka, dan gambaran mental. Mereka dapat melakukan deffered imitation, yakni tindakan  imitasi tanpa harus melihatnya terlebih dahulu.
Perkembangan pengetahuan berkenaan dengan objek dan ruang. Konsep objek merupakan dasar kesadaran anak, bahwa mereka exsis dan terpisah dari objek dan orang lain. Piaget yakin bahwa bayi mengembangkan pengetahuan berkenaan dengan objek dan ruang dengan memantau tindakan mereka sendiri; dengan kata, dengan mengkoordinasikan informasi visual dan motor. Pada usia 19 bulan yang menurut piaget merupakan awal dari pemikiran representational yakni mereka menunjukkan pemahaman bahwa gambar tersebut meperresentasikan sesuatu yang lain(DeLoache, Pierroutsakos, Uttal, Rosengren, & Gottlieb, 1998).
b.      Kepermanenan Objek
Kepermanenan objek merupakan realisasi bahwa objek atau orang tersebut tetap eksis walaupun diluar pandangan mata. Kepermanenan objek berkembang secara gradual sepanjang tahap sensori. Pada sub-tahap ketiga (sekitar 4-8 bulan) mereka akan mencari sesuatu yang mereka jatuhkan, tapi apabila mereka tidak dapat melihatnya, tindakan tersebut akan berhenti. Pada sub-tahap keempat (sekitar 8 sampai 12 bulan) mereka akan mencari objek tersebut di tempat pertama kali mereka menemukannya setelah melihatnya menghilang, walaupun kemudian mereka melihatnya dipindahkan ke tempat yang lain. Hal ini yang disebut dengan A, not-B error. Pada sub-tahap kelima (sekitar 12 sampai 18 bulan) mereka tidak lagi membuat kesalahan ini, mereka akan mencari objek di tempat terakhir mereka lihat objek tersebut menghilang. Akan tetapi, mereka tidak akan mencari objek apabila mereka tidak melihatnya ketika disembunyikan. Pada sub-tahap keenam (sekitar 18 sampai 24 bulan), kepermanenan objek dicapai secara penuh, balita akan mencari objek walaupun tidak melihatnya ketika disembunyikan.
A, not-B error merupakan tanda ketidaksempurnaan dalam pemahaman konsep objek, ditambah dengan pandangan egosentri. Egosentris merupakan suatu istilah yang digunakan oleh Piaget dalam hal yang tidak dapat mempertimbangkan saran  dari orang lain yang merupakan karakteristik dari pemikiran seorang bayi.
Metode yang hanya didasarkan kepada apa yang dicari oleh bayi dan berapa lama hal tersebut dilakukan, menghilangkan kebutuhan akan aktivitas motor. Berdasarkan riset kontroversial, bayi yang berusia 3 sampai 4 bulan, tidak hanya tampak memiliki pemahaman terhadap kepermanenan objek, tetapi juga mengetahui beberapa prinsip yang berkenaan dengan dunia fisik, memahami kategorisasi dan kausalitas dan memiliki konsep terbatas tentang angka. Kategorisasi adalah kemampuan untuk mengklasifikasi atau mengelompokkan sesuatu kedalam kategori. Hal ini baru akan muncul pada sub-tahap keenam, sekitar 18 bulan. Misalnya, bayi yang berusia 7 sampai 11 bulan tampaknya menyadari  bahwa burung dengan sayap yang lebar tidak satu kategori dengan pesawat udara, walupun ada kemiripan di antara keduanya dan keduanya dapat terbang (Mandler & McDonough, 1993).
c.       Objek dalam Ruang
Dengan munculnya self-locomotion, bayi dapat mendekati suatu objek dengan mengukur dan memperbandingkan antara objek yang satu dengan objek yang lainnya. Menurut Piaget, hal ini merupakan awal penurunan gradual egosentrisme mereka. Pada akhir tahap sensori motor seorang bayi mulai mengembangkan pandangan allosentris (objektif) terhadap dunia. Allosentrisme merupakan suatu kemampuan untuk mempertimbangkan hubungan dengan objek atau orang lain.
d.      Imitasi Tersamar dan Tertunda
Imitasi tersamar (invisible imitation) merupakan imitasi yang mengguna-kan beberapa bagian dari tubuh yang tidak dapat dilihat oleh bayi, seperti mulut. Hal ini berkembang pada usia sekitar 9 bulan, setelah imitasi nyata (visible imitation) yaitu penggunaan kaki dan tangan misalnya yang dapat dilihat oleh bayi.
Piaget juga berpendapat bahwa anak di bawah usia 18 bulan tidak dapat melakukan imitasi tertunda (deffered imitation)dari tindakan yang mereka lihat beberapa waktu sebelumnya. Padahal beberapa riset menyatakan bahwa bayi yang berusia masih sangat muda dapat mempertahankan representasi mental dari sebuah peristiwa.
Imitasi tertunda dini mungkin merupakan cara bayi untuk mengeksplorasi identitasnya. Ketika bayi melihat seorang dewas yang pernah mereka lihat membuat suatu gerakan wajah yang berbeda sebelumnya, mereka mungkin akan menirukan gerakan tersebut sebagai cara untuk membuktikan apakah orang ini sam dengan orang yang dilihatnya sebelum ini. Dalam sebuah studi, bayi yang berusia 16 sampai 20 bulan, dapat mereproduksi aktivitas yang telah mereka saksikan dua atau empat bulan sebelumnya (Meltzoff, 1995). Temuan dalam studi ini sejalan dengan temuan dalam pengkondisian operan yang mengatakan bahwa bayi dan balita sama-sama memiliki kemampuan mengingat dalam jangka waktu yang lama. Bayi dan balita terlihat jauh lebih kompeten secara kognitif dibanding-kan dengan apa yang Piaget fikirkan dan menunjukkan sinyal dini pemikiran konseptual.

2.2  Mempelajari Perkembangan Kognitif : Pendekatan Terkini
Para priset telah melihat tiga pendekatan baru untuk menambahkan pengetahuan tentang perkembangan kognitif bayi dan balita, yaitu :
·         Pendekatan pemrosesan informasi, fokus pada proses yang mencangkup persepsi, pembelajaran, ingatan dan pemecahan masalah. Pendekatan ini mencoba menyingkap apa yang dilakukan orang-orang dengan informasi dari mulai mereka mendapatkannya hingga saat mereka menggunakannya.
·         Pendekatan cognitiveneuroscience, menguji “perangkat keras” sistem syaraf pusat. Pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan keterlibatan struktur otak dalam aspek kognisi tertentu.
·         Pendekatan sosial-kontekstual, menguji aspek lingkungan proses pembelajaran, khususnya peran orang tua dan pengasuh lainnya.

2.2.1        Pendekatan Pemrosesan Informasi : Persepsi dan Representasi
Teori pemrosesan informasi bernan dengan perbedaan individual dalam kognisi. Riset pemrosesan informasi menggunakan metode baru untuk menguji ide tentang perkembangan kognitif yang muncul dari pendekatan psikometrik dan Piagetian.
a.      Pembiasaan (Habitutation)
Banyak riset pemrosesan informasi bayi didasarkan pada habituasi (pembiasaan/habituation), tipe pembelajaran ini dimana pengulangan atau kesinambungan penerimaan terhadap stimulus (seperti berkas cahaya) mengurangi perhatiannya terhadap stimulus yang ada. Dengan kata lain, penampakan yang mirip menghilangkan ketertarikan. Seiring dengan semakin biasanya bayi, mereka mentranformasikan sesuatu tidak biasa mejadi sesuatu yang biasa, sesuatu yang tidak diketahui menjadi sesuatu yang diketahui (Rheingold). Contohnya : seorang bayi yang sedang menghisap biasanya berhenti ketika stimulus pertama dipresentasikan dan tidak akan menghisap lagi kecuali hal tersebut barakhir. Setelah suara dan isyarat yang sama dipresentasikan berulang kali, maka hal tersebut kehilangan keterbiasaannya dan tidak lagi menyebabkan bayi berhenti untuk menghisap. Peningkatan respons terhadap stimulus baru ini disebut dishabituasi. Habituasi digunakan untuk mempelajari topik yang mencangkup mulai dari kemampuan bayi untuk mendeteksi perbedaan antara pola visual berkenaan dengan kemampuan mereka mengategorikan orang, objek, dan kejadian.
b.      Kemampuan Perseptual dan Pemrosesan Awal
 Jumlah waktu yang dihabiskan bayi untuk menatap isyarat yang berbeda merupakan ukuran dari visual preference (seleksi visual), yang didasarkan pada kemampuan untuk pembedaan visual. Robert Fantz memberi contoh seorang bayi yang berusia dibawah 2 tahun memilih garis melingkar dibandingkan yang lurus, pola yang kompleks ketimbang yang sederhana, objek tiga dimensi ketimbang dua dimensi, gambar muka ketimbang gambar sesuatu yang lain, dan isyarat yang baru ketimbang yang sudah akrab dengannya (Fantz, 1963, 1964, 1965 ; Fantz & Miranda, Fagen, 1975; Fantz&Nevis). Visual recognition memory adalah kemampuan untuk membeda-kan isyarat yang akrab dari yang tidak akrab pada waktu yang sama, yang diukut dengan kecendrungan memendang sesuatu yang baru tersebut lebih lama. Visual recognition memory bergantung pada perbandingan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki oleh bayi, dengan kata lain kemampuan untuk membentuk representasi mental.
Sedangkan menurut Piaget, studi seleksi habituasi dan kebaruan menyatakan bahwa kemampuan ini telah ada ketika lahir atau setelah kelahiran, dan kemampuan  tersebut menjadi efesien dengan cepat. Bayi yang baru lahir dapat memilih suara yang telah mereka dengar sebelumnya ketimbang yang belum pernah mereka  dengar. Bayi yang baru lahir cenderung mendengar suara yang mereka dengar di rahim. 
Bayi mendistribusikan perhatian mereka merupakan indikator efesien pemrosesan. Pengalaman bayi berusia lima bulan mengungkapkan bahwa bayi tersebut dapat dilatih utnuk mendistribusikan perhatian lebih efisien dan kemudian meningkatkan pemrosesan informasi.
Piaget percaya bahwa indra tidak saling berhubungan pada waktu lahir dan baru saling berhubungan secara gardual melalui pengalaman. Fakta bahwa bayi yang baru lahir akan mencari sumber suara menunjukkan bahwa mereka mengasosiasiakan penglihatan dan pendengaran. Keammapuan yang lebih rumit adalah cross – modal transfer , yaitu kemampuan untuk menggunakan informasi yang didapat dari satu indra untuk memandu indra lain, seperti ketika seseorang mengelilingi ruang gelap berdasarkan perasaan berkenaan dengan lokasi objek yang telah familier, atau mengidentifikasikan objek dengan pandangan setelah merasakan mereka dengan mata tertutup.
Cross – modal transfer digunakan untuk menilai sifat objek lainnya seperti bentuk, mulai terbentuk beberapa bulan kemudian 9 Maurer Strager & Mondloch,1999). Dan pada usia 5-7 bulan, bayi dapat mengaitkan perasaan menendang kaki mereka dengan citra visual yang bergerak (Schumckler & Fsirhsll, 2001).
c.       Pemrosesan Informasi Sebagai Alat Pemrediksi Kecerdasan.
Anak – anak yang dari awal sudah efesian menerima dan menginter-pretasikan  informasi sensoris mencatatkan nilai yang baik dalam tes kecerdasan. Habituasi dan kemampuan memulihkan konsentrasi ( attention – recovery) sepanjang 6 bulan hingga 1 tahun pertamaa biasanya berguna dalam memprediksi kecerdasan masa kanak-kanak. Dalam sebuah sebuah penelitian, kombinasi antara visusal recognation memory  pada usia 7 bulan dan cross-model transfer pada usia 1 tahun memrediksi  IQ usia 11 tahun, dan hubungan yang sederhana (walaupun tetap sebagai hal yang luar biasa setealh 10 tahun kehidupannya) terhadap hubungan kecepatan dan memory memproses pada usia tersebut( Rose &Feldman, 1995-1997).
Reaksi visual dan antisipasi visual  dapat diukur melalui paradigma ekspetasi visual (visual expectation paradigm). Serangkaian gambar muncul, sebagian disisi kana penglihatan sang bayi dan yang lain disisi kiri penglihatannya. Gerakan mata bayi diukur untuk melihat seberapa cepat tatapn mata mereka berubah kepada gambar yang baru saja muncul(antisipasi). Pengukuran ini dilakukan untuk mengindikasikan atentivitas dan kecepatan pemrosesan, dan juga kecendrungan untuk membentuk perkiraan berdasarkan pengalaman. Dalam studi jangka panjang waktu reaksi visual dan antisipasi visual pada usia 3.5 bulan berkaitan dengan IQ diusia 4 bulan. Waktu reaksi dan antisipasi cenderung meningkat pada usia 8-9 bulan. Dengan ola yang kompleks bayi yang lebih muda mungkin akan mengalaihkan pandangannya kepada pola yang muncul berikutya, tetapi tidak ketempat dimana pola tersebut akan muncul. Juga, apabila bayi menunjukkan ekspetasi perseptual terhadap isyarat baru, hal tersebut tidak berarti mereka mengetahui apa yagn akan mereka lihat (Reznick, Chawarska &Betts, 2000).
d.      Violation – Of – Epectation dan Perkembangan Pemikiran
            Violation of expectation merupakan metode riset dimana dishabituasi terhadap stimulus yang bertabraakn dengna pengalaman diambil sebagai bukti bayi tersebut menanggap bukti baru sebagai hal yang mengejutkan.
            Dibandingkan dengan yang diyakini oleh Piaget disini bayi mulai berpikir dan menalak dunia fisik jauh lebih awal. Pertama-tama bayi dibiasakan untuk melihat event dalam bentuk normalnya. Kemudian event tersebut diubah dengan cara yang bertentangan dengan ekspetasi normal. Kecendrungan bayi untuk memandang event yagn berubah lebih lama ( dishabituasi) diinterpretasikan sebagai bukti bahwa bayi mengenal event tersebut sebagai suatu yang mengejutkan.
            Bayi lahir dengan kemampuan nalar ( reasioning abilities) yaitu mekanisme pembelajaran bawaan yang membantu bayi memahami informasi yang ditemukan atau mungkin mendapatkan kemampuan tersebut sangat segera setelah lahir. Sebagian penyelidik justru lebih jauh lagi dengan menyatakan bahwa pada saat lahir bayi tealh memiliki pengetahuan intuitif berkenaan dengan prinsip fisik dasar pengetahuan yang kemudian terus berkembang dengan pengalaman.
e.       Kepermanenan Objek( Object Permanence).
Menggunakan metode violation-of-expectation, Renee Bailargeon dan para koleganya mengklaim telah menemukan bukti bahwa kepermanenan objek ada dalam diri bayi pada usia 3 1/2 bulan.
f.        Angka Riset Violation-of-Expectation
Angka riset ini menyatakan bahwa pemahaman terhadap angka dimulai jauh sebelum subtahap dimana subtahap ke-6 Piaget, tahap dimana si anak belajar untuk menggunakan simbol.

g.      Kausalitas
Pemahaman tentang kausalitas yaitu prinsip yang menyatakan satu peristiwa akan menyebabkan peristiwa yang lain – merupakan hal yang penting karena “ memungkinkan orang untuk memprediksi dan mengontrol dunia mereka”. Piaget yakin pemahaman ini berkembang dengan lamabat pada tahu pertama. Pada sekitar 4 sampai 6 bulan, bayi mampu meraih objek, mereka mulai mengenali bahwa mereka dapat bertindak atas lingkungannya. Dengan demikian konsep kausalitas berakar dari munculnya kesadaran mereka akan kekuatan niat mereka. Akan tetapi merujuk kepada Piaget bayi  belum mengetahui bahwa penyebab tersebut harus ada sebelum akibat, dan baru sekitar 1 tahun mereka menadari bahwa kekuatan.
h.      Mengevaluasi riset Violation - of -  expectation.
Para pendukung riset yang lebih baru bersikeras bahwa interpretasi konseptual merupakan  bukti terbaik (Baillargeon, 1999), akan tetapi variasi anyar dari eksperimen Baillargeaon menyatakan sebaliknya. Dalam riset aslinya Baillargeon  menunjukkan rotasi 180 derajat jembatan gantung kepada bayi dari berbagai usia. Ketika si bayi menjadi terbiasa dengan rotasi, penghalang dalam bentuk kotak dimunculkan. Bayi berusia 4,5 bulan menunjukkan ( ditandai dengan lamanya tatapan) bahwa mereka menyadari jembatan gantung tersebut tidak dapat bergerak menembus kotak. Ketika para penyidik mengulang eksperimen tersebut namun kali ini menghilangkan kotak, bayi berusia 5 bulan masih memandang lebih lama pada rotasi 180 derajat, walaupun tidak ada penghalang. Hal ini menyatak bahwa penjelasan tersebut mungkin dapat menjadi rujukan gerakan yagn lebih besar.
            Sampai ada riset lebih lanjut yang mengklarifikasi isu metodologis ini, kita harus berhati-hati mengambil kesimpulan bahwa bayi memiliki kemampuan kognitif mirip orang dewasa hanya berdasarkan data yang memiliki penjelasan lebih sederhana atau hanya mempresentasikan pencapaian parsial dari kemampuan-kemampuan tersebut.

2.2.2        Pendekatan Cognitive Neuroscience- Struktur Kognitif Otak.
            Keyakinan Piaget bahwa kematangan neurologis merupakan factor utama dalam perkembangan kognitif dikutkan oleh riset otak masa kini. Studi berkenaan dengan fungsi otk bayi telah dilakukan oleh prinsip behavioris dan tugas Piagetian. Studi lain tealh merekam perubahan gelombang otak berkaitan dengan pemrosesan informasi dan menentukan struktur otak mana yang memengaruhi ingatan. Otak tumbuh dengan pesat – periode pertumbuhan dan perkembangan ceapt – beriring dengan perubahan dalam perilaku kognitif mirip dengan apa yang dideskripsikan Piaget (Fischer & Rose, 1994, 1995).
            Studi atas otak orang dewasa normal dan yang tidak mengarah kepada 2 sistem memori jangka panjang – eksplisit dan implisit – yang menangkap dan menyimpan berbagai jenis informasi. Memori eksplisit adalah ingatan sadar, biasanya berupa fakta nama, peristiwa, atau hal yang lain yang dapat dinyatakan oleh orang. Memori implicit merupakan ingatan bawah sadar, biasanya berkenaan dengan kebiasaan dan keterampila; terkadang disebut memori prosedual.
            Memori impisit cenderung berkembang lebih awal dan sempurna lebih cepat. Dua jenis memori telah ada pada beberapa bulan kehidupan. Salah satu bentuk memori procedural paling awal adalah ingatan akan urutan seperti rangkaian lamu, yang tampaknya berpusat distriatum. Jenis memori dini lainnya adalah pengondisian, yang bergantug kepada cerebellum dan nuclei cell yang terdapat jauh didalam batang otak (Brain stem). Sinyal mirip gerakan reflex memori eksplisit amat tergantung pada hippocampus, struktur seperti bintang laut yang ada jauh didalam inti otak, medial temporal lobe. Sistem memori preeksplisit ini memungkinkan bayi mengingat cukup lama sinyal atau suara tertentu untuk dapat menunjukkan preverensi sederhana.
            Diantara bulan ke 6 dan 12, atau mungkin lebih awal lagi, bentuk memori eksplisit yang lebih rumit memodifikasi atau menggantikan  bentuk preeksplisit. Hal tersebut didasarkan pada struktur korteks yang merupakan tempat pengetahuan umum (semammentic memory), sebagaimana struktur otak yang berkaitan dengan hippocampus yang mengatur ingatan tentang pengalaman tertentu. (episodic memory). Kemajuan ini ditanggung jawab terhadap kemunculan bentuk transfer lintas model yang kompleks.
            Prefrontal cortex(bagian besar lobbus frontalis yang berada tepat dibagian kepala depan) dipercaya mengontrol aspek kognitif. Sepanjang paruh kedua tahun pertama, prefrontal cortex dan sirkuit yang berkaitan dengannya mengembangkan kapasitas memori kerja (penyimpanan informasi jangka pendek dalam otak yang berproses dan terus bekerja secara aktif). Dalam memori terjala representasi mental dipersiapkan untuk atau dipanggil dari, penyimpanan.
            Kinerja memori kerja yang agak terhambat sangat bertanggung jawab terhadap lambatnya perkembangan kepermanenan objek, yang berlokasi dibelakang daerah prefrontal cortex. Bagian otak ini berkembang lebih lambat dibandingkan bagian yang lain. Pad abulan ke 12, bagian ini mungkin telah culup berkembang untuk memungkinkan bayi menghindari A not- B errordengna mengontrol dorongan untuk mencari tempat dimana objek tersebut ditemukan.     
            Walupun memori eksplisit dan memori kerja terus berkembang setelah masa bayi, begitu dininya kemunculan struktur memori otak membuat stimulasi lingkungan sepanjang bulan-bulan pertama kehidupan adalah sangat penting Para teoritikus dan periset sosial-kontekstual memberikan perhatian khusus terhadap dampak perubahan lingkungan.

2.2.3   Pendekatan Sosial Kontekstual: Belajar dari Interaksi dengan Para Pengasuh
Konsep guided participation Vigotsky dan pandangannya terhadap pembelajaran sebagai prosese kolaboratif. Guided participation merujuk pada interaksi mutual antara orang dewasa yang membantu membentuk tindakan anak-anak dan menjembatani gap pemahaman anak-anak dengan orang dewasa. Guided participation sering terjadi dalam bermain bersama dan dalam aktifitas sehari-hari, dimana anak-anak mempelajari keterampilan, pengetahuan, dan nilai penting dalam kultur mereka secara tidak formal.

2.3  Perkembangan Bahasa
            Sekali anak-anak mengenali kata, mereka akan menggunakannya untuk merepresentasikan objek dan tindakan. Mereka dapat memerhatikan orang, tempat, benda dan mereka dapat mengomunikasikan kebutuhan, perasaan, dan ide mereka untuk mendapatkan control atas hidup mereka.
            Pertumbuhan bahasa mengilustrasikan bagaimana semua aspek perkembangan berinteraksi. Seiring dengan struktur fisik untuk menghasilkan suara menjadi sempurna, dan koneksi neural yang dibutuhkan  untuk menghubungkan suara dengan makna menjadi aktif, interaksi social dengan orang dewasa memperkenalkan bayi kepada karateristik komunikasi bahasa.



2.3.1   Rangkaian Perkembangan Bahasa Awal
             Sebelum bayi dapat menggunakan kata, mereka mengungkapkan kenbutuhan dan perasaan mereka melalui suara seperti yang dilakukan oleh Dody Darwin yang berkembang dari mulai tangisan, sergahan, dan mengoceh. Kemudian imitasi tanpa sengaja, dan akhirnya meniru dengan maksud Suara-suara ini yang dikenal dengan prelinguistic speech  (bahasa prangiluatistik). Bayi juga tumbuh dengan kemapuan mengenal dan memahami suara perccakapan dan menggunakan gaya yang bermakna. Biasanya bayi mulai berbicara di akhir tahun pertama, dan mulai berbicara dalam kalimat pada bulan pertama atau sebelum delapan bulan hingga satu  tahun kemudian.
a.      Vokalisasi Awal.
Menangis merupakan satu-satunya cara bayi yang baru lahir untuk berkomunikasi. Berbagai nada, pola, dan intensitas memberikan sinyal rasa lapar, mengantuk atau marah. Antara minggu ke-6 dan bulan ke-3, bayi mulai meng-cooing ketika mereka merasa bahagia, menjerit, mendeguk, dan membuat suara vokal seperti “ahh”. Antara usia 3 bulan dan 6 bulan, bayi mulai bermain dengan suara yang mengandung arti (speech sound), yaitu mencocokkan suara yang mereka dengar dari orang di sekitarnya.
Babbling (mengoceh) yaitu mengulang rangkaian huruf konsonan seperti “ma-ma-ma-ma” yang muncul di antara usia 6 sampai 10 bulan. Meskipun kata-kata tersebut sebenarnya tidak bermakna bagi bayi namun sering disalahartikan sebagai kata pertama bayi. Sekitar usia 9 sampai 10 bulan, bayi dengan sengaja meniru suara tanpa mengerti maknanya.
b.      Mengenal Suara Bahasa.
Kemampuan untuk melihat perbedaan antarsuara merupakan hal yang esensial dalam perkembangan bahasa. Sebagaimana yang kita saksikan, kemampuan ini telah ada sejak atau bahkan sebelum lahir, dan menjadi semakin tajam pada tahun pertama kehidupan.
            Pada bulan ke-6 usianya, bayi belajar untuk menganali suara dasar atau fonem bahasa ibunya, dan terus bertambah kea rah perbedaan bentuk bicara dari suara tersebut. Bayi berusia 6 ½ bulan melihat ke arah ibu mereka lebih lama ketika mereka mendengar suara “mama” dan kepada ayah mereka ketika mendengar “ayah” menunjukkan bahwa mereka mulai mengasosiasikan suara dengan makna, paling tidak terhadap orang-orang special (Tincoff & Jusczyk, 1999).
c.       Isyarat (Gestures).
Pada usia 9 bulan, Maika menunjukkan objek, terkadang membuat suara yang menunjukkan ia menginginkan barang tersebut. Antara usia 9 sampai 12 bulan, dia mempelajari gerakan social konvensional: melambaikan tangan “da-da”, menganggukkan  kepala untuk menyatakan “ya”, atau menggelengkan kepala untuk “tidak”. Pada usia 13 bulan, dia menggunakan gerakan representasional yang lebih kompleks seperti misalnya ia akan mendekatkan gelas kosong ke mulutnya untuk menandakan bahwa ia ingin minum, atau mengangkat tangannya untuk menunjukkan bahwa ia ingin digendong.
            Gerakan simbolik, seperti meniup untuk menandakan panas, atau menghirup untuk menunjukkan bunga, biasanya muncul pada saat si bayi mengatakan kata pertama mereka, dan fungsi mereka persis seperti bahasa. Gerak-isyrat muncul sebelum anak menguasai 25 kosakata dan menghilang ketika anak belajar kata untk sesuatu yang diisyaratkannya dan mengucapkannya sebagai ganti isyarat tersebut. (Lock, Young, Service, & Chander, 1990).
            Melakukan gerak-isyarat tampaknya merupakan hal yang alami. Dalam sebuah studi observasional, anak dan orang dewasa yang buta menggunkan gerak-isyarat ketika berbicara kepada pendengar yang buta. Karena itu, penggunaan gerak isyarat tidak tergantung kepada model atau observer, tapi lebih merupakan bagian inheren dari proses berbicara (Iverson & Goldin-Meadow, 1998).
            Mempelajari gerak isyarat membantu bayi  belajar berbicara. Dengan orang tuanya yang mengucapkan kalimat dengan gerakan maka bayi akan lebih mudah untuk mengenali apa objek yang dimaksud oleh orang tuanya. Dan dapat mempermudah kosakat pada si bayi untuk diingat dan dikenali. Bayi memahami banyak bahasa sebelum mereka dapat menggunakannya. Kata pertama yang paling dipahami oleh bayi adalah yang paling sering mereka dengar: nama mereka dan kata “jangan” serta kata yang memiliki arti khusus bagi mereka.
            Kosakata akan terus bertambah dan tumbuh melalui tahap satu kata, yang biasanya berakhir pada sekitar usia 18 bulan. Pada usianya, balita khususnya mereka yang memiliki kosakata lebih banyak dan reaksi lebih cepat dapat mengenali kata yang diucapkan hanya dari bagian pertama dari kata tersebut. Misalnya, ketika mendengar kata “daw” atau “ki”, maka mereka akan menunjukkan gambar anjing atau kucing (Fernald, Swingley, & Pinto, 2001). Di antar usia 16 dan 24 bulan akan menjadi naming explosion.  Dalam beberapa minggu balita akan berkembang dari hanya mengucapkan 50 kata menjadi 400 kata (Bates, Bretherton, & Snyder, 1988). Pesatnya penguasaan kosakata yang diucapkan ini mencerminkan peningkatan kecepatan dan  akurasi pengenalan bahasa sepanjang tahun kedua (Fernald, Pinto,Singley, Weinberg, & McRoberts, 1998).
d.      Kalimat pertama.
Terobosan linguistic penting berikutnya datang ketika si balita menggabungkan dua kata untuk mengekspresikan satu ide. Biasanya anak-anak melakukan hal ini antara 18 dan 24 bulan, sekitar 8 sampai 12 bulan setelah mereka menguc apkan kata pertamanya. Akan tetapi, cakupan umur ini bervariasi. Walaupun bahasa prelinguistik sangat berkaitan erat dengan usia kronologis, bahasa lingusitik justru tidak. Mayoritas anak terlambat bicara akan mengejar ketertinggalannya dan mereka akan berbicara tanpa henti kepada kepada seseorang yang mendengarkannya.
            Pertama-tama, anak biasanya menggunakan bahasa telegrafik, yang hanya terdiri dari beberapa kata esensial. Ketika kita berkata “Ne Apu”, agaknya yang dimaksudkan olehnya adalah “nenek nyapu lantai”. Penggunaan percakapan  telegrafik oleh anak-anak da bentuknya amat beragam, tergantung kepada bahasa yang dipelajari. Susunan kata biasanya menguatkan apa yang didengar oleh anak, kita akan mengatakan “Ne apu” ketika si nenek menggerakkan sapunya.
            Di antara usia 20 sampai 30 bulan, anak menunjukkan peningkatan kompetensi dalam sintak (syntax), yaitu aturan untuk menyusun kalimat dalam bahasa mereka. Sepanjang tahun pertama, para bayi sensitive terhadap keberadaan kata fungsional; dan pada usia 10 ½ bulan mereka dapat mengutarakan kalimat normal yang kata fungsionalnya telah digantikan oleh kata tak bermakna yang memiliki suara yang sama.

2.3.2   Karakteristik Bahasa Awal
Anak-anak menyederhanakan  masalah dengan menggunakan percakapan telegrafik untuk menyampaikan pesan yang dimaksud. Anak-anak memahami hubungan gramatikal yang tidak dapat mereka ekspresikan pada symbol-simbol tertentu dan menyempitkan makna kata yang mereka pahami untuk suatu objek nyata. Anak-anak juga meluaskan makna seperti melihat kakeknya yang berambut putih maka setiap dia melihat orang memiliki rambut berwarna putih makanya dia memanggilnya dengan kakek. Dan anak-anak terlalu memahami aturan dengan cara yang kaku tanpa tau ada hal yang dikecualikan terhadap aturan-aturan.

2.3.3   Teori Klasik Penguasaan Bahasa: Perdebatan Nature-Nurture
            Skinner (1957), Merujuk kepada teori pembelajaran klasik, anak belajar bahasa melalui pengkondisian operan. Pertama-tama, bayi mengeluarkan suara acak. Pengasuh menguatkan suara yang dapat membentuk pembicaraan orang dewasa dengan senyuman, perhatian, dan pujian. Bayi kemudian mengulangi apa yang dia dengar dan suaram yang sering ia dengar. Observasi, imitasi,, dan penguatan sangat mungkin memberikan kontribusi terhadap perkembangan bahasa, tapi sebagaimana yang dinyatakan oleh Chomsky (1957) secara persuasive, mereka itu tidak dapat menjelaskan semuanya dengan tuntas. Satu hal yang patut diperhatikan, kombinasi dan nuansa kata amat beragam dan sangat komplek sehingga mereka tidak dapat seluruhnya didiskusikan dengan pelafalan dan penguatan tertentu. Kemudian, para pengasuh biasanya menguatkan pelafalan yang kurang gramatis, selama kata-kata tersebut dipahami.
               Pandangan Chomsky disebut nativisme. Berbeda dengan teori pembelajaran Skinner, para nativis menenkankan peran aktif pengajar. Karena bahasa bersifat universal bagi manusia, Chomsky (1957, 1972) menyatakan bahwa otak manusia memiliki kemampuan bahwa untuk menguasai bahasa, maka proses seorang bayi belajar bicara sama alamiahnya dengan proses belajar berjalan. Dukungan terhadap pendapat natavisme datang dari kemampuan bayi yang baru lahir untuk membedakan suara yang mirip, dan hal tersebut menyatakan bahwa mereka “lahir dengan mekanisme perceptual yang kemudian menjadi alat untuk berbicara”. Nativis memaparkan bahwa semua anak menguasai bahasa ibu mereka pada urutan yang berkaitan dengan umur yang sama tanpa pengajaran formal. Lebih jauh lagi, otak manusia satu-satunya hewan dengan bahasa yang berkembang dengan sempurna yang berstruktur lebih besar pada satu sisi, menunjukkan bahwa mekanisme bawaan untuk suara dan bahasa dapat ditemukan dalam hemisphere (belahan otak) yang lebih besar bagian kiri pada kebanyakan orang. Akan tetapi, pendekatan nativisme tetap tidak dapat menjelaskan dengan rinci bagaimana mekanisme tersebut bekerja. Pendekatan tersebut tidak memberi tahu kita mengapa sebagai anak menguasai bahasa lebih cepat dibandingkan yang lain, mengapa terdapat perbedaan keterampilan dan efesiensi bahasa pada diri anak, atau (sebagai yang akan kita saksikan). Mengapa perkembangan percakapan tergantung kepada adanya orang lain yang menjadi teman bicaranya, tidak hanya dari hasil mendengarkan.
            Bagian besar dari pakar perkembangan saat ini percaya bahwa penguasaan bahasa, seperti bagian besar aspek perkembangan lain, bergantung kepada keterjalinan antara yang bersifat bawaan dan yang bersifat pengajaran (nature dan nurture). Anak-anak terlepas dari apakah mereka dapat mendengar ataiu tidak sangat mungkin memiliki kemampuan menguasai bahasa, yang dapat diaktifkan atau dibangkitkan melalui pengalaman.

2.3.4   Pengaruh pada perkembangan bahasa awal
a.      Kematangan Otak.
Perkembangan dan pengorganisasian kembali otak sepanjang bulan dan tahun pertama sangat berkaitan dengan perkembangan bahasa.  Proses bahasa otak bersumber dari koordinasi sejumlah struktur otak (Owens, 1996). Daerah kortikal yang berkaitan dengan bahasa masih belum sempurna hingga usia prasekolah akhir atau sebelumnya – bahkan ada beberapa yang baru sempurna hingga dewasa. Pada awal tahun II ketika mayoritas anak-anak mulai berbicara, jalur yang menghubungkan aktivitas auditoris dan motor menjadi sempurna (Owens, 1996). Studi terhadap anak yang memiliki kerusakan otak menyatakan bahwa periode sensitif eksis sebelum lateralisasi bahasa menjadi baku. Plastisitas otak bayi mengijinkan pentransferan fungsi dari daerah yang rusak kepada daerah lainnya. Karena itu, ketika seorang dewasa yang hemisphere kirinya diangkat atau terluka, akan mengalami ketidakmampuan berbahasa parah yang permanen, tetapi seorang anak kecil yang mengalami peristiwa ini akan  dapat berbicara dan memahami pembicaraan dengan kemampuan mendekati normal (Nobre & Plunkett 1997, Owens, 1996). Aktivitas otak pada berbagai tempat di termpurung otak ketika seorang bayi mendengarkan serangkaian kata, sebagiannya tidak mereka pahami. Antara usia 13 dan 20 bulan, periode pertumbuhan kosakata, pemahaman si bayi tampak semakin teralisasi (Mills, Cofley-Corina, & Neville, 1997) bukti ini bersumber dari temuan bahwa bagian atas lobus temporal, yang bertanggung jawab terhadap pendengaran dan pemahaman percakapan, dapat diaktifkan oleh seorang tuli sejak lahir dengan menggunakan bahasa isyarat (Nishimura et all., 1999). Temuan ini menyatakan bahwa penugasan dari fungsi bahasa kepada struktur otak tertentu, merupakan proses gradua yang terhubung kepada pengalaman verbal perkembangan kognitif (Nobre & Plunkett, 1997).
b.      Interaksi Sosial: Peran Orang Tua dan Pengasuh.
Bahasa merupakan tindakan sosial. Orang tua atau pengasuh memainkan peran penting pada setiap tahap perkembangan bahasa.
c.       Pada Periode Prelinguisitik.
Orang dewasa membantu bayi bergerak maju ke arah berbicara dalam arti mengulang suara yang dibuat oleh si bayi. Lalu si bayi akan mengikuti kembali suara yang tadi didengarnya. “pengimitasian suara bayi” oleh orang tua akan berdampak pada kecepatan mendengar bahasa (Hardy-Brown & Plomin. 1985; Hardy-Brown, Plomin, & DeFries 1981). Pengasuh mungkin dapat membantu bayi memahami kata yang diucapkan, misal;nya ia menunjuk sebuah boneka Dora dan berkata pada si bayi “Tolong ambilkan Saya Dora”. Apabila bayi tidak merespon, orang dewasa dapat mengambil boneka tersebut sambil berkata “Dora”.
d.      Perkembangan Kosakata.
Ketika bayi mulai berbicara, orang tua atau pengasuh membantunya dengan mengulang kata pertama dan mengucapkan kata tersebut dengan benar. Kosakata akan meningkat ketika orang dewasa menangkap kesempatan yang tepat untuk mengajari anaknya sebuah  kata baru. Misalnya, seorang ibu yang berkata “Ini Bola” dan ketika si anak melihat bola tersebut, ia akan mengingat kata itu daripada ketika ia sedang bermain dengan orang lain dan si ibu mencoba mengalihkan perhatiannya ke bola. Orang dewasa membantu batita yang mulai menyatukan kata dengan mengembangkan apa yang diucapkan oleh anak. Bayi belajar dengan mendengar apa yang diucapkan oleh orang dewasa akan tetapi, sensitivitas dan responsivitas terhadap level perkembangan anak jauh lebih berarti ketimbang jumlah dari kata yang digunakan oleh ibu. Dalam sebuah studi jangka panjang, dimana batita berusia 13 dan 20 bulan diamati ketika berinteraksi dengan ibu, sang ibu yang menggunakan jumlah kata yang terus bertambah sesuai dengan perkembangan kemampuan bahasa anak dan anak yang memiliki kosakata apaling banyak adalah yang paling responsif (Bronstein, Tamis-LeMonda & Haynes,1999).
Terdapat dua istilah bahasa dalam rumah tangga yang digunakan yakni : code mixing dan code switching. Code mixing adalah penggunaan dua elemen bahasa yang terkadang dalam satu ucapan, oleh anak yang tumbuh dalam rumah tangga yang menggunakan kedua bahasa tersebut. Code switching adalah perubahan percakapan seseorang sesuai dengai situasi, sebagaimana dengan orang yang berbahasa lebih dari satu bahasa.
e.       Child-Directed Speech ( CDS)
CDS merupakan bentuk percakapan yang sering kali digunakan kepada bayi atau batita : percakapan yang lambat dan sederhana, suara yang meninggi dan ucapan yang berat, kata dan kalimat ringkas, dan banyak pengulangan. Banyak priset percaya bahwa CDS membantu anak-anak untuk belajar bahasa ibu mereka atau paling tidak menguasainya lebih cepat. Dalam sebuah studi observasional lintas kultur, para ibu yang berasal dari Amerika Serikat, Rusia, dan Swedia di rekam ketika berbicara dengan bayi, berusia 2 sampai 5 bulan. Terlepas apakah sang ibu berbicara bahasa Inggris, Rusia, atau Swedia, mereka menghasilkan suara vokal yang lebih berirama ketka berbicara kepada bayi ketimbang ketika berbicara kepada orang dewasa lainnya. Tampaknya, jenis input lingustik ini membantu bayi mendengar perbedaan karakteristik dalam irama ( speech sound).
Pada minggu ke-20 babbling si bayi mengandung vokal yang berbeda yang merefleksikan perbedaan vonetik yang berubah sebagaiman yang diucapkan oleh ibu mereka (Kuhl et al., 1997). Sebagian peneliti menolak nilai penting CDS. Mereka berpendapat bahwa bayi akan berbicara lebih cepat dan lebih baik apabila mereka mendengar dan dapat merespon pembicaraan orang dewasa yang lebih kompleks.

2.1         Persiapan untuk Literasi: Keuntungan Membaca dengan Keras
            Kebanyakan dari bayi senang ketika dibacakan cerita. Nada dari pembacaan yang dilakukan oleh orang tua atau pengasuh untuk mereka, dan juga cara mereka membacakannya, dapat memengaruhi seberapa baik seorang anak bicara dan akhirnya seberapa baik mereka membaca. Anak-anak yang belajar membaca dini biasanya adalah mereka yang orang tuanya sangat sering membacakan cerita untuk mereka dan melakukab hal tersebut ketika mereka masih sangat muda. Membaca untuk bayi atau batita menawarkan kesempatan untuk keintiman emosional komunikasi dan merangsang pembicaraan orang tua anak. Sesi membaca dengan keras menawarkan kesempatan yang sempurna untuk interaksi jenis ini.
            Orang dewasa cenderung memiliki salah satu dari tiga gaya membaca untuk anak: describer style, comprehender style, and performance oriented sytle. Seorang describer focus pada mendeskripsikan apa yang terjadi dalam gambar, dan mengajak anak untuk melakukan hal yang sama. Comrehender mendorong anak untuk melihat lebih dalam pada makna cerita untuk membuat kesimpulan serta prediksi. Performance oriented membaca cerita tersebut secara langsung, memperkenalkan tema inti dari cerita tersebut sebelum memulai dan memberikan pertanyaan setelah pembaca selesai.
            Teknik yang menjanjikan bagi anak-anak yang normal dan bagi mereka yang menunjukkan  kelambanan bahasa atau memiliki resiko masalah perkembangan membaca, disebut dialigic reading atau share reading. Dalam metode ini yang mirip dengan gaya describer, “si anak belajar menjadi pendongeng” dan orang dewasa bertindak sebagai pendengar aktif. Orang tua diajarakan untuk menanyakan pertanyaan yang menantang dan terbuka ketimbang pertanyaan yang hanya mengjendaki jawaban “ya” atau “tidak”. Mereka menindaklanjuti jawaban si anak dengan lebih banyak pertanyaan, mengulang dan meluaskan apa yang diucapkan anak, membentulkan jawaban yang salah dan memberikan kemungkinan alternative, membantu si anak sesuai kebutuhan, dan memberikan pujian serta dorongan. Mereka mendorong anak untuk menghubungkan cerita tersebut kepada pengalaman si anak sendiri.
            Anak-anak yang terlalu sering membaca, khususnya dengan cara ini menunjukkan keterampilan bahasa yang lebih baik ketika mereka berusia 2 ½ , 4 ½ , dan 5 tahun serta memiliki pemahaman bacaan yang lebih baik ketika berusia 7 tahun. Dalam salah satu studi, bayi berusia 21-35 bulan dengan orang tua yang menggunkan metode ini mencatatkan enam bulan lebih tinggi dalam kosakata dan keterampilan bahasa ekspresif ketimbang kelompok control. Kelompok eksperimental juga unggul dalam keterampilan prereading, kompetensi yang membantu dalam belajar membaca, seperti belajar  bagaimana bentuk dan suara huruf.
            Shared reading lebih aktif ketimbang hanya berbicara dengan anak karna memberikan kesempatan alamiah untuk memberikan informasi dan meningkatkan kosakata. Metode tersebut member focus bagi perhatian anak dan dewasa serta untuk melontarkan pertanyaan dan respons terhadap pertanyaan. Metode ini mengasyikkan bagi anak dan orang dewasa. Ia menawarkan cara untuk mendukung ikatan emosional dan meningkatkan perkembangan kognitif.

BAB III
PENUTUP

2.1         Kesimpulan
1.    Mempelajari Perkembangan Kognitif : Pendekatan Klasik
·        Pendekatan behaviouris mempelajari mekanika dasar pembelajaran. Pendekatan tersebut memberikan perhatian terhadap bagaimana perilaku berubah sebagai respon terhadap suatu pengalaman. Dua tipe yang dipelajari dalam pendekapat behavior adalah pengkondisian klasik dan pengkondisian operan.
·        Pendekatan pskometris mencoba mengukur perbedaan kuantitatif dalam kemampuan kognitif dengan menggunakan tes yang mengindikasikan atau meramalkan kemampuan ini. Tes ini mengukur faktor yang dianggap membentuk kecerdasan. Tes perkembangan seperti skala perkembangan bayi Barley, status ekonomi, praktik parenting dan lingkungan orang tua dapat mempengaruhi kecerdasan anak. Namun apabila mekanisme persiapan tidak ada, maka intervensi dini sangat mungkin diperlukan.
·           Pendekatan Piagetian memerhatikan perubahan, atau langkah-langkah, dalam kualitas fungsi kognitif. Pendekatan tersebut memberikan perhatian tentang bagaimana pengertian menstruktur aktifitasnya dan beradaptasi dengan lingkungannya. Tahap sensorimotor merupakan tahap  pertama dari empat tahap perkembanagn kognitif Piaget. Kepermanenan objek berkembang secara gradual. Piaget memandang A, not-B error sebagai ketidaksempurnaan pengetahuan objek dan pemikiran yang bersifat egosentris. Terdapat pula istilah Piaget yang bertentangan dengan egosentris, yakni allosentris.
2.    Pendekatan Pemrosesan Informasi : Persepsi dan Representasi
Periset mengukur proses mental melalui habituasi dan sinyal kemampuan perseptual lainnya. Hal ini berlawanan dengan Piaget yang menyatakan bahwa kemampuan representasional merupakan bawaan lahir. Pendekatan violation-of-expectation menyatakan seorang bayi yang baru berusia 3 ½  sampai 5 bualn mungkin telah memiliki kemampuan dasar dalam menangkap kepermanenan objek, pemahaman tentang angka, kausalitas, dan lain sebagainya. Studi otak telah menemukan bahwa beberapa bentuk memori implisit , primitif preeksplisit, dan memori eksplisit berkembang sepanjang tiga tahun pertama. Interaksi terhadap orang dewasa membantu meningkatkan kompetensi kognitif melalui keterampilan.
3.      Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan aspek penting dalam perkembangan kognitif. Ahasa prelinguistik mencakup menagis, menyergah, mengoceh, dan menirukan suara. Bayi terlebih dahulu menggunakan isyarat tubuh, kemudian memahami dan mengenali kata sebelum mereka mampu mengucapkannya. Kalimat singkat pertama biasanya muncul antara 18 sampai 24 bulan. Dua teori klasik tentang bagaimana seorang anak menguasai bahasa adalah teori pembelajaran dan nativisme. Karakteristik bahasa dapat mempengaruhi pembelajaran bahasa. CDS (Child-Directed Speech) membantu anak-anak untuk belajar bahasa ibu mereka atau paling tidak menguasainya lebih cepat.


DAFTAR PUSTAKA

Paplia, Diane E., dkk,.2008.Human Development(Psikologi Perkembangan). Jakarta:Kencana.