MAKALAH PERKEMBANGAN I
“Perkembangan
Kognitif Sepanjang Tiga Tahun Pertama”
Oleh
Kelompok 5:
·
Ilmi Khoir Purba (131301003)
·
Nurul Hasanah (131301035)
·
Yuli Narty (131301057)
·
Nurul Nia Aqsari (131301071)
·
Naomi Irene Manalu (131301121)
· Ahmad Yusuf Tamin (1313010 )
Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera
Utara
Medan 2014
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua di sini sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah “Perkembangan Kognitif Sepanjang Tiga Tahun Pertama” ini
dengan baik dan semaksimal mungkin sesuai kemampuan yang kami punya. Tak lupa
kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Indri Kemala N,
M.Psi, Psikolog dan Rahma
Yurliani, M.Psi selaku dosen mata kuliah Psikologi
Perkembangan I yang telah memberikan
ilmunya kepada kita semua.
Kami
berharap semoga makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini pasti
terdapat kekurangan-kekurangan dan mungkin masih jauh dari apa yang kalian
harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
di dunia ini.
Kami
juga mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi para pembaca.
Medan, 27 Februari 2014,
Penulis
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................... i
Daftar Isi.................................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang............................................................................................... 1
1.2. Tujuan............................................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN
PENDEKATAN KOGNITIF SEPANJANG
TIGA TAHUN PERTAMA
2.1.
Mempelajari
Perkembangan Kognitif:
Pendekatan Klasik................................................................................................. 3
2.2. Mempelajari
Perkembangan Kognitif:
Pendekatan Terkini................................................................................................ 12
2.3. Perkembangan
Bahasa.................................................................................... 18
BAB III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan..................................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 30
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses perubahan
yang terjadi kepada manusia baik secara jasmaniah maupun rohaniah. Menurut
Werner, Perkembangan merujuk kepada suatu proses kearah yang lebih sempurna
tetap dan tidak dapat diputar kembali. Menurut Hurlock,
perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses perkembangan dan
kematangan. Dan menurut Papalia perkembangan terbagi atas dua aspek, aspek
pertama yaitu quantitative change yaitu perubahan yang mengarah
kepada perubahan fisik.
Perkembangan
manusia terjadi sejak di dalam kandungan sampai pada kematian. Salah satunya
aspek perkembangan yang penting pada manusia adalah perkembangan
kognitif pada usia 3
tahun pertama. Perkembangan kognitif merupakan cakupan dari seluruh proses berpikir, melihat, mencium, mendengar, dan segala hal
perkembangan yang menyangkut pikiran manusia. Perkembangan kognitif pada 3 tahun
pertama adalah proses belajar, mempersepsi, meniru, dan hal-hal lainnya yang
menyangkut tentang proses kognitif seorang anak atau bayi tersebut untuk beradaptasi dan bertahan hidup di
sekitar lingkungan maupun keluarga, bagaimana anak tersebut mendapatkan
kecerdasan untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada selama 3 tahun pertama.
Dalam
makalah ini akan dibahas tentang perkembangan kognitif pada 3 tahun
pertama melalui pendekatan klasik, pendekatan terkini, dan perkembangan bahasa
dalam usia 3 tahun pertama ini.
Pendekatan
klasik dilihat dari tiga
sudut pandang yaitu behaviorisme, psikometrik, dan pendekatan piaget. Kemudian pendekatan
terkini yang dilihat juga dari tiga sudut pandang yaitu: pemrosesan
informasi, cognitif neurosciens, dan social kontekstual. Dan yang
terakhir
perkembangan bahasa yang akan membahas tentang rangkaian perkembangan bahasa
awal, karakteristik, serta pengaruh pada perkembangan bahasa awal dalam
persiapan untuk literatur.
1.1 Tujuan
Adapun tujuan
dari pembuatan makalah ini, yaitu:
·
Sebagai pemenuhan
tugas makalah dalam mata kuliah ini.
·
Mengetahui tentang
perkembangan kognitif yang terjadi pada bayi yang baru lahir hingga berusia 3
tahun
·
Mengetahui
bagaimana bayi belajar dan seberapa lama bayi tersebut dapat mengingat.
·
Mengetahui teori
Piaget dalam perkembangan kognisi pada 3 tahun pertama ini.
·
Mengetahui
bagaimana pengaruh interaksi-interaksi sosial dalam kecerdasan otak bayi.
·
Mengetahui pengaruh
kemampuan bahasa awal dalam kemajuan berbahasa bayi.
BAB II
PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN KOGNITIF
SEPANJANG
TIGA TAHUN PERTAMA
1.1
Mempelajari
Perkembangan Kognitif : Pendekatan Klasik
·
Pendekatan behaviouris
mempelajari mekanika dasar
pembelajaran. Pendekatan tersebut memberikan perhatian terhadap bagaimana
perilaku berubah sebagai respon terhadap suatu pengalaman.
·
Pendekatan pskometris
mencoba mengukur perbedaan kuantitatif dalam
kemampuan kognitif dengan menggunakan tes yang mengindikasikan atau meramalkan
kemampuan ini.
·
Pendekatan Piagetian
memerhatikan perubahan, atau langkah-langkah, dalam kualitas fungsi kognitif. Pendekatan tersebut memberikan perhatian
tentang bagaimana pengertian menstruktur aktifitasnya dan beradaptasi dengan
lingkungannya.
Ketiga pendekatan tersebut, sebagaiman
pendekatan yang lebih anyar akan dijelaskan di bagian berikutnya yakni: pemrosesan informasi, cognitive neuro-science, dan sosial-kontekstual membantu kita
memahami perkembangan kognitif.
2.1.1
Pendekatan Behavioris :
Mekanika Pembelajaran Dasar
Bayi dilahirkan dengan kemampuan
untuk belajar dari apa yang mereka lihat, dengar, cium, rasa, dan sentuh.
Mereka juga memiliki kemampuan untuk mengingat apa yang mereka pelajari. Akan
tetapi ketika para teoritikus pembelajaran menyadari kedewasaan sebagai faktor
pembatas, perhatian utama mereka tetap dicurahkan kepada mekanisme pembelajaran. Dua pembelajaran yang dipelajari oleh
behavioris: clasical conditioning (
penkondisian klasik) dan operant conditioning
( pengkondisian operan) dan akan membahas habituation ( pembiasaan), bntuk lain pembelajaran yang dipelajari
oleh aliran pemrosesan informasi.
a.
Pengkondisian Klasik
dan Operan
Dalam
pengkondisian klasik, seseorang (seekor binatang) belajar untuk mengantisipasi
peristiwa sebelum peristiwa tersebut terjadi dengan membentuk asosiasi antara
stimulli yang biasanya terjadi secara bersamaan. Pembelajaran yang dikondisikan
secara klasik akan pupus atua akan lenyap, apabila tidak dikuatkan. Contohnya
seorang bayi Anna, ketika melihat lampu flash menyala akan berkedip. Kediapan
Anna inilah yang disebut dengan pengkondisian klasik.
Pengkondisian
operan memungkinkan bayi untuk belajar perilaku yang disengaja, seperti
tersenyum sebagai lawan dari perilaku yang tidak disadari seperti berkedip. Para periset seirngkali
menggunakan pengkondisian operan untuk mempelajari fenomena lain, seperti
pendengaran dan ingatan janin. Di beberapa penelitian lagu atau kalimat
tertentu dapat memulai atua menghentikan aktivitas menyedot puting susu.
Seorang bayi yang baru lahir akan menghisap lebih banyak apabila diputarkan
suara yang telah didengarnya di dalam rahim daripada suara yang tidak akrab
dengannya. Penelitian ini didasarkan pada kemapuan bayi untuk belajar bahwa
perilaku yang telah mereka ketahui bagaimana cara melakukannya(menghisap) akan
menimbulkan efek yang diinginkan.
b. Ingatan
bayi
Ketidakmampuan
untuk mengingat peristiw dimasa awal disebut infantile amnesia. Piaget (1969) menyatakan bahwa peristiwa dimas
awal tersebut tidak terekam dalam ingatan karena otak belum cukup berkembang.
Freud percaya bahwa ingatan dimasa awal disimpan namun ditekan karena ingatan
itu dapat membuat masalah secara emosional. Periset lain menyatakan bahwa
anak-anak tidka akan dapat menyimpan peristiw dalam ingatan samapi mereka dapat
membicarakan peristiwa-peristiw tersebut ( Nelson, 1992).
Riset yang menggunakan pengkondisian operan dengan tugas
nonverbal yagn diseeuaikan dengan umur berpendapat bahwa ingatan bayi memiliki
banyak kemiripan dengan anak berusia lebih tua dan orang dewasa, hanya saja
waktu kesinambungannya lebih pendek. Penelitian ini
menekankan bahwa para bayi akan mengulang perilaku tersebut beberapa hari atau
minggu kemudian, jika mereka
diingatkan dalam situasi di mana mereka mempelajarinya ( Rovee-Collier, 1999).
Dalam eksperimen ini para bayi dikondisikan
secara operan untuk menendang mobil yagn ditempelkan ke kakinya dengan seutas
pita untuk mengaktifkan mobil tersebut. Ketika beberapa hari atau minggu
kemudian, mobil tersebut ditunjukkan kepada bayi berusia dua sampai enam bulan,
mereka kembali menendang, walaupun kaki mereka tidak lagi terikat dengan mobil
itu. Ketika bayi tersebut melaht mobil itu, mereka menendang lebi
h keras
daripada sebelum pengkondisian, dan tindakan ini menunjukkan bahwa pengenalan
mereka terhadap mobil tersebut memicu pengalaman masa lalu dengan benda
tersebut (Rovee-Collier, 1999).
2.1.2
Pendekatan Psikometri :
Pengujian Perkembangan dan Kecerdasan.
Perilaku
kecerdasan berorientasi tujuan dan adaptif dengan tujuan memperbaiki
situasi dan kondisi hidup. Kecerdasan memungkinkan orang untuk mendapatkan
mengingat dan menggunakan pengetahuan, untuk memahami konsep dan hubugan serta
memecahkan masalah sehari-hari.
Tujuan dari tes psikometri adalah mengukur secar
kuantitatif berbagai faktor yang diduga membentuk kecerdasan (seerti pemahaman
dan penalaran) dan, dari hasil pengukuran tersebut, untuk memprediksi peforma
dimasa yang akan datang (seperti prestasi belajar). Contohnya
tes IQ yang menunjukkan seberapa banyak kemampuan yang dimiliki oleh seseorang,
dengan membandingkan prestasi orang tersebut dengan yang lain.
a.
Menguji Bayi
dan Balita
Karena bayi tidak
dapat mengatakan apa yang mereka ketahui dan bagaimana mereka berpikir, maka
cara terbaik untuk mengukur kecerdasan mereka adalah dengan menilai apa yang
dapat mereka lakukan. Tapi, jika mereka ingin meraih lonceng, misalnya, sulit
bagi kita untuk menyatakan apakah mereka tidak tahu bagaimana melakukannya,
merasa tidak senang melakukannya, tidak menyadari apa yang diharapkan dari
mereka, atau hanya tidak tertarik saja.
b.
Bayley Scales
of Infant Development (skala perkembangan bayi Bayley)
Di design untuk menguji status
perkembangan bayi dari usia satu bulan hingga 3 ½ tahun. Bayley-II memiliki 3
bagian : skala mental, skala motor, dan skala tingkat perilaku (behavior ratting scale).
·
Skala mental yang
mengukur kemampuan seperti persepsi, ingatan, pembelajaran, vokalisasi
·
skala motor yang
mengukur kemampuan motor kasar dan halus, termasuk kordinasi sensori motor
·
skala tingkat perilaku (behavior ratting scale) yang harus diselesaikan oleh penguji, sebagai bagian
dari informasi dasar dari pengasuh bayi.
Penilaian terpisah yang disebut
developmental quotients (DQs), dihitung untuk tiap skala, dan didasarkan pada
deviasi dari mean yang didasarkan pada perbandingan sample normal. DQs paling
berguna untuk mendeteksi dini gangguan emosial dan sensoris, neurologis, dan
devisit lingkungan(environmal divisit).
Walaupun angka-angka ini dapat
memberikan gambaran akurat status perkembangan terkini yang logis, mereka
adalah peramal fungsi masa depan yang buruk (anastasi & urbina 1997). Salah
satu alasannya adalah pengaruh lingkungan, seperti karakteristik keluarga dan
tetangga, tampaknya semakin kuat mempengaruhi perkembangan kognitif ketika si
anak mendekati usia 3 tahun (Klebanov, Brooks-Gunn,
McCarton,&McCormick,1998). Alasan lain adalah sebagian besar tes
perkembangan untuk bayi mengukur kemampuan sensoris dan motoris, sedangkan tes
kecerdasan untuk anak yang lebih tua menekankan pada kemampuan verbal. Hingga
usia tiga tahun, ketika si anak dapat di tes dengan Stanford-Biner, IQ anak
ditambah berbagai faktor lain seperti IQ orang tua dal level pendidikan,
biasanya dapat membantu memprediksi nilai tes berikutnya
(Kopp&Kaler,1989;Kopp&McCall,1982;McCall&Carriger,1993). Ketika si
anak mendekati ulang tahun yang ke-5, hubungan antara nilai yang ada pada saat ini
dan yang kemudian muncul dimasa kanak-kanak berikutnya menjadi semakin kuat.
Tes IQ yang diberikan di usia hampir selesai dari taman kanak-kanak merupakan peramal
kesuksesan sekolah paling baik (Tramontana, Hooper & sSelzer 1988).
Satu faktor penting oleh HOME
adalah responsivitas orang tua. HOME memberikan kredit kepada orang tua bayi
atau batita yang membelai atau mencium si anak pada saat kunjungan penguji,
juga pada orang tua anak prasekoalah yang secara spontan menguji anaknya, dan
kepada orang tua anak yang lebih tua yang menjawab pertanyaan anak-anaknya.
HOME juga menguji jumlah buku yang ada di rumah, keberadaan permainan yang
mendorong perkembangan konsep, dan keterlibatan orang tua dalam permainan anak.
Nilai yang tinggi pada semua faktor ini cukup dapat diandalkan dalam
memprediksi performa kognitif(Bradley,Crowyn, Burchinal, McAdoo, & Coll,
2001; Klebanov et al., 1998).
Beberapa item HOME menjadi
kurang relevan secara cultur dalam keluar non-Barat (Bradley, Corwyn, McAdoo,
& Coll, 2001). Kita juga tidak bisa yakin bahwa berdasarkan HOME dan temuan
korelasional bahwa responsivitas orang tua atau pengayaan lingkungan rumah
benar-benar meningkatkan kecerdasan anak. Dapat kita katakan semua faktor ini
berkaitan dengan kecerdasan. Orang tua yang berpendidikan cenderung memberikan
lingkungan rumah yang merangsang dan positif, dan karena gen mereka diwariskan
kepada anak, terdapat pula kemungkinan pengaruh genetik dalam hal ini.
c.
Status
sosioekonomi, praktik parenting dan IQ
Karena
status ini terdokumentasikan dengan baik maka kemiskinan dapat menghambat
pertumbuhan kognitif anak dengan membatasi kemampuan orang tua untuk
menyediakan sumber daya pendidikan dan memunculkan efek psikologis negative
terhadap orang tua dan pengasuh mereka (McLoyd, 1990, 1998). Dalam hal ini
dapat kita simpulkan bahwa, anak-anak dari kalangan miskin memiliki kecenderungan
yang lebih kecil dibandingkan dari anak-anak kalangan berada untuk menerima
materi dan pengalaman yang lebih luas (Bradley, Corwyn, McAdoo, & Coll
2001). Orang yang berasal dari keluarga kelas atas menghabiskan lebih banyak
waktu dengan anak mereka, lebih banyak berbicara, dan menunjukkan ketertaikan
yang lebih tinggi terhadap apa yang mereka katakan. Anak-anak dari orang tua
yang melakukan berbagai hal ini cenderung untuk mendapatkan nilai yang baik
dalam tes IQ enam tahun kemudian. Mereka juga mendapatkan prestasi lebih baik
dalam bahasa dan ujian di sekolahketimbang anak-anak lain. Kalimat orang tua
dari kelas bawah banyak mengandung kata negatif seperti “berhenti” , “stop”,
“jangan”, dan anak yang menjadi objek bicara seperti ini memiliki prestasi dan
kecerdasan yang lebih rendah (B. Hart & Risley, 1989, 1992, 1996; D.
Walker, Greenwood, Hart, & Carta, 1994).
d.
Invensi dini
Invensi
dini merupakan proses sistematik dalam merencanakan dan menyediakan pelayanan
terapeutik dan pendidikan terhadap keluarga yang membutuhkan pertolongan untuk
memenuhi keperluan bayi, balita, dan anak prasekolah. Para periset
mengidentifikasikan enam mekanisme persiapan perkembangan (developmental
priming mechanism):
1.
Mendorong
eksplorasi lingkungan
2.
Mentoring dalam keterampilan
kognitif dasar dan sosial; seperti menempel, merangkai, menyusun, dan
membandingkan.
3.
Merayakan
keberhasilan
4.
Bimbingan dalam
keterampilan praktik dan perkembangan
5.
Perlindungan dari
hukuman yang tidak seharusnya, ejekan, ketidaksetujuan terhadap kesalahan atau
konsikuensi dari ketidaksengajaan mengeksplorasi dan mencoba keterampilan yang
ada
6.
Menstimulasi bahasa
dan komunikasi simbolik dan lainnya.
Intervensi dini yang paling efektif adalah:
1.
Yang dimulai sedini
mungkin dan terus berlangsung sampai usia prasekolah.
2.
Sangat intensif
(dengan kata lain menghabiskan lebih banyak waktu dalam sehari dan lebih banyak
hari dalam seminggu, bulan, atau setahun)
3.
Memberikian
pengalaman mendidik secara langsung,bukan hanya sekedar latihan parenting.
4.
Mengambil pendekatan
komprehensif yang mencakup kesehatan, konseling keluarga, layanan sosial, dan
5.
Disesuaikan dan
perbedaan individual.
2.1.3 Pendekatan Piagetian : Tahap Sensorimotor
Teori piaget menginpirasikan
banyak riset terhadap kognisi bayi dan anak-anak. Tahap pertama dari empat
tahap perkembangan kognitif piaget adalah tahap
sensorimotor. Sepanjang tahap ini (mulai dari lahir sampai berusia 2
tahun), bayi belajar tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka melalui indra
mereka yang sedang berkembang dan melalui aktifitas motor.
a.
Sub-tahap
tahap sensorimotor.
Tahap sensorimotor terdiri dari
beberapa sub-tahap yang mengalir dari satu ke yang lain seiring dengan semakin
kompleksnya skema pola prilaku
teroorganisir bayi. Banyak pertumbuhan kognitif dini ini muncul dari respon sirkular, dimana bayi belajar untuk
mereproduksi peristiwa menyenangkan atau menarik yang awalnya di temukan secara
tidak sengaja.
Pada sub-tahap pertama (lahir hingga 1 bulan), bayi yang baru lahir
mulai melatih beberapa kontrol berkenaan dengan repleks bawaan mereka,
melakukannya walaupun perangsang normalnya tidak ada. Misalnya, seorang bayi
yang baru lahir akan menghisap secara repleks ketika bibir mereka disentuh.
Mereka belajar untuk menemukan puting bahkan ketika mereka tidak disentuh dan
mereka menghisap pada saat mereka tidak lapar.
Pada sub-tahap kedua, bayi belajar untuk mengulang sensasi tubuh
menyenangkan yang mereka dapatkan awalnya secara tidak sengaja. Piaget menyebut
hal ini primary circular reaction
(reaksi sirkular primer). Mereka juga mulai menoleh ke arah suara, menunjukkan
kemampuan untuk mengoordinasikan berbagai jenis indra informasi yang berbeda
(penglihatan dan pendengaran).
Sub-tahap ketiga (sekitar
4 sampai 8 bulan) terjadi karena adanya
ketertarikan baru dalam memanipulasi objek dan mempelajari bagian tubuh
mereka. Dalam hal ini, bayi akan memasuki second
circular reaction (reaksi sirkular sekunder) yakni tindakan disengaja yang
diulang bukan hanya karena diri mereka sebagaimana yang terjadi pada sub-tahap
kedua, tapi untuk mendapatkan hasil dari balik tubuh bayi itu sendiri.
Pada sub-tahap keempat, koordinasi skema kedua (sekitar 8 samapi 12
bulan) mereka berkembang sesuai dengan beberapa skema yang mereka bawa sejak
lahir. Mereka belajar untuk menggeneralisir pengalaman masa lalu nereka untuk
memecahkan masalah baru, dan mereka dapat membedakan cara serta hasil. Mereka
merangkak untuk mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan, meraih benda tersebut
dan menyingkirkan penghalang untuk mendapatkannya. Mereka mencoba,
memodifikasi, dan menyamakan skema sebelumnya untuk menemukan yang dapat
bekerja apada situasinya saat itu. Sub-tahap ini menandai perkembangan prilaku
yang kompleks dan goal-directed.
Dalam sub-tahap kelima (sekitar 12 sampai 18 bulan) bayi mulai mencoba
perilaku baru untuk melihat apa yang akan terjadi. Mereka mulai berjalan,
mereka juga dapat lebih mudah mengekplorasi lingkungan mereka. Mereka memasuki reaksi sirkular tersier (tertiary
sircular reaction), memvariasikan tindakan untuk mendapatkan hasil yang serupa
ketimbang hanya mengulang prilaku menyenangkan yang secara tidak sengaja mereka
temukan. Untuk pertama kali mereka menunjukkan orisinalitas dalam memecahkan
masalah. Dengan trial and error, mereka mencoba beberapa tindakan sampai mereka
menemukan cara terbaik untuk mencapai tujuan.
Sub-tahap keenam,
kombinasi mental (sekitar 18 bulan sampai 2 tahun) merupakan transisi menuju
tahap pra-operasional masa kanak-kanak awal. Kemapuan representasional merupakan
kemampuan untuk secara mental merepresentasikan objek atau peristiwa dalam
ingatan, dan sebagian besar dilakukan melalui simnbol seperti kata, angka, dan
gambaran mental. Mereka dapat melakukan deffered imitation, yakni tindakan imitasi tanpa harus melihatnya terlebih
dahulu.
Perkembangan pengetahuan
berkenaan dengan objek dan ruang. Konsep objek merupakan dasar kesadaran anak,
bahwa mereka exsis dan terpisah dari objek dan orang lain. Piaget yakin bahwa
bayi mengembangkan pengetahuan berkenaan dengan objek dan ruang dengan memantau
tindakan mereka sendiri; dengan kata, dengan mengkoordinasikan informasi visual
dan motor. Pada usia 19 bulan yang menurut piaget merupakan awal dari pemikiran
representational yakni mereka menunjukkan pemahaman bahwa gambar tersebut
meperresentasikan sesuatu yang lain(DeLoache, Pierroutsakos, Uttal, Rosengren,
& Gottlieb, 1998).
b.
Kepermanenan
Objek
Kepermanenan objek merupakan
realisasi bahwa objek atau orang tersebut tetap eksis walaupun diluar pandangan
mata. Kepermanenan objek berkembang secara gradual sepanjang tahap sensori.
Pada sub-tahap ketiga (sekitar 4-8 bulan) mereka akan mencari sesuatu yang
mereka jatuhkan, tapi apabila mereka tidak dapat melihatnya, tindakan tersebut
akan berhenti. Pada sub-tahap keempat (sekitar 8 sampai 12 bulan) mereka akan
mencari objek tersebut di tempat pertama kali mereka menemukannya setelah
melihatnya menghilang, walaupun kemudian mereka melihatnya dipindahkan ke
tempat yang lain. Hal ini yang disebut dengan A, not-B error. Pada sub-tahap kelima (sekitar 12 sampai 18 bulan)
mereka tidak lagi membuat kesalahan ini, mereka akan mencari objek di tempat
terakhir mereka lihat objek tersebut menghilang. Akan tetapi, mereka tidak akan
mencari objek apabila mereka tidak melihatnya ketika disembunyikan. Pada
sub-tahap keenam (sekitar 18 sampai 24 bulan), kepermanenan objek dicapai
secara penuh, balita akan mencari objek walaupun tidak melihatnya ketika
disembunyikan.
A, not-B error merupakan tanda
ketidaksempurnaan dalam pemahaman konsep objek, ditambah dengan pandangan egosentri. Egosentris merupakan suatu
istilah yang digunakan oleh Piaget dalam hal yang tidak dapat mempertimbangkan
saran dari orang lain yang merupakan
karakteristik dari pemikiran seorang bayi.
Metode yang hanya didasarkan
kepada apa yang dicari oleh bayi dan berapa lama hal tersebut dilakukan,
menghilangkan kebutuhan akan aktivitas motor. Berdasarkan riset kontroversial,
bayi yang berusia 3 sampai 4 bulan, tidak hanya tampak memiliki pemahaman
terhadap kepermanenan objek, tetapi juga mengetahui beberapa prinsip yang
berkenaan dengan dunia fisik, memahami kategorisasi
dan kausalitas dan memiliki
konsep terbatas tentang angka. Kategorisasi
adalah kemampuan untuk mengklasifikasi atau mengelompokkan sesuatu kedalam kategori.
Hal ini baru akan muncul pada sub-tahap keenam, sekitar 18 bulan. Misalnya,
bayi yang berusia 7 sampai 11 bulan tampaknya menyadari bahwa burung dengan sayap yang lebar tidak
satu kategori dengan pesawat udara, walupun ada kemiripan di antara keduanya
dan keduanya dapat terbang (Mandler & McDonough, 1993).
c.
Objek dalam
Ruang
Dengan munculnya self-locomotion, bayi dapat mendekati
suatu objek dengan mengukur dan memperbandingkan antara objek yang satu dengan
objek yang lainnya. Menurut Piaget, hal ini merupakan awal penurunan gradual
egosentrisme mereka. Pada akhir tahap sensori motor seorang bayi mulai mengembangkan
pandangan allosentris (objektif) terhadap dunia. Allosentrisme merupakan suatu
kemampuan untuk mempertimbangkan hubungan dengan objek atau orang lain.
d. Imitasi Tersamar dan Tertunda
Imitasi tersamar (invisible imitation) merupakan imitasi
yang mengguna-kan beberapa bagian dari tubuh yang tidak dapat dilihat oleh
bayi, seperti mulut. Hal ini berkembang pada usia sekitar 9 bulan, setelah
imitasi nyata (visible imitation) yaitu penggunaan kaki dan tangan misalnya
yang dapat dilihat oleh bayi.
Piaget juga berpendapat bahwa anak di bawah usia 18 bulan
tidak dapat melakukan imitasi tertunda (deffered imitation)dari tindakan yang
mereka lihat beberapa waktu sebelumnya. Padahal beberapa riset menyatakan bahwa
bayi yang berusia masih sangat muda dapat mempertahankan representasi mental
dari sebuah peristiwa.
Imitasi tertunda dini mungkin merupakan cara bayi untuk
mengeksplorasi identitasnya. Ketika bayi melihat seorang dewas yang pernah
mereka lihat membuat suatu gerakan wajah yang berbeda sebelumnya, mereka
mungkin akan menirukan gerakan tersebut sebagai cara untuk membuktikan apakah
orang ini sam dengan orang yang dilihatnya sebelum ini. Dalam sebuah studi,
bayi yang berusia 16 sampai 20 bulan, dapat mereproduksi aktivitas yang telah
mereka saksikan dua atau empat bulan sebelumnya (Meltzoff, 1995). Temuan dalam
studi ini sejalan dengan temuan dalam pengkondisian operan yang mengatakan
bahwa bayi dan balita sama-sama memiliki kemampuan mengingat dalam jangka waktu
yang lama. Bayi dan balita terlihat jauh lebih kompeten secara kognitif
dibanding-kan dengan apa yang Piaget fikirkan dan menunjukkan sinyal dini
pemikiran konseptual.
2.2 Mempelajari Perkembangan Kognitif : Pendekatan Terkini
Para priset telah
melihat tiga pendekatan baru untuk menambahkan pengetahuan tentang perkembangan
kognitif bayi dan balita, yaitu :
·
Pendekatan
pemrosesan informasi, fokus pada proses yang mencangkup persepsi, pembelajaran,
ingatan dan pemecahan masalah. Pendekatan ini mencoba menyingkap apa yang
dilakukan orang-orang dengan informasi dari mulai mereka mendapatkannya hingga
saat mereka menggunakannya.
·
Pendekatan
cognitiveneuroscience, menguji “perangkat keras” sistem syaraf pusat.
Pendekatan ini berusaha mengidentifikasikan keterlibatan struktur otak dalam
aspek kognisi tertentu.
·
Pendekatan
sosial-kontekstual, menguji aspek lingkungan proses pembelajaran, khususnya
peran orang tua dan pengasuh lainnya.
2.2.1
Pendekatan
Pemrosesan Informasi : Persepsi dan Representasi
Teori pemrosesan informasi bernan dengan perbedaan
individual dalam kognisi. Riset pemrosesan informasi menggunakan metode baru
untuk menguji ide tentang perkembangan kognitif yang muncul dari pendekatan
psikometrik dan Piagetian.
a. Pembiasaan (Habitutation)
Banyak riset pemrosesan informasi bayi didasarkan pada
habituasi (pembiasaan/habituation), tipe pembelajaran ini dimana pengulangan
atau kesinambungan penerimaan terhadap stimulus (seperti berkas cahaya)
mengurangi perhatiannya terhadap stimulus yang ada. Dengan kata lain,
penampakan yang mirip menghilangkan ketertarikan. Seiring dengan semakin
biasanya bayi, mereka mentranformasikan sesuatu tidak biasa mejadi sesuatu yang
biasa, sesuatu yang tidak diketahui menjadi sesuatu yang diketahui (Rheingold).
Contohnya : seorang bayi yang sedang menghisap biasanya berhenti ketika
stimulus pertama dipresentasikan dan tidak akan menghisap lagi kecuali hal
tersebut barakhir. Setelah suara dan isyarat yang sama dipresentasikan berulang
kali, maka hal tersebut kehilangan keterbiasaannya dan tidak lagi menyebabkan
bayi berhenti untuk menghisap. Peningkatan respons terhadap stimulus baru ini
disebut dishabituasi. Habituasi
digunakan untuk mempelajari topik yang mencangkup mulai dari kemampuan bayi
untuk mendeteksi perbedaan antara pola visual berkenaan dengan kemampuan mereka
mengategorikan orang, objek, dan kejadian.
b. Kemampuan Perseptual dan Pemrosesan Awal
Jumlah waktu yang
dihabiskan bayi untuk menatap isyarat yang berbeda merupakan ukuran dari visual
preference (seleksi visual), yang didasarkan pada kemampuan untuk
pembedaan visual. Robert Fantz memberi contoh seorang bayi yang berusia dibawah
2 tahun memilih garis melingkar dibandingkan yang lurus, pola yang kompleks
ketimbang yang sederhana, objek tiga dimensi ketimbang dua dimensi, gambar muka
ketimbang gambar sesuatu yang lain, dan isyarat yang baru ketimbang yang sudah
akrab dengannya (Fantz, 1963, 1964, 1965 ; Fantz & Miranda, Fagen, 1975;
Fantz&Nevis). Visual recognition
memory adalah kemampuan untuk membeda-kan isyarat yang akrab dari yang
tidak akrab pada waktu yang sama, yang diukut dengan kecendrungan memendang
sesuatu yang baru tersebut lebih lama. Visual recognition memory bergantung
pada perbandingan informasi baru dengan informasi yang telah dimiliki oleh
bayi, dengan kata lain kemampuan untuk membentuk representasi mental.
Sedangkan menurut Piaget, studi seleksi habituasi dan
kebaruan menyatakan bahwa kemampuan ini telah ada ketika lahir atau setelah
kelahiran, dan kemampuan tersebut
menjadi efesien dengan cepat. Bayi yang baru lahir
dapat memilih suara yang telah mereka dengar sebelumnya ketimbang yang belum
pernah mereka dengar. Bayi yang baru lahir
cenderung mendengar suara yang mereka dengar di rahim.
Bayi
mendistribusikan perhatian mereka merupakan indikator efesien pemrosesan. Pengalaman bayi
berusia lima bulan mengungkapkan bahwa bayi tersebut dapat dilatih utnuk
mendistribusikan perhatian lebih
efisien dan kemudian meningkatkan pemrosesan informasi.
Piaget
percaya bahwa indra tidak saling berhubungan pada waktu lahir dan baru saling
berhubungan secara gardual melalui pengalaman. Fakta bahwa bayi yang baru lahir
akan mencari sumber suara menunjukkan bahwa mereka mengasosiasiakan penglihatan
dan pendengaran. Keammapuan yang lebih rumit adalah cross – modal transfer , yaitu kemampuan untuk menggunakan informasi
yang didapat dari satu indra untuk memandu indra lain, seperti ketika seseorang
mengelilingi ruang gelap berdasarkan perasaan berkenaan dengan lokasi objek
yang telah familier, atau mengidentifikasikan objek dengan pandangan setelah
merasakan mereka dengan mata tertutup.
Cross – modal transfer
digunakan untuk menilai sifat objek lainnya seperti bentuk, mulai terbentuk
beberapa bulan kemudian 9 Maurer
Strager &
Mondloch,1999). Dan pada usia 5-7 bulan, bayi dapat mengaitkan perasaan
menendang kaki mereka dengan citra visual yang bergerak (Schumckler &
Fsirhsll, 2001).
c. Pemrosesan
Informasi Sebagai Alat Pemrediksi Kecerdasan.
Anak
– anak
yang dari awal sudah efesian menerima
dan menginter-pretasikan informasi sensoris mencatatkan nilai yang
baik dalam tes kecerdasan. Habituasi dan kemampuan
memulihkan konsentrasi ( attention –
recovery) sepanjang 6 bulan hingga 1 tahun pertamaa biasanya berguna dalam
memprediksi kecerdasan masa kanak-kanak. Dalam sebuah sebuah penelitian,
kombinasi antara visusal recognation
memory pada usia 7 bulan dan cross-model transfer pada usia 1 tahun
memrediksi IQ usia 11 tahun, dan
hubungan yang sederhana (walaupun tetap sebagai hal yang luar biasa setealh 10
tahun kehidupannya) terhadap hubungan kecepatan dan memory memproses pada usia
tersebut( Rose &Feldman, 1995-1997).
Reaksi visual
dan antisipasi visual dapat diukur melalui paradigma ekspetasi
visual (visual expectation paradigm). Serangkaian
gambar muncul, sebagian disisi kana penglihatan sang bayi dan yang lain disisi kiri
penglihatannya. Gerakan mata bayi diukur untuk melihat seberapa cepat tatapn
mata mereka berubah kepada gambar yang baru saja muncul(antisipasi). Pengukuran
ini dilakukan untuk mengindikasikan atentivitas dan kecepatan pemrosesan, dan
juga kecendrungan untuk membentuk perkiraan berdasarkan pengalaman. Dalam studi
jangka panjang waktu reaksi visual dan antisipasi visual pada usia 3.5 bulan
berkaitan dengan IQ diusia 4 bulan. Waktu reaksi dan antisipasi cenderung
meningkat pada usia 8-9 bulan. Dengan ola yang kompleks bayi yang lebih muda
mungkin akan mengalaihkan pandangannya kepada pola yang muncul berikutya,
tetapi tidak ketempat dimana pola tersebut akan muncul. Juga, apabila bayi
menunjukkan ekspetasi perseptual terhadap isyarat baru, hal tersebut tidak
berarti mereka mengetahui apa yagn akan mereka lihat (Reznick, Chawarska
&Betts, 2000).
d. Violation
– Of – Epectation dan Perkembangan Pemikiran
Violation of expectation merupakan
metode riset dimana dishabituasi terhadap stimulus yang bertabraakn dengna
pengalaman diambil sebagai bukti bayi tersebut menanggap bukti baru sebagai hal
yang mengejutkan.
Dibandingkan dengan yang diyakini
oleh Piaget disini bayi mulai berpikir dan menalak dunia fisik jauh lebih awal.
Pertama-tama bayi dibiasakan untuk melihat event dalam bentuk normalnya.
Kemudian event tersebut diubah dengan cara yang bertentangan dengan ekspetasi
normal. Kecendrungan bayi untuk memandang event yagn berubah lebih lama (
dishabituasi) diinterpretasikan sebagai bukti bahwa bayi mengenal event
tersebut sebagai suatu yang mengejutkan.
Bayi lahir dengan kemampuan nalar ( reasioning abilities) yaitu
mekanisme pembelajaran bawaan yang membantu bayi memahami informasi yang
ditemukan atau mungkin mendapatkan kemampuan tersebut sangat segera setelah
lahir. Sebagian penyelidik justru lebih jauh lagi dengan menyatakan bahwa pada
saat lahir bayi tealh memiliki pengetahuan intuitif
berkenaan dengan prinsip fisik dasar pengetahuan yang kemudian terus
berkembang dengan pengalaman.
e. Kepermanenan
Objek( Object Permanence).
Menggunakan metode violation-of-expectation, Renee
Bailargeon dan para koleganya mengklaim telah
menemukan bukti bahwa kepermanenan objek ada dalam diri bayi pada usia 3 1/2 bulan.
f.
Angka Riset Violation-of-Expectation
Angka riset ini menyatakan bahwa pemahaman terhadap angka
dimulai jauh sebelum subtahap dimana subtahap ke-6 Piaget, tahap dimana si anak
belajar untuk menggunakan simbol.
g. Kausalitas
Pemahaman
tentang kausalitas yaitu prinsip
yang menyatakan satu
peristiwa akan menyebabkan peristiwa yang
lain – merupakan hal yang penting karena “ memungkinkan orang untuk memprediksi
dan mengontrol dunia mereka”. Piaget yakin pemahaman ini berkembang dengan
lamabat pada tahu pertama. Pada sekitar 4 sampai 6 bulan, bayi mampu meraih
objek, mereka mulai mengenali bahwa mereka dapat bertindak atas lingkungannya.
Dengan demikian konsep kausalitas berakar dari munculnya kesadaran mereka akan
kekuatan niat mereka. Akan tetapi merujuk kepada Piaget bayi belum mengetahui bahwa penyebab tersebut
harus ada sebelum akibat, dan baru sekitar 1 tahun mereka menadari bahwa
kekuatan.
h. Mengevaluasi
riset Violation - of - expectation.
Para
pendukung riset yang lebih baru bersikeras bahwa interpretasi konseptual
merupakan bukti terbaik (Baillargeon,
1999), akan tetapi variasi anyar dari eksperimen Baillargeaon menyatakan
sebaliknya. Dalam riset aslinya Baillargeon
menunjukkan rotasi 180 derajat jembatan gantung kepada bayi dari
berbagai usia. Ketika si bayi menjadi terbiasa dengan rotasi, penghalang dalam
bentuk kotak dimunculkan. Bayi berusia 4,5
bulan menunjukkan ( ditandai dengan lamanya tatapan) bahwa mereka menyadari
jembatan gantung tersebut tidak dapat bergerak menembus kotak. Ketika para
penyidik mengulang eksperimen tersebut namun kali ini menghilangkan kotak, bayi
berusia 5 bulan masih memandang lebih lama pada rotasi 180 derajat, walaupun
tidak ada penghalang. Hal ini menyatak bahwa penjelasan tersebut mungkin dapat
menjadi rujukan gerakan yagn lebih besar.
Sampai ada riset lebih lanjut yang
mengklarifikasi isu metodologis ini, kita harus berhati-hati mengambil
kesimpulan bahwa bayi memiliki kemampuan kognitif mirip orang dewasa hanya
berdasarkan data yang memiliki penjelasan lebih sederhana atau hanya
mempresentasikan pencapaian parsial dari kemampuan-kemampuan tersebut.
2.2.2
Pendekatan Cognitive
Neuroscience- Struktur Kognitif Otak.
Keyakinan Piaget bahwa kematangan
neurologis merupakan factor utama dalam perkembangan kognitif dikutkan oleh
riset otak masa kini. Studi berkenaan dengan fungsi otk bayi telah dilakukan
oleh prinsip behavioris dan tugas Piagetian. Studi lain tealh merekam perubahan
gelombang otak berkaitan dengan pemrosesan informasi dan menentukan struktur
otak mana yang memengaruhi ingatan. Otak tumbuh dengan pesat – periode
pertumbuhan dan perkembangan ceapt – beriring dengan perubahan dalam perilaku
kognitif mirip dengan apa yang dideskripsikan Piaget (Fischer & Rose, 1994,
1995).
Studi atas otak orang dewasa normal
dan yang tidak mengarah kepada 2 sistem memori jangka panjang – eksplisit dan
implisit – yang menangkap dan menyimpan berbagai jenis informasi. Memori eksplisit adalah ingatan sadar,
biasanya berupa fakta nama, peristiwa, atau hal yang lain yang dapat dinyatakan
oleh orang. Memori implicit merupakan ingatan bawah
sadar, biasanya berkenaan dengan kebiasaan dan keterampila; terkadang disebut memori prosedual.
Memori
impisit cenderung berkembang lebih awal dan sempurna lebih cepat. Dua jenis
memori telah ada pada beberapa bulan kehidupan. Salah satu bentuk memori
procedural paling awal adalah ingatan akan urutan seperti rangkaian lamu, yang
tampaknya berpusat distriatum. Jenis
memori dini lainnya adalah pengondisian, yang bergantug kepada cerebellum dan
nuclei cell yang terdapat jauh
didalam batang otak (Brain stem).
Sinyal mirip gerakan reflex memori eksplisit amat tergantung pada hippocampus, struktur seperti bintang
laut yang ada jauh didalam inti otak,
medial temporal lobe. Sistem memori preeksplisit ini memungkinkan bayi
mengingat cukup lama sinyal atau suara tertentu untuk dapat menunjukkan
preverensi sederhana.
Diantara bulan ke 6 dan 12, atau
mungkin lebih awal lagi, bentuk memori eksplisit yang lebih rumit memodifikasi
atau menggantikan bentuk preeksplisit.
Hal tersebut didasarkan pada struktur korteks yang merupakan tempat pengetahuan
umum (semammentic memory), sebagaimana
struktur otak yang berkaitan dengan hippocampus yang mengatur ingatan tentang
pengalaman tertentu. (episodic memory).
Kemajuan ini ditanggung jawab terhadap kemunculan bentuk transfer lintas model
yang kompleks.
Prefrontal
cortex(bagian besar lobbus frontalis yang berada tepat dibagian kepala
depan) dipercaya mengontrol aspek kognitif. Sepanjang paruh kedua tahun
pertama, prefrontal cortex dan sirkuit yang berkaitan dengannya mengembangkan
kapasitas memori kerja (penyimpanan informasi
jangka pendek dalam otak yang berproses dan terus bekerja secara aktif). Dalam
memori terjala representasi mental dipersiapkan untuk atau dipanggil dari,
penyimpanan.
Kinerja memori kerja yang agak
terhambat sangat bertanggung jawab terhadap lambatnya perkembangan kepermanenan
objek, yang berlokasi dibelakang daerah prefrontal cortex. Bagian otak ini
berkembang lebih lambat dibandingkan bagian yang lain. Pad abulan ke 12, bagian
ini mungkin telah culup berkembang untuk memungkinkan bayi menghindari A not- B errordengna mengontrol dorongan untuk mencari tempat dimana objek
tersebut ditemukan.
Walupun memori eksplisit dan memori
kerja terus berkembang setelah masa bayi, begitu dininya kemunculan struktur
memori otak membuat stimulasi lingkungan sepanjang bulan-bulan pertama
kehidupan adalah sangat penting Para teoritikus dan periset sosial-kontekstual
memberikan perhatian khusus terhadap dampak perubahan lingkungan.
2.2.3 Pendekatan
Sosial Kontekstual: Belajar dari Interaksi dengan Para Pengasuh
Konsep
guided participation Vigotsky dan
pandangannya terhadap pembelajaran sebagai prosese kolaboratif. Guided
participation merujuk pada interaksi mutual antara orang dewasa yang membantu
membentuk tindakan anak-anak dan menjembatani gap pemahaman anak-anak dengan
orang dewasa. Guided participation sering terjadi dalam bermain bersama dan
dalam aktifitas sehari-hari, dimana anak-anak mempelajari keterampilan,
pengetahuan, dan nilai penting dalam kultur mereka secara tidak formal.
2.3 Perkembangan
Bahasa
Sekali anak-anak mengenali kata,
mereka akan menggunakannya untuk merepresentasikan objek dan tindakan. Mereka
dapat memerhatikan orang, tempat, benda dan mereka dapat mengomunikasikan
kebutuhan, perasaan, dan ide mereka untuk mendapatkan control atas hidup
mereka.
Pertumbuhan bahasa mengilustrasikan
bagaimana semua aspek perkembangan berinteraksi. Seiring dengan struktur fisik
untuk menghasilkan suara menjadi sempurna, dan koneksi neural yang
dibutuhkan untuk menghubungkan suara
dengan makna menjadi aktif, interaksi social dengan orang dewasa memperkenalkan
bayi kepada karateristik komunikasi bahasa.
2.3.1 Rangkaian
Perkembangan Bahasa Awal
Sebelum bayi dapat menggunakan kata, mereka
mengungkapkan kenbutuhan dan perasaan mereka melalui suara seperti yang
dilakukan oleh Dody Darwin yang berkembang dari mulai tangisan, sergahan, dan
mengoceh. Kemudian imitasi tanpa sengaja, dan akhirnya meniru dengan maksud
Suara-suara ini yang dikenal dengan prelinguistic
speech (bahasa prangiluatistik). Bayi juga tumbuh
dengan kemapuan mengenal dan memahami suara perccakapan dan menggunakan gaya
yang bermakna. Biasanya bayi mulai berbicara di akhir tahun pertama, dan mulai
berbicara dalam kalimat pada bulan pertama atau sebelum delapan bulan hingga
satu tahun kemudian.
a. Vokalisasi Awal.
Menangis merupakan
satu-satunya cara bayi yang baru lahir untuk berkomunikasi. Berbagai nada,
pola, dan intensitas memberikan sinyal rasa lapar, mengantuk atau marah. Antara
minggu ke-6 dan bulan ke-3, bayi mulai meng-cooing ketika mereka merasa bahagia, menjerit, mendeguk, dan
membuat suara vokal seperti “ahh”. Antara usia 3 bulan dan 6 bulan, bayi mulai
bermain dengan suara yang mengandung arti (speech
sound), yaitu mencocokkan suara yang mereka dengar dari orang di
sekitarnya.
Babbling (mengoceh)
yaitu mengulang rangkaian huruf konsonan seperti “ma-ma-ma-ma” yang muncul di
antara usia 6 sampai 10 bulan. Meskipun kata-kata tersebut sebenarnya tidak
bermakna bagi bayi namun sering disalahartikan sebagai kata pertama bayi.
Sekitar usia 9 sampai 10 bulan, bayi dengan sengaja meniru suara tanpa mengerti
maknanya.
b. Mengenal
Suara Bahasa.
Kemampuan
untuk melihat perbedaan antarsuara merupakan hal yang esensial dalam
perkembangan bahasa. Sebagaimana yang kita saksikan, kemampuan ini telah ada
sejak atau bahkan sebelum lahir, dan menjadi semakin tajam pada tahun pertama
kehidupan.
Pada bulan ke-6 usianya, bayi
belajar untuk menganali suara dasar atau fonem
bahasa ibunya, dan terus bertambah kea rah perbedaan bentuk bicara dari
suara tersebut. Bayi berusia 6 ½ bulan melihat ke arah ibu mereka lebih lama
ketika mereka mendengar suara “mama” dan kepada ayah mereka ketika mendengar
“ayah” menunjukkan bahwa mereka mulai mengasosiasikan suara dengan makna,
paling tidak terhadap orang-orang special (Tincoff
& Jusczyk, 1999).
c. Isyarat
(Gestures).
Pada
usia 9 bulan, Maika menunjukkan objek, terkadang membuat suara yang menunjukkan
ia menginginkan barang tersebut. Antara usia 9 sampai 12 bulan, dia mempelajari
gerakan social konvensional: melambaikan tangan “da-da”, menganggukkan kepala untuk menyatakan “ya”, atau
menggelengkan kepala untuk “tidak”. Pada usia 13 bulan, dia menggunakan gerakan
representasional yang lebih kompleks seperti misalnya ia akan mendekatkan gelas
kosong ke mulutnya untuk menandakan bahwa ia ingin minum, atau mengangkat
tangannya untuk menunjukkan bahwa ia ingin digendong.
Gerakan simbolik, seperti meniup untuk
menandakan panas, atau menghirup untuk menunjukkan bunga, biasanya muncul pada
saat si bayi mengatakan kata pertama mereka, dan fungsi mereka persis seperti
bahasa. Gerak-isyrat muncul sebelum anak menguasai 25 kosakata dan menghilang
ketika anak belajar kata untk sesuatu yang diisyaratkannya dan mengucapkannya
sebagai ganti isyarat tersebut. (Lock,
Young, Service, & Chander, 1990).
Melakukan gerak-isyarat tampaknya
merupakan hal yang alami. Dalam sebuah studi observasional, anak dan orang
dewasa yang buta menggunkan gerak-isyarat ketika berbicara kepada pendengar
yang buta. Karena itu, penggunaan gerak isyarat tidak tergantung kepada model
atau observer, tapi lebih merupakan bagian inheren dari proses berbicara (Iverson & Goldin-Meadow, 1998).
Mempelajari
gerak isyarat membantu bayi belajar
berbicara. Dengan orang tuanya yang mengucapkan kalimat dengan gerakan maka
bayi akan lebih mudah untuk mengenali apa objek yang dimaksud oleh orang
tuanya. Dan dapat mempermudah kosakat pada si bayi untuk diingat dan dikenali.
Bayi memahami banyak bahasa sebelum mereka dapat menggunakannya. Kata pertama
yang paling dipahami oleh bayi adalah yang paling sering mereka dengar: nama
mereka dan kata “jangan” serta kata yang memiliki arti khusus bagi mereka.
Kosakata akan terus bertambah dan
tumbuh melalui tahap satu kata, yang biasanya berakhir pada sekitar usia 18
bulan. Pada usianya, balita khususnya mereka yang memiliki kosakata lebih
banyak dan reaksi lebih cepat dapat mengenali kata yang diucapkan hanya dari
bagian pertama dari kata tersebut. Misalnya, ketika mendengar kata “daw” atau
“ki”, maka mereka akan menunjukkan gambar anjing atau kucing (Fernald, Swingley, & Pinto, 2001). Di
antar usia 16 dan 24 bulan akan menjadi naming
explosion. Dalam beberapa minggu
balita akan berkembang dari hanya mengucapkan 50 kata menjadi 400 kata (Bates, Bretherton, & Snyder, 1988). Pesatnya
penguasaan kosakata yang diucapkan ini mencerminkan peningkatan kecepatan
dan akurasi pengenalan bahasa sepanjang
tahun kedua (Fernald, Pinto,Singley,
Weinberg, & McRoberts, 1998).
d. Kalimat
pertama.
Terobosan
linguistic penting berikutnya datang ketika si balita menggabungkan dua kata
untuk mengekspresikan satu ide. Biasanya anak-anak melakukan hal ini antara 18
dan 24 bulan, sekitar 8 sampai 12 bulan setelah mereka menguc apkan kata
pertamanya. Akan tetapi, cakupan umur ini bervariasi. Walaupun bahasa
prelinguistik sangat berkaitan erat dengan usia kronologis, bahasa lingusitik
justru tidak. Mayoritas anak terlambat bicara akan mengejar ketertinggalannya
dan mereka akan berbicara tanpa henti kepada kepada seseorang yang
mendengarkannya.
Pertama-tama, anak biasanya
menggunakan bahasa telegrafik, yang hanya terdiri dari beberapa kata esensial.
Ketika kita berkata “Ne Apu”, agaknya yang dimaksudkan olehnya adalah “nenek
nyapu lantai”. Penggunaan percakapan
telegrafik oleh anak-anak da bentuknya amat beragam, tergantung kepada
bahasa yang dipelajari. Susunan kata biasanya menguatkan apa yang didengar oleh
anak, kita akan mengatakan “Ne apu” ketika si nenek menggerakkan sapunya.
Di antara usia 20 sampai 30 bulan,
anak menunjukkan peningkatan kompetensi dalam sintak (syntax), yaitu aturan untuk menyusun kalimat dalam bahasa mereka.
Sepanjang tahun pertama, para bayi sensitive terhadap keberadaan kata
fungsional; dan pada usia 10 ½ bulan mereka dapat mengutarakan kalimat normal
yang kata fungsionalnya telah digantikan oleh kata tak bermakna yang memiliki
suara yang sama.
2.3.2 Karakteristik
Bahasa Awal
Anak-anak
menyederhanakan masalah dengan
menggunakan percakapan telegrafik untuk menyampaikan pesan yang dimaksud.
Anak-anak memahami hubungan gramatikal yang tidak dapat mereka ekspresikan pada
symbol-simbol tertentu dan menyempitkan makna kata yang mereka pahami untuk
suatu objek nyata. Anak-anak juga meluaskan makna seperti melihat kakeknya yang
berambut putih maka setiap dia melihat orang memiliki rambut berwarna putih
makanya dia memanggilnya dengan kakek. Dan anak-anak terlalu memahami aturan
dengan cara yang kaku tanpa tau ada hal yang dikecualikan terhadap
aturan-aturan.
2.3.3 Teori
Klasik Penguasaan Bahasa: Perdebatan Nature-Nurture
Skinner (1957), Merujuk kepada teori
pembelajaran klasik, anak belajar bahasa melalui pengkondisian operan.
Pertama-tama, bayi mengeluarkan suara acak. Pengasuh menguatkan suara yang
dapat membentuk pembicaraan orang dewasa dengan senyuman, perhatian, dan
pujian. Bayi kemudian mengulangi apa yang dia dengar dan suaram yang sering ia
dengar. Observasi, imitasi,, dan penguatan sangat mungkin memberikan kontribusi
terhadap perkembangan bahasa, tapi sebagaimana yang dinyatakan oleh Chomsky
(1957) secara persuasive, mereka itu tidak dapat menjelaskan semuanya dengan
tuntas. Satu hal yang patut diperhatikan, kombinasi dan nuansa kata amat
beragam dan sangat komplek sehingga mereka tidak dapat seluruhnya didiskusikan
dengan pelafalan dan penguatan tertentu. Kemudian, para pengasuh biasanya
menguatkan pelafalan yang kurang gramatis, selama kata-kata tersebut dipahami.
Pandangan Chomsky disebut nativisme. Berbeda dengan teori pembelajaran
Skinner, para nativis menenkankan peran aktif pengajar. Karena bahasa bersifat
universal bagi manusia, Chomsky (1957, 1972) menyatakan bahwa otak manusia
memiliki kemampuan bahwa untuk menguasai bahasa, maka proses seorang bayi
belajar bicara sama alamiahnya dengan proses belajar berjalan. Dukungan
terhadap pendapat natavisme datang dari kemampuan bayi yang baru lahir untuk
membedakan suara yang mirip, dan hal tersebut menyatakan bahwa mereka “lahir
dengan mekanisme perceptual yang kemudian menjadi alat untuk berbicara”. Nativis memaparkan bahwa semua anak
menguasai bahasa ibu mereka pada urutan yang berkaitan dengan umur yang sama
tanpa pengajaran formal. Lebih jauh lagi, otak manusia satu-satunya hewan
dengan bahasa yang berkembang dengan sempurna yang berstruktur lebih besar pada
satu sisi, menunjukkan bahwa mekanisme bawaan untuk suara dan bahasa dapat
ditemukan dalam hemisphere (belahan
otak) yang lebih besar bagian kiri pada kebanyakan orang. Akan tetapi, pendekatan nativisme tetap tidak dapat menjelaskan
dengan rinci bagaimana mekanisme tersebut bekerja. Pendekatan tersebut tidak
memberi tahu kita mengapa sebagai anak menguasai bahasa lebih cepat
dibandingkan yang lain, mengapa terdapat perbedaan keterampilan dan efesiensi bahasa
pada diri anak, atau (sebagai yang akan kita saksikan). Mengapa perkembangan
percakapan tergantung kepada adanya orang lain yang menjadi teman bicaranya,
tidak hanya dari hasil mendengarkan.
Bagian besar dari pakar perkembangan
saat ini percaya bahwa penguasaan bahasa, seperti bagian besar aspek
perkembangan lain, bergantung kepada keterjalinan antara yang bersifat bawaan
dan yang bersifat pengajaran (nature dan
nurture). Anak-anak terlepas dari apakah mereka dapat mendengar ataiu tidak
sangat mungkin memiliki kemampuan menguasai bahasa, yang dapat diaktifkan atau
dibangkitkan melalui pengalaman.
2.3.4 Pengaruh pada perkembangan bahasa awal
a. Kematangan Otak.
Perkembangan dan pengorganisasian kembali otak sepanjang
bulan dan tahun pertama sangat berkaitan dengan perkembangan bahasa. Proses bahasa otak bersumber dari koordinasi
sejumlah struktur otak (Owens, 1996). Daerah kortikal yang berkaitan dengan
bahasa masih belum sempurna hingga usia prasekolah akhir atau sebelumnya –
bahkan ada beberapa yang baru sempurna hingga dewasa. Pada awal tahun II ketika
mayoritas anak-anak mulai berbicara, jalur yang menghubungkan aktivitas
auditoris dan motor menjadi sempurna (Owens, 1996). Studi terhadap anak yang
memiliki kerusakan otak menyatakan bahwa periode sensitif eksis sebelum
lateralisasi bahasa menjadi baku. Plastisitas otak bayi mengijinkan
pentransferan fungsi dari daerah yang rusak kepada daerah lainnya. Karena itu,
ketika seorang dewasa yang hemisphere kirinya diangkat atau terluka, akan
mengalami ketidakmampuan berbahasa parah yang permanen, tetapi seorang anak
kecil yang mengalami peristiwa ini akan
dapat berbicara dan memahami pembicaraan dengan kemampuan mendekati
normal (Nobre & Plunkett 1997, Owens, 1996). Aktivitas otak pada berbagai
tempat di termpurung otak ketika seorang bayi mendengarkan serangkaian kata,
sebagiannya tidak mereka pahami. Antara usia 13 dan 20 bulan, periode
pertumbuhan kosakata, pemahaman si bayi tampak semakin teralisasi (Mills,
Cofley-Corina, & Neville, 1997) bukti ini bersumber dari temuan bahwa
bagian atas lobus temporal, yang bertanggung jawab terhadap pendengaran dan
pemahaman percakapan, dapat diaktifkan oleh seorang tuli sejak lahir dengan
menggunakan bahasa isyarat (Nishimura et all., 1999). Temuan ini menyatakan
bahwa penugasan dari fungsi bahasa kepada struktur otak tertentu, merupakan
proses gradua yang terhubung kepada pengalaman verbal perkembangan kognitif
(Nobre & Plunkett, 1997).
b. Interaksi Sosial: Peran Orang Tua dan Pengasuh.
Bahasa merupakan tindakan sosial. Orang tua atau pengasuh
memainkan peran penting pada setiap tahap perkembangan bahasa.
c. Pada Periode Prelinguisitik.
Orang dewasa membantu bayi bergerak maju ke arah
berbicara dalam arti mengulang suara yang dibuat oleh si bayi. Lalu si bayi
akan mengikuti kembali suara yang tadi didengarnya. “pengimitasian suara bayi”
oleh orang tua akan berdampak pada kecepatan mendengar bahasa (Hardy-Brown
& Plomin. 1985; Hardy-Brown, Plomin, & DeFries 1981). Pengasuh mungkin
dapat membantu bayi memahami kata yang diucapkan, misal;nya ia menunjuk sebuah
boneka Dora dan berkata pada si bayi “Tolong ambilkan Saya Dora”. Apabila bayi
tidak merespon, orang dewasa dapat mengambil boneka tersebut sambil berkata
“Dora”.
d. Perkembangan Kosakata.
Ketika bayi mulai berbicara, orang tua atau pengasuh
membantunya dengan mengulang kata pertama dan mengucapkan kata tersebut dengan
benar. Kosakata akan meningkat ketika orang dewasa menangkap kesempatan yang
tepat untuk mengajari anaknya sebuah
kata baru. Misalnya, seorang ibu yang berkata “Ini Bola” dan ketika si
anak melihat bola tersebut, ia akan mengingat kata itu daripada ketika ia
sedang bermain dengan orang lain dan si ibu mencoba mengalihkan perhatiannya ke
bola. Orang dewasa membantu batita yang mulai menyatukan kata dengan
mengembangkan apa yang diucapkan oleh anak. Bayi belajar dengan mendengar apa
yang diucapkan oleh orang dewasa akan tetapi, sensitivitas dan responsivitas
terhadap level perkembangan anak jauh lebih berarti ketimbang jumlah dari kata
yang digunakan oleh ibu. Dalam sebuah studi jangka panjang, dimana batita
berusia 13 dan 20 bulan diamati ketika berinteraksi dengan ibu, sang ibu yang
menggunakan jumlah kata yang terus bertambah sesuai dengan perkembangan
kemampuan bahasa anak dan anak yang memiliki kosakata apaling banyak adalah
yang paling responsif (Bronstein, Tamis-LeMonda & Haynes,1999).
Terdapat dua istilah bahasa dalam rumah tangga yang
digunakan yakni : code mixing dan code switching. Code mixing adalah penggunaan dua elemen bahasa yang terkadang
dalam satu ucapan, oleh anak yang tumbuh dalam rumah tangga yang menggunakan
kedua bahasa tersebut. Code switching
adalah perubahan percakapan seseorang sesuai dengai situasi, sebagaimana dengan
orang yang berbahasa lebih dari satu bahasa.
e. Child-Directed Speech ( CDS)
CDS merupakan bentuk percakapan yang sering kali
digunakan kepada bayi atau batita : percakapan yang lambat dan sederhana, suara
yang meninggi dan ucapan yang berat, kata dan kalimat ringkas, dan banyak
pengulangan. Banyak priset percaya bahwa CDS membantu anak-anak untuk belajar
bahasa ibu mereka atau paling tidak menguasainya lebih cepat. Dalam sebuah
studi observasional lintas kultur, para ibu yang berasal dari Amerika Serikat,
Rusia, dan Swedia di rekam ketika berbicara dengan bayi, berusia 2 sampai 5
bulan. Terlepas apakah sang ibu berbicara bahasa Inggris, Rusia, atau Swedia,
mereka menghasilkan suara vokal yang lebih berirama ketka berbicara kepada bayi
ketimbang ketika berbicara kepada orang dewasa lainnya. Tampaknya, jenis input
lingustik ini membantu bayi mendengar perbedaan karakteristik dalam irama (
speech sound).
Pada minggu ke-20 babbling si bayi mengandung vokal yang
berbeda yang merefleksikan perbedaan vonetik yang berubah sebagaiman yang
diucapkan oleh ibu mereka (Kuhl et al., 1997). Sebagian peneliti menolak nilai
penting CDS. Mereka berpendapat bahwa bayi akan berbicara lebih cepat dan lebih
baik apabila mereka mendengar dan dapat merespon pembicaraan orang dewasa yang
lebih kompleks.
2.1
Persiapan untuk
Literasi: Keuntungan Membaca dengan Keras
Kebanyakan dari bayi senang ketika
dibacakan cerita. Nada dari pembacaan yang dilakukan oleh orang tua atau
pengasuh untuk mereka, dan juga cara mereka membacakannya, dapat memengaruhi
seberapa baik seorang anak bicara dan akhirnya seberapa baik mereka membaca.
Anak-anak yang belajar membaca dini biasanya adalah mereka yang orang tuanya
sangat sering membacakan cerita untuk mereka dan melakukab hal tersebut ketika
mereka masih sangat muda. Membaca untuk bayi atau batita menawarkan kesempatan
untuk keintiman emosional komunikasi dan merangsang pembicaraan orang tua anak.
Sesi membaca dengan keras menawarkan kesempatan yang sempurna untuk interaksi
jenis ini.
Orang dewasa cenderung memiliki
salah satu dari tiga gaya membaca untuk anak: describer style, comprehender style, and performance oriented sytle. Seorang
describer focus pada mendeskripsikan apa yang terjadi dalam gambar, dan
mengajak anak untuk melakukan hal yang sama. Comrehender mendorong anak untuk
melihat lebih dalam pada makna cerita untuk membuat kesimpulan serta prediksi.
Performance oriented membaca cerita tersebut secara langsung, memperkenalkan
tema inti dari cerita tersebut sebelum memulai dan memberikan pertanyaan setelah
pembaca selesai.
Teknik yang menjanjikan bagi
anak-anak yang normal dan bagi mereka yang menunjukkan kelambanan bahasa atau memiliki resiko
masalah perkembangan membaca, disebut dialigic
reading atau share reading. Dalam
metode ini yang mirip dengan gaya describer,
“si anak belajar menjadi pendongeng” dan orang dewasa bertindak sebagai
pendengar aktif. Orang tua diajarakan untuk menanyakan pertanyaan yang
menantang dan terbuka ketimbang pertanyaan yang hanya mengjendaki jawaban “ya”
atau “tidak”. Mereka menindaklanjuti jawaban si anak dengan lebih banyak
pertanyaan, mengulang dan meluaskan apa yang diucapkan anak, membentulkan
jawaban yang salah dan memberikan kemungkinan alternative, membantu si anak
sesuai kebutuhan, dan memberikan pujian serta dorongan. Mereka mendorong anak
untuk menghubungkan cerita tersebut kepada pengalaman si anak sendiri.
Anak-anak yang terlalu sering
membaca, khususnya dengan cara ini menunjukkan keterampilan bahasa yang lebih
baik ketika mereka berusia 2 ½ , 4 ½ , dan 5 tahun serta memiliki pemahaman
bacaan yang lebih baik ketika berusia 7 tahun. Dalam salah satu studi, bayi
berusia 21-35 bulan dengan orang tua yang menggunkan metode ini mencatatkan
enam bulan lebih tinggi dalam kosakata dan keterampilan bahasa ekspresif ketimbang
kelompok control. Kelompok eksperimental juga unggul dalam keterampilan prereading, kompetensi yang membantu
dalam belajar membaca, seperti belajar
bagaimana bentuk dan suara huruf.
Shared
reading lebih aktif ketimbang hanya berbicara dengan anak karna memberikan
kesempatan alamiah untuk memberikan informasi dan meningkatkan kosakata. Metode
tersebut member focus bagi perhatian anak dan dewasa serta untuk melontarkan
pertanyaan dan respons terhadap pertanyaan. Metode ini mengasyikkan bagi anak
dan orang dewasa. Ia menawarkan cara untuk mendukung ikatan emosional dan
meningkatkan perkembangan kognitif.
BAB III
PENUTUP
2.1
Kesimpulan
1.
Mempelajari
Perkembangan Kognitif : Pendekatan Klasik
·
Pendekatan behaviouris
mempelajari mekanika dasar
pembelajaran. Pendekatan tersebut memberikan perhatian terhadap bagaimana
perilaku berubah sebagai respon terhadap suatu pengalaman. Dua tipe yang dipelajari dalam pendekapat behavior adalah
pengkondisian klasik dan pengkondisian operan.
·
Pendekatan pskometris
mencoba mengukur perbedaan kuantitatif dalam
kemampuan kognitif dengan menggunakan tes yang mengindikasikan atau meramalkan
kemampuan ini. Tes ini mengukur
faktor yang dianggap membentuk kecerdasan. Tes perkembangan seperti skala perkembangan
bayi Barley, status ekonomi, praktik parenting dan lingkungan orang tua dapat
mempengaruhi kecerdasan anak. Namun apabila mekanisme persiapan tidak ada, maka
intervensi dini sangat mungkin diperlukan.
·
Pendekatan Piagetian
memerhatikan perubahan, atau langkah-langkah, dalam kualitas fungsi kognitif. Pendekatan tersebut memberikan perhatian
tentang bagaimana pengertian menstruktur aktifitasnya dan beradaptasi dengan
lingkungannya. Tahap sensorimotor merupakan
tahap pertama dari empat tahap
perkembanagn kognitif Piaget. Kepermanenan objek berkembang secara gradual.
Piaget memandang A, not-B error sebagai ketidaksempurnaan pengetahuan objek dan
pemikiran yang bersifat egosentris. Terdapat pula istilah Piaget yang
bertentangan dengan egosentris, yakni allosentris.
2.
Pendekatan
Pemrosesan Informasi : Persepsi dan Representasi
Periset mengukur proses mental melalui habituasi dan
sinyal kemampuan perseptual lainnya. Hal ini berlawanan dengan Piaget yang
menyatakan bahwa kemampuan representasional merupakan bawaan lahir. Pendekatan
violation-of-expectation menyatakan seorang bayi yang baru berusia 3 ½ sampai 5 bualn mungkin telah memiliki
kemampuan dasar dalam menangkap kepermanenan objek, pemahaman tentang angka,
kausalitas, dan lain sebagainya. Studi otak telah menemukan bahwa beberapa
bentuk memori implisit , primitif preeksplisit, dan memori eksplisit berkembang
sepanjang tiga tahun pertama. Interaksi terhadap orang dewasa membantu
meningkatkan kompetensi kognitif melalui keterampilan.
3. Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan
aspek penting dalam perkembangan kognitif. Ahasa prelinguistik mencakup
menagis, menyergah, mengoceh, dan menirukan suara. Bayi terlebih dahulu
menggunakan isyarat tubuh, kemudian memahami dan mengenali kata sebelum mereka
mampu mengucapkannya. Kalimat singkat pertama biasanya muncul antara 18 sampai
24 bulan. Dua teori klasik tentang bagaimana seorang anak menguasai bahasa
adalah teori pembelajaran dan nativisme. Karakteristik bahasa dapat
mempengaruhi pembelajaran bahasa. CDS (Child-Directed
Speech) membantu anak-anak untuk belajar bahasa ibu mereka atau paling
tidak menguasainya lebih cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Paplia, Diane E., dkk,.2008.Human Development(Psikologi Perkembangan). Jakarta:Kencana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar