Pendekatan
Kognitif dalam Pembelajaran (Teori Bandura)
Bandura lahir di Mundare, Alberta Utara,
kanada 04 desember 1925. Setelah SMA dia bekerja pada musim panas di Alaska
High Way.
Ia menerima gelar
sarjana psikologi dari University of British Columbia pada tahun 1949 dan
mendapat gelar Ph.D dari University of Lowa pada tahun 1952. Di sanalah ia
berada dibawah pengaruh tradisi behavioris dan teori pembelajaran.
Teori kognitif sosial
menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan juga faktor perilaku memainkan
peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspetasi seseorang
untuk meraih keberhasilan. Model determinisme resi prokal yang terdiri dari 3
faktor utama : perilaku, person atau kognitif , dan lingkungan. Bandura
menggunakan istilah person tetapi kita memodifikasinya menjadi person
(cognitive) karna banyak faktor orang yang dideskripsikannya adalah faktor
kognitif.
Dalam model
pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting. Faktor
person (kognitif) yang ditekankan Bandura (1997,2001) pada masa belakangan ini
adalah self-efficacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi
dan menghasilkan hasil positif. Bandura menyatakan bahwa self-efficacy
berpengaruh besar terhadap perilaku. Misalnya seseorang yang self-efficacynya
rendah tidak mau berusaha menghilangkan rasa takut terhadap ular karena dia
tidak percaya rasa takut tersebut tidak bermanfaat baginya ketika ia pergi
camping bersama temannya.
Bandura berfokus pada
sikap-sikap yang terlihat dan sedikit atau sama sekali tidak ada perhatian pada
proses-proses mental. Sejak itu ia memulai pendekatan kognitif, dalam
pembelajarannya, Bandura berfokus pada bagaimana manusia belajar melalui
hal-hal yang diamati. Contohnya, Bandura berkata bahwa seorang anak dapat
belajar membenci laba-laba karena mengamati sikap orang lain yang menunjukkan
rasa sangat takut pada laba-laba (social kognitif learning).
Bandura percaya bahwa
jika kita hanya belajar dengan cara trial-and-error, maka belajar menjadi
sesuatu yang sangat sulit dan memakan waktu lama. Dari pada melakukan sesuatu
secara trial-and-error, banyak prilaku kompleks yang berhasil dilakukan karna
adanya paparan atau karna kita melihat contoh prilaku (yang dilakukan oleh
model, orang lain disekitar kita). Dengan mengamati orang lain, kita dapat
memiliki pengetahuan, keterampilan, peraturan, strategi, kepercayaan dan sikap
(Schunk, 2008).
Bandura menemukan bahwa
manusia belajar sambil mengamati dan banyak pembelajaran pada manusia melalui
pengamatan.
Bobo
Doll Experiment
Dalam sebuah eksperimen
yang dilakukan Bandura (1995) mengilustrasikan bagaimana pembelajaran dapat
dilakukan hanya dengan mengamati model yang bukan sebagai penguat atau penghukum.
Eksperimen ini juga mengilustrasikan perbedaan antara pembelajaran dan kinerja
( performance). Sejumlah anak taman kanak-kanak secara acak ditugaskan untuk
melihat 3 film dimana ada seseorang (model) sedang memukuli boneka plastik
seukuran orang dewasa yang dinamakan boneka bobo. Dalam film pertama,
penyerangnya diberi permen, minuman ringan, dan dipuji karena melakukan
tindakan agresif.
Dalam film kedua, si
penyerang ditegur dan ditampar karena bertindak agresif. Dalam film ketiga,
tidak ada konsekuensi atas tindakan si penyerang boneka. Kemudian masing-masing
anak dibiarkan sendiri berada di ruang penuh mainan, termasuk boneka bobo.
Perilaku anak diamati melalui cermin satu arah. Anak yang menonton film dimana
perilaku penyerang diperkuat atau tidak dihukum apapun lebih sering meniru
tindakan model ketimbang anak yang menyaksikan si penyerang dihukum. Anak
lelaki lebih agresif ketimbang anak perempuan. Namun, poin penting dalam studi
ini adalah pembelajaran observasi terjadi sama ekstensifnya baik itu ketika
perilaku agresif diperkuat maupun tidak diperkuat. Poin penting kedua dalam
studi ini difocuskan pada perbedaan antara pembelajaran dan kinerja karna murid
tidak melakukan respon bukan berarti mereka tidak mempelajarinya. Dalam studi
Bandura, saat anak diberi insentif ( dengan stiker atau jus buah) untuk meniru
model, perbedaan dalam perilaku initatif anak dalam tiga kondisi itu hilang.
Bandura percaya bahwa ketika anak mengamati perilaku tetapi tidak memberikan
respon yang dapat diamati, anak itu mungkin masih mendapatkan respon model
dalam bentuk kognitif.
Model Pembelajaran Melalui Pengamatan Bandura
Dalam pembelajaran ini,
tidak ada pembelajaran yang terjadi secara coba-salah seperti pada pengondisian
instrumental. Pemebelajaran melalui pengamatan biasanya memakan waktu yang
lebih singkat.
Menurut Bandura ada 4 proses yang
terlibat didalam pembelajaran melalui pengamatan:
a.
Attention
Pengamat harus
memberi perhatian pada apa yang dikatakan dan dikerjakan oleh model (orang yang
diamati). Memberi perhatian kepada model dipengaruhi oleh karakteristik model
tersebut. Orang yang hangat, memiliki kekuasaan, unik akan sanggup menyita
perhatian dari pada orang yang dingin, lemah atau biasa-biasa saja.
Contoh :
pengamat melihat seorang wanita yang sedang memegang seekor laba – laba besar.
Ia merasa sangat takjub.
b.
Memory
Pengamat harus
mengingat setiap informasi didalam ingatan sehingga dapat mengeluarkan ingatan
tersebut saat diperlukan yang akan membantu pengamat meniru sifat model.
Contoh :
pengamat selalu mengingat model yang tidak takut memegang laba-laba.
c.
Imitation
Pengamat harus
mampu mengingat informasi dan kemudian meniru sikap yang dilakukan oleh model.
Contoh :
pengamat akan meniru rasa tidak takut dan cara model memegang seekor laba-laba.
d.
Motivation
Pengamat harus
memiliki beberapa alasan atau dorongan untuk meniru sikap model. Pada banyak
kejadian, kita dapat memberikan perhatian dengan baik pada apa yang model
lakukan, mengendapkan informasi tersebut dan memiliki alasan atau dorongan yang
baik untuk melakukan tindakan yang dilakukan oleh model. Namun, kita sering
kali gagal untuk melakukan tindakan tersebut karna kurangnya alasan atau
dorongan. Pentingnya hal ini ditunjukkan oleh bandura (1965) dalam studi
awalnya mengenai seorang anak yang melihat seorang model dihukum karna
agresifitas, mengulang tindakan model hanya karna mereka ditawarkan insentif
untuk melakukannya.
Menurut Bandura
ada beberapa jenis motivasi yaitu :
dorongan masa lalu, dorongan yang dijanjikan ( insentif ), dorongan-dorongan
yang kentara.
·
Dorongan masa lalu
Dorongan-dorongan sebagaimana yang
dimaksud kaum behavioris tradisional.
·
Dorongan yang dijanjikan ( insentif )
yaitu yang bisa kita bayangkan
·
Dorongan-dorongan yang kentara yaitu
seperti melihat atau teringat akan model-model yang patut ditiru.
Contoh :
pengamat termotivasi untuk tidak takut pada laba-laba karena ia akan pergi
camping bersama teman-temannya, jika pengamat berhasil meniru sikap tenang
model ketika memegang laba-laba dan menghilangkan rasa takutnya ketika ia pergi
camping bersama teman-temannya.
Contoh tersebut
menunjukkan bagaimana 4 proses mental berlangsung selama social cognitive learning. Berikut merupakan pembelajaran
kognitif yang biasanya membutuhkan waktu dan usaha.
Bandura
juga menekankan pentingnya nilai-nilai dan standar diri dalam kepribadian. Kita
belajar standar diri bagi perilaku kita melalui observasi atau pengamatan.
Standar diri orang lain yang menjadi model. Kita juga mempelajari standar diri
kita melalui standar yang digunakan orang lain ketika dihargai atau menghukum
kita. Ketika kita mengadopsi standar-standar bagi diri kita sendiri dan
menggunakannya untuk mengevaluasi perilaku kita sendiri, kita telah
mengembangkan yang disebut Bandura dengan regulasi diri. Ketika kita
berperilaku dengan cara yang memenuhi standar diri kita, kita memperkuat diri
kita sendiri. Umumnya kita tidak benar-benar mengatakan kepada diri kita
sendiri, “ semuanya baik - kamu telah melakukan yang benar. Sebaliknya,
kita merasakan kebanggaan diri atau kebahagian ketika kita menemukan standar (
teori Freud: ego ideal) . sebaliknya, kita menghukum diri kita sendiri ( merasa
berdosa, kecewa) ketika kita gagal menemukan standar ( seperti teori kesadaran
Freud ) . Dengan cara ini , kita menemukan proses regulasi diri sama seperti
tujuan super ego Freud. jadi, regulasi diri adalah kemampuan mengontrol
perilaku diri sendiri yang merupakan salah satu dari sekian penggerak utama
dari perilaku manusia.
Penerapan
Social Cognitive Learning dalam Menghadapi Ketakutan pada Ular
·
Latar belakang
Walaupun
kebanyakan orang waspada pada ular, ada beberapa orang yang memiliki ketakutan
intens pada ular. Bandura dan teman-temannya menemukan bahwa orang-orang yang
memiliki ketakutan intens pada ular tidak menyukai kegiatan di luar rumah
seperti hiking dan berkebun. Ketakutan subject pada ular dengan objective dapat
diukur dengan mencatat berapa banyak dari 29 langkah yang meningkatkan reaksi
ketakutan yang di tunjukkan oleh subject.
Contoh :
Langkah 1 yaitu,
menyentuh kandang kaca tempat ular tersebut.
Langkah 29 yaitu,meletakkan ular dipangkuan
mereka dan membiarkannya merayap di badan mereka.
·
Treatment
Satu
kelompok mengamati seorang model menengani seekor ular cobra ganas sepanjang 4
kaki, setelah mengamati selama 15 menit subject diajak untuk sedikit demi
sedikit mendekati ular. Kemudian model mulai memegang ular dan menyuruh subject
meniru perbuatannya, selagi model memegang ular subject didorong untuk
menyentuh ular dengan sarung tangan.
Kelompok
subject lain yang memiliki ketakutan intens pada ular masih merasa takut yang
intens karena mereka tidak menerima treatment.
·
Hasil dan kesimpulan
Subject
yang mengamati seorang model menangani ular dan kemudian meniru sikap model
mencapai rata-rata 27 dari 29 langkah mendekati skala. Subject yang tidak
menerima treatment hanya mencapai 10 dari 29 langkah.
Ini
menunjukkan bahwa sikap dapat merubah melalui social cognitive learning yang
menekankan pengamatan dan peniruan. Bandura percaya bahwa manusia memperoleh
informasi tentang ketakutan, aturan-aturan sosial, diskriminasi dan intraksi
sosial melalui socoal cognitive learning.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar