Teori
Penyalahtempatan Motivasi
Kerja
Teori penyalahtempatan motivasi
kerja mengidentifikasi
karakteristik individual sebagai sumber dari kekuatan yang memproduksi,
mengarahkan, dan mempertahankan usaha yang dikeluarkan dalam kebiasaan
tertentu. Teori terbaik yang diketahui
sesuai dengan topik tersebut
adalah teori yang dikemukakan oleh Maslow.
Kebutuhan
Hierarki Maslow
Maslow adalah seorang psikolog klinis. Dengan
berdasarkan basis pengalamannya sebagai seorang klinis, ia menduga bahwa
orang-orang memiliki 5 kebutuhan umum yang dapat disusun dalam hierarki
kepentingan. Keperluan dasar paling utama, sesuatu yang orang-orang harus
puaskan terlebih dahulu adalah kebutuhan fisiologis(udara, makanan, air, dsb)
dan diikuti oleh keamanan, sosial,
dan kebutuhan akan penghargaan atau pengakuan dari orag lain. Pada tingkat
teratas dari hierarki adalah sebuah kebutuhan akan aktualisasi diri.
Menurut teori Maslow,
setiap dari kebutuhan tersebut harus dipuaskan sebelum perilaku motivasi
berikutnya. Dalam setting pekerjaan, ini berarti bahwa orang-orang mengerahkan usaha untuk memenuhi kebutuhan terendah yang belum dicapai. Beberapa orang yang
baru memulai bekerja akan bekerja untuk mendapatkan uang untuk membayar biaya
pendidikan dan untuk menyediakan makanan dan tempat tinggal (kebutuhan
fisiologis dan keamanan) . beberapa orang yang lain mungkin akan bekerja
semata-mata untuk kebersamaan dan rasa memiliki (kebutuhan social).
Teori Maslow memungkinkan untuk variasi dalam mana orang berdiri di hirarki, tetapi percobaan untuk mengaplikasikan teori dalam pengaturan kerja telah berfokus secara eksklusif pada pemenuhan
kebutuhan tingkat atas (aktualisasi diri). Kepercayaannya adalah bahwa orang
akan mengeluarkan usaha lebih besar dari pekerjaan yang menarik dan menantang
dan juga memberi mereka kontrol personal.
Teori
ERG Alderfer
Sebuah teori motivasi kerja
berdasarkan kebutuhan hierarki maslow, tetapi memasukkan suatu perubahan2
penting, yang dikemukakan oleh Alderfer (1969,1972). Teori ERG menghipotesiskan
3 set kebutuhan dari yang paling penting sampai tidak. Kebutuhan ini adalah
Existence (E), relatedness (R), and growth (G) adalah pada dasarnya adalah penyusunan kembali teori Maslow, tetapi penyusunan yang kaku dari hierarki tersebut
bukanlah merupakan bagian dari teori ERG.
Dalam konsep Maslow,
usaha primer seseorang dikeluarkan dalam perilaku untuk memuaskan level
terendah dari kebutuhan yang belum dicapai. Ketika kepuasaan ini telah
dipuaskan, kebutuhan ini tidak akan lagi memotivasi individu.
Sedangkan menurut teori ERG, jika upaya untuk
memenuhi kebutuhan pada satu tingkat terus ditekan, individu mungkin
akan mundur ke perilaku untuk memenuhi kebutuhan yang lebih konkrit. Seorang
karyawan tidak dapat memenuhi kebutuhan
pertumbuhan pribadi pada pekerjaannya
mungkin memilih melakukan itu hanya cukup
baik untuk dapat tetap
bekerja dan memenuhi
kebutuhan sosial yang lebih rendah.
Teori
2 faktor Herzberg
Teori 2 faktor Herzberg tentang
motivasi didasari oleh satu divisi dari hierarki Maslow
dalam kebutuhan atas dan bawah. Menurut Herzberg, hanya kondisi yang dapat
membuat seseorang mengisi kebutuhan tingkat atas dan aktualisasi diri yang
dapat meningkatkan motivasi kerja. Sebuah organisasi seharusnya membuat keadaan
bagi pegawai untuk dapat mendapatkan kebutuhan tingkat bawahnya melalui kerja
sehingga membuat karyawan tersebut tidak meninggalkan perusahaan, tetapi dapat
mencapai kebutuhan ini tidak mempengaruhi motivasi kerja mereka.
Di dalam teori 2 faktor, keadaan
kerja yang memberi kemungkinan bagi orang untuk mencapai kebutuhan tingkat atas
disebut motivators. Diantara faktor
motivator yang diidentifikasi oleh Herzberg adalah pencapaian, pengakuan,
tanggung jawab, kesmpatan untuk maju, dan pekerjaan yang menarik. Faktor2 ini ,
menurut teori tersebut, mempengaruhi pemuasaan kerja dan mengarah kepada
motivasi kerja yang lebih tinggi.
Pendekatan motivasi untuk desain
pekerjaan menekankan pentingnya keputusan
desain yang menciptakan pekerjaan
yang berarti dan memuaskan.
Hackman dan Oldham mengidentifikasi apa
yang mereka yakini ada lima karakteristik
dasar (disebut inti dimensi) dari pekerjaan
tersebut.
Skill variety
Pekerjaan yang memerlukan berbagai variasi kemampuan
berbeda akan lebih berarti disbanding pekerjaan yang hanya memerlukan 1 atau
sedikit kemampuan
Task identity
Pekerjaan yang meliputi seluruh bagian dari suatu
pekerjaan akan lebih berarti daripada yang hanya meliputi sebagian dari suatu
pekerjaan
Task significance
Pekerjaan yang memiliki kepentingan bagi yang lain
akan lebih berarti dibanding yang tidak
Autonomy
Pekerjaan yang memberi kesempatan bagi orang untuk
berdiri sendiri, bebas, dan kewenangan mengambil keputusan dengan hormat
tentang performa suatu pekerjaan akan lebih berarti disbanding yang tidak
Job feedback
Pekerjaan yang menyediakan umpan balik tentang
performa karyawan akan lebih berarti disbanding yang tidak
Dimensi pekerjaan ini
adalah sebuah teori yang ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku dan sifat
karyawan dengan cara menciptakan tiga keadaan
psikologis kritis dalam pikiran
pemegang pekerjaan. Skill variety, task identity, dan task
significance berperan dalam memberikan pengalaman berarti dalam suatu
pekerjaan, kepercayaan bahwa hasil kerja seseorang itu penting dan berharga.
Autonomy dipercaya mengarah kepada pertanggungjawaban untuk outcome kerja, dan
feedback untuk mengetahui hasil dari kepedulian individu.
Tiga keadaan psikologis kritis dalam model
karakteristik kerja dipercaya diperlukan untuk mendapatkan pribadi yang
diinginkan dan outcome kerja dari motivasi yang naik, kualitas kerja, pemuasaan
kerja, dan mengurangi absent. Hubungan ini, dan juga seperti hubungan antara
dimensi pekerjaan dan keadaan psikologis, ini dikelola oleh Growth Need
Strength (GNS). GNS adalah sebuah variabel perbedaan individual yang
mencerminkan sejauh mana seseorang mau untuk dapat belajar lebih dan berkembang
dalam suatu pekerjaan.
Teori Kebutuhan Prestasi McClelland
Kebutuhan akan prestasi (n'Ach)
menjadi kebutuhan belajar bahwa baik atau tidak dikembangkan di masa kecil.
Menurut McClelland (1961), orang dengan kebutuhan akan prestasi akan lebih
berupaya untuk pekerjaan dibandingkan orang tanpa kebutuhan ini (hal lain
dianggap sama). Keinginan untuk memotivasi prestasi seimbang terhadap keinginan
untuk menghindari kegagalan, bagaimanapun, jadi perilaku dapat diarahkan pada
tujuan menengah, bukan tinggi, kesulitan (Atkison & Bapa, 1966).
Sebuah ciri unik dari teori n'Ach
motivasi kerja adalah hipotesis bahwa orang yang memiliki tingkat rendah dari
kebutuhan ini dapat dilatih untuk mengembangkannya (McClelland & Winter,
1969). Atau, mungkin berkembang dalam konteks bekerja sebagai orang mengalami
manfaat dari pencapaian secara langsung. Dalam satu studi yang terkenal dari
perwakilan reservasi maskapai telepon, misalnya, motivasi berprestasi ditemukan
terkait dengan kinerja empat sampai delapan bulan setelah pelatihan, tapi tidak
dalam tiga bulan pertama pada pekerjaan (Helmreich, Sawin, & Carsrud, 1986
)
Kebutuhan akan teori pencapaian
motivasi kerja telah lebih berhasil dari sudut pandang empiris yang perlu teori
didasarkan pada hipotesis Maslow. Ada tampaknya menjadi hubungan antara ukuran
kebutuhan ini dan perilaku kerja tertentu, dan ini tetap menjadi daerah cukup
aktif oleh penelitian psikolog I/O (misalnya, Cassidy & Lynn 1989; Johnson
& Perlow, 1992; Medcof & Wegener, 1992) . Dalam keadilan, bagaimanapun,
harus disebutkan bahwa meskipun labelnya, pendekatan ini tidak benar-benar
representatif teori kebutuhan motivasi.
Ide bahwa beberapa orang yang
selektivitas pada kegiatan berolahraga, kemungkinan yang dirasakan dari
keberhasilan dalam situasi tertentu menetapkan teori McClelland terpisah dari
teori kebutuhan lainnya, seperti halnya gagasan bahwa orang dapat dilatih untuk
memiliki tingkat lebih tinggi dari kebutuhan ini. Bersama-sama, aspek kebutuhan
akan prestasi menghapus banyak rasa deterministik dari teori kebutuhan lain
dari motivasi dari pernyataan McClellad itu.
Kepribadian dan Motivasi
Kemajuan yang konseptual dan
empiris dalam studi tentang tes kepribadian menjadi arus utama dalam
penyaringan dan pemilihan dalam Psikologi Industri dan Organisasi setelah absen
selama beberapa tahun. Jika tes
ini berlaku untuk seleksi dalam berbagai situasi, berarti kepribadian berkaitan
dengan berbagai berbagai cara pada
performa kerja dalam situasi tersebut. Berbagai bidang penelitian mengusulkan
beberapa kemungkinan yang menarik. Pertama, ciri-ciri tertentu seperti
kesadaran dan disiplin pribadi telah ditemukan berkorelasi positif dengan
kinerja pekerjaan di seluruh tindakan dan di pekerjaan. Kedua, peneliti telah
menemukan bahwa beberapa kepribadian-jenis variabel perbedaan individu (seperti
kesadaran diri yang tinggi) berhubungan dengan regulasi/pengaturan diri yang
lebih baik, yang selanjutnya akan mempermudah penyelesaian tugas. Ketiga,
kesulitan tujuan yang ditetapkan individu untuk diri mereka sendiri mungkin
berhubungan dengan sifat kepribadian tertentu.
Akhirnya, seperti yang
dijelaskan oleh Kanfer, beberapa peneliti mulai mengeksplorasi hubungan antara
variabel kepribadian dengan proses pengolahan informasi kognitif mempengaruhi
kinerja dari tugas yang rumit.
Terlalu dini untuk berbicara
tentang teori nyata kepribadian dari motivasi, tetapi literatur mengenai hal
ini menjelaskan bahwa kepribadian dapat menambahkan sesuatu yang baru bagi
kemampuan psikolog Industri dan Organisasi untuk memprediksi perbedaan dalam
upaya menggunakan orang dengan perilaku kerja yang efektif.
Teori Kognitif dari Motivasi Kerja
Teori Kognitif dari motivasi kerja menyatakan bahwa dorongan untuk memulai, mengarahkan, dan mempertahankan
perilaku terdapat pada kebutuhan dalam
diri seseorang. Karena orang memiliki
kebutuhan maka ia cenderung untuk berperilaku dengan cara tertentu untuk
memenuhi kebutuhannya tersebut. Teori
ini tidak menyangkal bahwa orang mempunyai kebutuhan, tetapi konsep
pendorong yang implisit dalam teori kebutuhan digantikan oleh elemen kognitif
(pikiran).
Dari perspektif kognitif, motiivasi adalah sebuah
pilihan yang sadar yang dibuat
berdasarkan proses pengambilan keputusan
yang kompleks dengan mempertimbangkan alternatif, biaya, manfaat, dan
kemungkinan pencapaian hasil yang diinginkan. Ada beberapa pendekatan teoritis
yang akan dibahas dalam hal ini, yakni :
1.General
Expectancy Theory (GET)
Istilah GET digunakan untuk menunjukkan pendekatan
teoritis dalam motivasi kerja dengan berbagai pengaruhnya.
GET didasarkan pada pemikiran bahwa harapan adalah
dimana usaha yang digunakan dalam kegiatan tertentu berperan penting dalam
pencapaian hasil yang diinginkan.
Ada 4 hal yang harus diperhatikan dalam GET, yakni :
a.Effort-Performance
Expectancy
Konsep ini berdasarkan pada derajat hubungan bahwa
usaha/kinerja bila sesuai dengan yang diinginkan akan menghasilkan hasil
tertentu yang sesuai juga.
b.Performance-Outcome
Expectancy
Konsep ini hampir sama dengan konsep GET. Konsep ini
menunjjukan keyakinan bahwa usaha/kinerja pasti akan langsung diikuti dengan hasil tingkat pertama,
misalnya : gaji, promosi, dll.
c. Instrumentality
Instrumentalitas menunjukkan bahwa suatu hasil
langsung (hasil tingkat pertama) berguna dalam pencapaian sesuatu yang lain
yang juga bernilai. Hal ini berkaitan
dengan hasil tingkat kedua dari kinerja dimana kondisi yang diinginkan (hasil
tingjat kedua) ini tidak secara langsung dihasilkan dari kinerja tetapi dari
hasil tingkat pertama yang diperoleh dari perilaku kerja tersebut.
d.Value /Valences
Baik hasil tingkat pertama maupun tingkat kedua, keduanya
memiliki niali yang berhubungan. Konsep ini menggambarkan seberapa menarik
hasil/pendapatan yang diperoleh oleh individu bagi individu tersebut.
2.Balance
Theory : Adam’s Equity Theory
Dasar pemikiran teori ini dilatarbelakangi oleh
teori kognitif dari motivasi kerja. Teori ini menyatakan bahwa individu
berusaha menjaga keseimbangan antara usaha/kinerja mereka dengan hasil yang
mereka dapat dari usaha/kinerja tersebut.
Menurut
teori Adam ini, ndividu cenderung membandingkan hasil yang mereka peroleh dari
kontribusi/kinerja mereka dalam pekerjaan dengan hasil dan kinerja orang lain.
Dalam teori ini terdapat beberapa istilah penting,
yaitu :
a.Input
Hal yang dapat diberikan/dikontribusikan oleh
individu pada perusahaan, misalnya : kemampuan, pengetahuan, pengalaman, jam
kerja, dll.
b.Output
Hasil yang diperoleh individu sebagai akibat dari
kontribusi yang diberikannya pada perusahaan tersebut, misalnya : gaji,
promosi, penghargaan, bonus, dll.
c.Person
Individu yang melakukan perbandingan antara dirinya
dengan orang lain.
d.Other
Individu lain yang menjadi tempat melakukan
perbandingan bagi individu yang melakukan perbandingan.
3.
Locke’s Goal-Setting Theory
Pokok pikiran yang mendasari teori ini adalah bahwa
individu menetapkan/menentukan suatu tujuan adalah untuk diri mereka sendiri
dan menjadi termotivasi untuk bekerja mengarah ke tujuan tersebut karena
dengan tercapainya tujuan tersebut akan
bermanfaat bagi mereka.
Menurut
Locke dalam teori ini, orang yang menetapkan/menentukan tujuan yang lebih
tinggi (menerima tujuan yang demikian juga yang ditetapkan oleh orang lain)
akan berusaha dan bekerja dengan lebih baik.
Berdasarkan hal ini, ada 5 komponen dasar yang
mempengaruhi atau meningkatkan motivasi karyawan, yaitu :
a.Tujuan dari pekerjaan
harus spesifik (jelas dan tertentu)
Tujuan yang demikian akan memungkinkan individu
untuk lebih mengerti mengenai apa yang diperlukan, sehingga meningkatkan
kemungkinan bagi mereka untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Selain itu,
tujuan yang seperti ini juga membantu individu melakukan perencanaan yang
diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan tersebut.
b. Tujuan
memiliki tingkat kesulitan yang sedang sampai tinggi
Penelitan menunjukkan bahwa tujuan yang memiliki
tingkat kesukaran yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik
daripada tujuan dengan tingkat kesukaran yang rendah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kesukaran tujuandipengaruhi oleh berbagai factor antara
lain keyakinan individu terhadap kemampuan
pribadinya, bagaimana karatekter tugas tersebut, dan pengalaman individu
terhadap tugas tersebut.
c.Karyawan harus
menerima tujuan tersebut
Penerimaan tujuan dikenal juga dengan komitmen
tujuan. Dalam hal ini, karyawan harus setuju untuk mencoba mencapai tujuan
tersebut. Menurut Locke, penerimaan tujuan dipengaruhi oleh berbagai factor,
diantaranya otoritas dari individu yang menentukan tujuan tersebut, pengaruh
kelompok, penghargaaan, persaingan, dan keyakinan bahwa tujuan tersebut dapat
dicapainya. Selain itu, penerimaan tujuan juga dipengaruhi oleh seberapa besar
individu dilibatkan dalam penentuan tujuan tersebut.
d.Karyawan harus
menerima umpanbalik dari kemajuannya
dalam usaha mencapai tujuan tersebut
Umpanbalik membantu karyawan untuk terus maju kea
rah tujuan dengan menunjukkan bahwa diperlukannya lebih banyak lagi usaha dan
strategi yang berbeda atau hanya menunjukkan bahwa orang tersebut berada pada
jalur yang benar dan tetap melakukan apa yang dikerjakannya.
e.Tujuan yang
ditetapkan secara partisipatif akan jauh lebih baik daripada tujuan yang
ditugaskan
Dalam semua kondisi kerja, kecuali kondisi yang
sangat sederhana, berpartisipasi dalam proses penentuan/penetapan tujuan akan
membantu individu untuk lebih mengerti mengenai apa yang diharapkan darinya.
Selain itu, dengan lebih mengerti akan tujuan tersebut akan membuat individu lebih mungkin untuk
mencapainya dan menerimanya.
The Reinforcement Model
of Work Motivation
Pendekatan penguatan terhadap motivasi tidak
dikembangkan sebagai teoti motivasi kerja. Karena pada dasarnya pendekatan
tersebut bukanlah teori sama sekali, akan tetapi pendekatan ini adalah
serangkaian prinsip yang menghubungkan antara perilaku dengan hasilnya. Sebagai
pendekatan dalam motivasi kerja, model penguatan ini terdiri dari ekstrapolasi
dari prinsip-prinsip perilaku individu saat bekerja. Ada tiga prinsip yang
paling penting disini antara lain:
People keep doing
things that have rewarding outcomes.
Konsep ini menyatakan bahwa individu akan tetap
melakukan hal-hal yang menghasilkan penghargaan. Jadi, penghargaan akan
memperkuat kemungkinan bahwa perilaku yang mengikutinya akan terjadi lagi dalam
situasi yang sama.
People avoid doing
things that have punishing outcomes.
Konsep ini menyatakan bahwa individu akan
menghindari untuk melakukan sesuatu yang menghasilkan hukuman. Jadi, hukuman
mengurangi kemungkinan bahwa perilaku yang mengikutinya akan terjadi lagi dalam
situasi yang sama.
People eventually stop
doing things that have neither rewarding nor punishing outcomes.
Konsep ini menyatakan bahwa individu akan berhenti
melakukan sesuatu yang sama sekali tidak menghasilkan baik penghargaan maupun
hukuman. Jadi, perilaku yang mempunyai hasil yang netral cepat atau lambat akan
menghilang.
Jadi jika diterapkan pada motivasi kerja, maka
prinsip penguatan ini menyatakan bahwa kinerja dalam pekerjaan adalah fungsi
langsung dari sejauh mana hubungan antara perilaku kerja dan penghargaan yang
diberikan atau diperkuat. Jika kerja keras dan melakukan apa yang diharapkan
akan dihargai daripada di hukum atau diabaikan, individu akan melanjutkan
perilaku ini. Akan tetapi sebaliknya,
jika hasil dari skinerja akan menghasilkan hukuman maka perilaku
tersebut akan dikurangi. Selain itu, usaha akan dikurangi secara berangsur-angsur
bila usaha tersebut sama sekali tidak menghasilkan hasil apapun baik itu
hukuman maupun penghargaan.
Pendekatan
penguatan terhadap motivasi kerja yang murni adalah berdasarkan pada pengaruh
penguatan dari lingkungan terhadap kinerja kerja, yang disebut penguatan
ekstrinsik. Penguatan ini diberikan lewat penghagaan yang informal seperti
pujiaan dan pengkuan. Selain itu, penguatan intrinsik (penghargaan yang
diberikan seseorang terhadap dirinya sendiri, seperti perasaan bangga dan
merasakan keberhasilan) juga diyakini memiliki peranan penting dalam
meningkatkan motivasi kerja.
Schedules of
Reinforcement
Penghargaan tidak secara praktis diberikan setiap
saat terhadap setiap usaha dan perilaku yang diinginkan dari setiap karyawan
dalam suatu perusahaan atau organisasi.Pemberian penghargaan harus memiliki
jadwal tertentu yang sering disebut
dengan Jadwal Penguatan. Penelitian tentang jadwal penguatan membuktikan
bahwa perilaku akan berkelanjutan hanya jika kadang-kadang diperkuat.
erdapat 4 jadwal penguatan dasar :
Fixed Interval
Merupakan jadwal pemberian penghargaan secara
konsisten atau setelah periode waktu tertentu.
Fixed Ratio
Merupakan jadwal pemberian penghargaan setelah
sejumlah perilaku terjadi.
Variable Interval
Penghargaan diberikan dengan tenggang waktu yang
bervariasi dan tenggang waktu tersebut tidak bergantung pada perilaku.
Variable Ratio
Penghargaan akan diberikan setelah perilaku yang
bervariasi , yang sering juga disebut dengan penguatan selang-seling.
The Reinforcement Model
and Research
Model penguatan dari motivasi kerja merupakan model
melihat ke belakang dimana insentif telah diberikan seperti yang dijanjikan di
masa lalu. Sebaliknya, teori pengharapan umum adalah model melihat ke depan
dimana kesadaran akan pentingnya apa yang terjadi di masa lalu hanyalah salah
satu faktor yang mempengaruhi keyakinan tentang apa yang akan terjadi masa
depan.
Kebanyakan penelitian penguatan positif dalam
pengaturan organisasi diarahkan kepada jenis insentif (penghargaan yang
dijanjikan) lebih efektif dengan kategori khusus pekerja daripada menampilkan
penghargaan pekerjaan tersebut. Psikolog I/O juga menangani pertanyaan dan
masalah yang terkait dengan keefektifan penggunaan prinsip penguatan positif
bagi kelompok sebagai pedoman tim kerja untuk menjadi semakin populer. Perkembangan
pikiran mengenai insentif pada tempat kerja ditinjau oleh Peach dan Wren.
Psikolog I/O dan rekan lain yang mempelajari
perilaku manusia pada saat kerja mengetahui bahwa penguatan positif dapat
meningkatkan kinerja kerja. Manajer yang baik (dengan atau tanpa bantuan
psikolog I/O) juga menyadari nilai dari penghargaan, tetapi masalah menyediakan
insentif yang efektif pada saat suasana keuangan krisis menjadi hal yang
menjengkelkan. Tiket nonton gratis, meminjam mobil wakil presiden pada akhir
pekan, memarkirkan kendaraan di depan pintu masuk selama sebulan, memberikan
cuti satu bulan sebagai upah karyawan bekerja, dan lain-lain, dapat menjadi
sebuah penghargaan bagi karyawan bila menghadapi situasi keuangan yang
demikian.
Dengan adanya model penguatan, peninjauan pernyataan
teori terkemuka yang memprakarsai, langsung, dan menjaga perilaku di tempat
kerja sempurna. Secara konseptual, teori-teori motivasi ini tidak terpisah satu
sama lain; teori-teori ini hanya berbeda. Tidak adanya keunggulan yang jelas
pada satu teori, psikolog I/O dan rekan lain tertarik pada motivasi kerja yang
mengarahkan mereka dalam mengkoordinasikan dan menggabungkan pendekatan yang
ada.
PENERAPAN IMPLIKASI
TEORI MOTIVASI
Teori seringkali kelihatannya menjadi latihan yang
tidak berguna bagi orang yang bekerja, tetapi bagi psikolog I/O teori merupakan
dasar sebagai latihan. Topik motivasi memberikan gambaran yang baik sekali
mengenai hal ini. Penerapan implikasi dari teori motivasi ini bukanlah
merupakan teknik motivasi, tetapi merupakan sejumlah hipotesa terpadu mengenai
peningkatan level motivasi karyawan organisasi melalui koordinasi personalia
dan kebijakan manajemen. Tidak ada pendekatan berdasarkan teknik untuk
menyelesaikan masalah motivasi yang akan sukses dalam jangka waktu panjang jika
tidak ada sistem yang secara keseluruhan ditujukan kepada atau mendukung
peningkatan usaha karyawan dalam pekerjaan.
Hipotesa Berdasarkan
pada Teori Disposisional
Teori ini merupakan teori yang paling lemah dan
motivasi teori kepribadian belum berkembang dengan baik. Meskipun begitu,
motivasi teori kebutuhan sebagai kelompok masih mempunyai sedikitnya tiga
implikasi penting dalam meningkatkan usaha karyawan.
Latihan seleksi, penempatan, dan promosi yang
meliputi kebutuhan berdasarkan pengenalan diri dari pelamar dan karyawan dalam
proses pengambilan keputusan akan memiliki pengaruh positif pada seluruh
tingkat usaha karyawan dalam organisasi.
Apapun alasan mereka, teori kebutuhan sebagai
kelompok memberikan petunjuk mengenai apa yang akan cukup menguntungkan secara
langsung terhadap usaha. Sampai orang
dapat menghargai dulu kemungkinan bahwa pekerjaan tertentu akan memberikan
mereka kesempatan untuk memenuhi apa yang mereka inginkan, beberapa ketidakcocokan
individu/pekerjaan/organisasi mungkin dapat dihindari. Tingkat usaha secara
keseluruhan dalam organisasi mungkin diharapkan dapat meningkat jika jumlah
ketidakcocokan tersebut menurun.
Merancang pekerjaan dan strategi mendesain kembali
membuat pekerjaan lebih menarik dan menantang akan memiliki pengaruh positif
pada seluruh tingkat usaha karyawan dalam organisasi.
Mencoba merancang pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan
tingkat atas tidak selalu praktis juga tidak selalu penting. Orang sangat
berbeda mengenai apa yang mereka inginkan pada saat kerja. Meskipun begitu,
kebijakan merancang dan mendesain kembali sesuai pekerjaan menjadi lebih
menarik dan menantang sebagai kesempatan akan memberikan kesempatan lebih
kepada karyawan yang menginginkan pekerjaan tersebut.
Penggunaan tes penyaringan karyawan yang benar
mengukur faktor kepribadian dihubungkan dengan perilaku kerja akan memberikan
pengaruh positif pada seluruh usaha karyawan dalam organisasi.
Pendekatan kepribadian untuk motivasi secara relatif
baru sebagai area penelitian formal dan sampai saat ini belum ditemukan hasil
yang mengejutkan. Kebanyakan orang menerka bahwa orang tertentu biasanya teliti
dalam bekerja lebih keras daripada seseorang yang tidak teliti dalam bekerja
keras. Dimana kebenaran tersebut dibuat, menggunakan tes kepribadian sebagai
salah satu alat penyaringan membuat kontribusi berguna dalam proses pemilihan
motivasi karyawan.
Hipotesa Berdasarkan
Teori Harapan Umum
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi peneliti dalam
teori harapan motivasi kerja tidak mengubah kenyataan bahwa pendekatan ini kaya
kan implikasi praktis untuk mempengaruhi usaha karyawan.
Seleksi, penempatan, dan latihan promosi yang
mencocokan kemampuan atau pengalaman, pengetahuan, dan keahlian terhadap
persyaratan pekerjaan akan mempunyai pengaruh positif pada tingkat usaha
karyawan secara keseluruhan dalam organisasi.
Penjelasan dari peran bahwa kemampuan berperan dalam
motivasi merupakan kontribusi penting yang diberikan teori harapan. Kuncinya
terletak pada harapan penampilan usaha. Harapan lemah berarti : “Meskipun saya
mengeluarkan usaha yang cukup besar hampir tidak hasil yang saya harapkan”.
Pada kebanyakan kasus, “kekurangan motivasi” mungkin mencerminkan keyakinan
bahwa usaha tidak dapat mengimbangi kekurangan kemampuan yang diperkirakan.
Kemungkinan ini membawa langsung kepada hipotesa berikutnya.
Program pelatihan pekerjaan yang resmi akan
mempunyai pengaruh positif pada seluruh tingkat usaha karyawan dalam
organisasi.
Pelatihan berkaitan dengan motivasi dalam berbagai
cara. Motivasi pekerja baru pada dasarnya tinggi dan kualitas pelatihan dapat
meningkatkan atau mengurangi motivasi ini. Selanjutnya, konsep harapan kinerja
kerja usaha dari teori harapan motivasi ini menunjukan bahwa rasa percaya diri
diperoleh selama pelatihan mungkin mempunyai pengaruh penting pada usaha yang
diterapkan dalam tugas pekerjaan.
Rasa kurang percaya diri mungkin mempengaruhi
usahanya dalam bentuk “apa gunanya?” seperti yang telah dijelaskan tadi. Tidak
ada seorangpun yang mau kelihatan tidak mampu di hadapan orang lain dan kekurangan
usaha merupakan salah satu cara orang mempertahankan diri sendiri terhadap
kemungkinan ini. Sikap yang diperlihatkan yaitu : “Saya dapat melakukannya jika
saya mencoba, tetapi siapa yang peduli?”.
Rasa nyaman dan kondisi fisik kerja yang sesuai dan
peralatan yang memadai, alat bantu kerja, informasi, dan sumber lainnya akan
mempunyai pengaruh positif pada seluruh usaha karyawan dalam organisasi.
Jika terdapat sejumlah variabel yang cenderung
diabaikan secara terus-menerus oleh orang yang tertarik pada motivasi, maka itu
adalah yang berhubungan dengan lingkungan fisik. Konsep harapan penampilan
usaha kerja dari teori harapan umum menunjukan pentingnya memastikan bahwa
lingkungan mendukung usaha karyawan. Sikap tidak peduli dikembangkan oleh kenyataan bahwa kondisi tidak memungkinkan
tercapainya kinerja kerja yang dikehendaki dan juga kurangnya kemampuan atau
pelatihan. Kondisi tersebut antara lain tekanan waktu yang tidak realistis,
kekurangan tempat kerja atau pribadi, alat bantu kerja yang tidak memadai atau
ketinggalan zaman, dan informasi yang tidak jelas, pekerja, bahan baku, atau
sumber daya lainnya untuk mendukung pekerjaan yang baik.
Sistem kinerja kerja yang baik akan memiliki
pengaruh positif pada seluruh tingkat usaha karyawan dalam organisasi.
Penilaian penampilan, seperti pelatihan, berhubungan
dengan motivasi. Yamg paling jelas adalah kemungkinan mendapatkan penilaian
yang baik dapat menjadi dorongan untuk berprestasi baik dan menerima penilaian
yang baik dapat menjadi penguatan usaha yang diterima. Teori harapan dari
motivasi juga menunjukan bahwa penilaian kinerja kerja merupakan sumber
informasi penting berhubungan dengan komponen harapan penampilan usaha dari
teori tersebut. Jika seluruh usaha diikuti secara tetap oleh penilaian rata-rata
penampilan, misalnya, harapan penampilan usaha individu dan tingkat motivasi
mungkin diturunkan.
Di samping memberikan informasi mengenai harapan
kinerja kerja, penilaian kinerja kerja juga memberikan informasi mengenai
pengukuran kinerja kerja untuk mencapai hasil yang bernilai. Hasil penilaian
kinerja kerja selalu menjadi dasar organisasi untuk memberikan penghargaan
seperti kenaikan gaji, promosi, dan kesempatan karir yang diinginkan. Jika
karena sesuatu hal, metode penilaian kinerja kerja yang digunakan tidak
menghasilkan perbedaan yang berarti diantara tingkatan kinerja kerja individu,
suatu hubungan penting telah terputus.
Agar kinerja kerja menjadi pengukuran baik yang
mencapai penghargaan organisasi (dalam kasus motivasi lebih tinggi), harus dapat
diperhatikan dan diakui sebagai kinerja kerja yang baik. Prediksi ini didukung
oleh teori keseimbangan kognitif motivasi yang baik. Pekerja yang melihat orang
lain bekerja tidak giat atau tidak efektif menerima penghargaan yang sama
mungkin menangani ketidakadilan yang dirasakan dengan mengurangi kinerja kerja
mereka.
Hipotesa
Berdasarkan Penetapan Tujuan
Sebuah implikasi dari pendekatan penetapan tujuan
kerja terhadap motivasi kerja yang sudah didiskusikan.
Tujuan yang jelas dapat menjadi pengukuran yang
lebih efektif daripada melakukan instruksi kerjakan sebaik mungkin pada seluruh
tingkat usaha karyawan dalam organisasi.
Tujuan
yang jelas dibuat sedemikian rupa agar orang dapat mengetahui kapan mereka
membantu untuk mengatur dan mengarahkan usaha mereka; sebagian besar merasa
lebih mudah untuk bekerja keras ketika mereka tahu apa yang harus mereka capai.
Tetapi, kejelasan bukanlah satu-satunya masalah; kesulitan tujuan memainkan
peranan dalam motivasi.
Tujuan pekerjaan yang cukup sulit sehingga bersifat
menantang akan memiliki pengaruh positif pada seluruh usaha karyawan dalam
organisasi.
Hipotesis 9 tidak tepat karena terdapat paling
sedikit satu dasar teori yang tidak sesuai mengenai hubungan antara kesulitan
tujuan dan motivasi. Penelitian menemukan bahwa tujuan yang sulit cenderung
menjadi lebih efektif dalam meningkatkan usaha kerja. Dengan kata lain,
penelitian mengenai kebutuhan akan prestasi menunjukan usaha yang lebih besar
dalam tujuan yang tidak terlalu mudah atau terlalu sulit untuk dianggap sebagai
hal yang tidak mungkin dicapai. Kedua teori dan penelitian yang relevan,
bagaimanapun, merupakan persetujuan tujuan yang sangat mudah tidak mendorong
usaha peningkatan.
Hipotesa Berdasarkan
Model Penguatan
Karena dasar dari model penguatan adalah orang akan
mengeluarkan usaha dengan perilaku yang diberi penghargaan, maka implikasi
model ini untuk motivasi khususnya berkaitan dengan penghargaan.
Penghargaan terhadap perilaku yang dikehendaki akan
memiliki pengaruh positif pada seluruh usaha karyawan dalam organisasi.
Prinsip penghargaan perilaku kerja yang diinginkan
kelihatannya begitu perlu, tetapi psikolog I/O mencoba membantu organisasi
menyelesaikan masalah yang seringkali dikejutkan oleh banyaknya perilaku kerja
yang dikehendaki oleh manajemen diabaikan. Diantaranya adalah ketepatan masuk
kerja, menolong orang lain, perilaku kreatif, masuk kerja, dapat diandalkan,
mematuhi hukum, dan peraturan yang berlaku sebagai kinerja kerja yang baik.
Mengabaikan perilaku kerja yang dikehendaki bukanlah
satu-satunya jalan yang tidak diikuti oleh organisasi-organisasi dalam hal
prinsip dasar model penguatan motivasi. Juga bukanlah sesuatu yang tidak umum
seorang karyawan mendapat penghargaan untuk perilaku yang tidak dikehendaki.
Hal yang lebih menyakitkan dalam aturan pemberian penghargaan adalah karyawan
yang sengaja melakukan kelalaian dan tidak bertanggung jawab masih tetap
mendapat penghargaan yang hanya berbeda sedikit dari mereka yang dinilai luar
biasa. Kenyataannya, satu-satunya jalan seorang karyawan tidak mendapat
penghargaan dalam perusahaan adalah melampaui standar jumlah tidak masuk kerja
dan keterlambatan. Akibatnya perilaku yang dihargai menjadi datang ke tempat
kerja tepat waktu setiap hari dan melakukan apa saja yang diperlukan untuk
meminimalisasikan jumlah keluhan.
Kepuasan Kerja
Kepuasan
kerja adalah sikap, sama seperti motivasi dan kebutuhan, kepuasan kerja adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat, tapi dapat diyakini terkait dengan pola perilaku tertentu.
Dalam istilah sederhana, seseorang yang puas dengan
kerjanya mempunyai lebih banyak alasan mengapa ia menyukai pekerjaannya dari
pada tidak menyukai pekerjaannya. Dari mana kepuasan
kerja berasal dan bagaimana seharusnya ia
diukur? Siapa yang relatif
lebih puas dengan pekerjaannya? Apa arti
kepuasan kerja bagi
perilaku kerja individu?
Hal-hal inilah yang akan dibahas lebih lanjut.
Berry mengatakan
bahwa kepuasan kerja adalah sikap kerja yang meliputi elemen kognitif,
afektif dan perilaku yang diperkirakan akan memberi pengaruh pada sejumlah
perilaku kerja. Wexley & Yulk mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan
perasaan seseorang terhadap pekerjaan. Tiffin mengatakan kepuasan kerja
berhubungan erat dengan sikap karyawan terhadap pekejaannya, situasi kerja dan
kerjasama antara pemimpin dengan karyawan.
Teori
Kepuasan Kerja dan Mengukur Kepuasan Kerja
Ringkasan
Teori Kepuasan Kerja
Nama/Penjelasan
|
Teori Motivasi Kerja yang Berkaitan
|
Pernyataan Dasar
|
Dukungan Empiris
|
Dua Faktor atau Motivasi
|
Teori Kebutuhan
|
Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja adalah isyu terpisah,
kepuasan hanya datang dari faktor yang intrinsik dari kerja tersebut.
|
Negatif
|
Kepuasan Facet
|
Teori Kognitif
|
Kepuasan tergantung pada persepsi masukan jabatannya,
karateristik jabatan dan keluaran jabatan relatif dengan orang lain
|
Sedikit
|
Teori Nilai
|
Teori Kebutuhan
|
Kepuasan berasal dari keadaan tercapainya hal-hal yang
bernilai baginya melalui pekerjaan
|
Tidak cukup penelitian
|
Proses Berlawanan
|
Tidak ada yang langsung berkaitan
|
Kepuasan bervariasi dengan berjalannya waktu, adakekuatan yang
selalu bekerja untuk menguranginya
|
Tidak cukup penelitian
|
Ketidaksesuaian Kebutuhan
|
Teori Kebutuhan
|
Kepuasan merupakan hasil ketidaksesuaian yang rendah antara
apa yang dibutuhkan orang dan apa yang diberikan jabatannya
|
Sedikit
|
Instrumentality
|
Teori Penghargaan
|
Kepuasan tergantng pada kecocokan antara penghargaan yang diharapkan dan diterima
|
Sedikit
|
Kepuasan Kerja sebagai Konsep Global
Kepuasan
kerja digambarkan sebagai evaluasi positif dari situasi pekerjaan tertentu. Ini berarti semacam ringkasan psikologi mengenai aspek yang disukai dan tidak
disukai terhadap suatu pekerjaan. Pada kenyataannya, hal ini telah lama menjadi pendekatan umum untuk mengukur kepuasan kerja Vecchio (1980) menggunakan pertanyaan berikut dalam
penyelidikan hubungan antara kualitas kerja dan kepuasan kerja:
Secara
keseluruhan bagaimana kepuasan Anda dengan pekerjaan Anda, apakah Anda akan
mengatakan bahwa anda sangat puas, cukup puas, agak tidak puas, atau sangat
tidak puas.
Kuesioner kepuasan kerja mempunyai
sejumlah kelebihan. Tidak ada biaya penembangan dan dapat dimengerti oleh
mereka yang ditanyai. Ini juga cepat dan lebih mudah diadministrasi dan diberi
nilai. Selain itu kuesioner menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran
pribadi dari pertanyaan tersebut. Beberapa responden akan menjawab berdasarkan
gaji, beberapa berdasarkan sifat dari kerja, beberapa berdasarkan iklim sosial
dari organisasi, dan demikian seterusnya. Dengan kata lain responden dalam
contoh tertentu mungkin tidak menjawab pertanyaan yang sama, jadi menimbulkan
pertanyaan mengenai validitas dan keandalannya.
Kepuasan Kerja sebagai Konsep
Permukaan
Alternatif dari konsep kepuasan kerja
adalah konseo facet (permukaan) atau komponen, yang menganggap bahwa kepuasan
karyawan dengan berbagai aspek situasi pekerjaan yan berbeda dapat bervariasi
dan harus diukur secara terpisah. Di antara konsep facet yang mungkin diperiksa
adalah beban kerja, keamanan kerja, kompensasi, kondisi kerja, status, dan
reputasi. Selain itu kecocokan rekan kerja, kebijakan penilaian perusahaan,
otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk menggunakan pengetahuan
dan keterampilan, dan kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Sebagian besar komponen yang didaftar
pernah digunakan dalam penelitian I/O, karena pengukuran kepuasan kerja
cenderung bervariasi dari satu penyelidikan ke penyelidikan berikutnya. Jumlah
facet yang diukur dari satu studi ke studi berikutnya juga bervariasi.
Para psikolog I/O tidak perlu membuat
skala komponen khusus bagi setiap studi kepuasan kerja. Pada umumnya dalam
kasus demikian mereka menggunakan hanya bagian (satu atau lebih subskala) dari sekala
yang telah dibuat. Salah satu ukuran multi-facet yang paling populer adalah
Indeks Penjelasan Pekerjaan (Job Descriptive Index –JDI, Smith, Kendall, &
Hulin, 1969).
JDI yang asli adalah skala lima facet
yang digunakan untuk mengukur kepuasan dan ketidakpuasan kerja, supervisi,
gaji, kesempatan promosi, dan rekan kerja alat ukur tersebut terdiri sejumlah
kata sifat atau kalimat yang relevan dengan masing-masing dari lima facet
kerja. Responden diminta untuk menjawab “ya” atau “tidak” atau “tidak tau” untuk
masing-masing pertanyaan. JDI telah dikembangkan dan digunakan selama lebih
dari 20 tahun.
Namun JDI memiliki kelemahan yang
diidentifikasikan sebagai kelemahan secara statistik. Isyu yang lebih mendasar
adalah apaka JDI memang sebenarnya mengukur apa yang hendak diukur atau tidak.
Dan timbul pertanyaan apakah kita membuat kesimpulan dengan yakin.
Contoh
dari Indeks Penjelasan Pekerjaan (Job Descriptive
Index)
Kerja Gaji
_______ Berguna _______
Buruk
_______ Frustasi _______
Dibayar Tinggi
Supervisi Rekan
Kerja
_______ Tidak Sopan _______
Pandai
_______ Cerdas _______
Sukar ditemui
Kesempatan Promosi
________ Pekerjaan menghadapi jalan buntu
________ Promosi teratur
Kepuasan Kerja sebagai Kebutuhan yang
Terpenuhkan
Pendekatan terhadap pengukran kepuasan
kerja yang tidak menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang
sama mengenai aspek tertentu dari situasi kerja (seperti misalnya pekerjaan
tanpa masa depan tidaklah memuaskan) dikembangkan oleh Porter dan dilaporkan
dalam studi sejak 1961. Kuesioner ini terdiri dari 15 pernyataan berkaitan akan
kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan aktualisasi diri
sendiri. Berdasaran kebutuhan dan persepsi orang itu sendiri mngenai
jabatannya, tiap responden menjawab tiga pertanyaan mengenai masing-masing
pernyataan: Berapa yang ada sekarang?, Berapa seharusnya?, Bagaimana pentingnya
hal ini bagi saya?
Berdasarkan tanggapan terhadap
pertanyaan mengenai pemenuhan kebutuhan kerja terebut, kepuasan kerja diukur dengan
perbedaan antara “Berapa yang ada sekarang?” dan “Berapa seharusnya?”. Semakin
kecil perbedaan ini, semakin besar kepuasannya.
Kuesioner Porter sukar sekali dinilai
relatif terhadap pengukuran lain. Meskipun demikian pendekatan secara
individual ini kelihatannya banayak direkomendasikan. Khususnya gagasan bahwa
kepuasan kerja sampai tingkat tertentu adalah masalah relatif yang
kelihantannya berharga untuk dipeajari lebih lanjut.
Pendekatan Ketidaksesuaian-kebutuhan terhadap Pengukuran
Kepuasan Kerja
Kebutuhan rasa aman: Perasaan aman pada posisi manajemen.
1.
Berapa
yang ada sekarang?
(min) 1 2 3 4 5 6 7 (max)
2.
Berapa
seharusnya?
(min) 1 2 3 4 5 6 7 (max)
3.
Bagaimana
pentingnya hal ini bagi saya?
(min) 1 2 3 4 5 6 7 (max)
Masalah Pengukuran Kepuasan Kerja
Hampir semua penelitian kepuasan kerja
berdasarkan pada kuesioner pengukuran kepuasan kerja. Karena kepuasan kerja
adalah fenomena yang subjektif dan individual, mungkin ini merupakan ukuran
yang paling sesuai. Meskipun demikian penting sekali menyadari adanya
keterbatasan tertentu dari metode ini dalam mendapatkan data bagi penelitian
kepuasan kerja.
Sejumlah
masalah yang timbul oleh pegukuran melalui kuesioner tersebut berkaitan dengan
ketepatan tanggapan. Walaupun responden tidak memberikan jawaban yang menyesatkan
secara sengaja, sejumlah variabel situasional dapat mempengaruhi, baik sejauh
mana mereka memahami pertanyaan tersebut maupun sejauh mana mereka mau
benar-benar berterus terang dalam jawabannya.
Dalam studi
yang dilakukan sendiri oleh Giles dan Field, mereka juga menemukan bahwa angka
kepuasan kerja sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka namakan kepekaan
pertanyaan, yaitu tingkat kekhawatiran responden bahwa orang lain akan
mengetahui bagaimana mereka akan menjawab pertanyaan tersebut.
Faktor-faktor yang didaftar oleh Giles
dan Field menambah kesalahan pada pengukuran kepuasan kerja yanitu dengan
meningkatnya perbedaan atau kesenjangan antara tingkat kepuasan kerja yang
benar danperkiraan yang diperoleh dengan kuesioner. Bila tanggapan dikombinasikan
atau dibandingkan dengan suatu cara tertentu, maka lebih banyak lagi kesalahan
yang ditambahkan. Seperti dibicaraan tadi, orang yang berbeda mungkin
menggunakan erangka pedoman yang berbeda dalam menjawab pertanyaan demikian.
Meskipun
kesalahan pengukuran yang berkaitan tidak dapat dihilangkan, terdapat
langkah-langah tertentu yang dapat diambil untuk menguranginya:
1.
Gunakan
kuesioner yang keandalannya telah ditentukan.
2.
Ujilah
sebelumnya mengenai kejelasan pengarahannya.
3.
Jaga agar
kerahasiaan subjek tejaga.
4.
Gunakan
sampel yang cukup banyak untuk mengurangi penyimpangan respon yang cenderung
terdistribusi secara acak.
Insiden dan parameter kepuasan kerja
Sejauh mana karyawan puas
atau tidak puas dengan pekerjaan mereka adalah pertanyaan yang telah ditangani
oleh survei lokal dan nasional secara berkala selama beberapa tahun. Sebagian
besar survei menemukan orang-orang yang relatif lebih puas. Tetapi angka ini
rata-rata berdasarkan pada beberapa ratus hingga beberapa ribu subjek.
Pertanyaan apakah angka rata-rata tersebut valid untuk menggambarkan perbedaan kepuasan kerja di antara kelompok karyawan yang
berbeda.
Siapa yang Puas?
Pertanyaan mengenai kemungkinan
perbedaan kepuasan kerja di antara berbagai kelompok karyawan, seperti pria dan
wanita, kulit putih dan bukan kulit putih, tua dan muda, telah sering kali
diselidiki. Salah satu penemuan yang lebih stabil dalam peneltian ini adalah
korelasi positif antara usia dan kepuasan kerja. Umumnya karyawan yang lebih
tua melaporkan kepuasan kerja yang lebih besar daripada karyawan yang lebih
muda.
Variabel lain selain usia adalah
tingkat pendapatan, pekerjaannya, dan tingkat dalam hierarki organisasi. Jenis
kelamin mempunyai hubungan yang tidak reliabel dengan kepuasan kerja. Mengenai
data ini keseluruhan, disimpulkan kepuasan kerja dalam arti global kelihatannya
mempunyai pola yang stabil yaiutu agak yida responsif terhadap
perubahan-perubahan alam masyarakat.
Kepribadian
dan Kepuasan Kerja
Pengamatan perbedaan kepuasan
kerja antara sekelompok
orang ditentukan berdasarkan beberapa karateristik
seperti usia atau jenis.
Banyak peneliti yang beranggapan
ada kemungkinan kepribadian juga
berperan dalam kepuasan
kerja. Hipotesis fundamental mengenai penyelidikan ini
adalah bahwa orang
memiliki sifat stabil yang mempengaruhi mereka
untuk menjadi puas atau tidak
puas dengan pekerjaan mereka terlepas dari
situasi kerja yang sebenarnya.
Psikolog menyebut kecenderungan umum untuk menanggapi lingkungan seseorang dengan perasaan
positif sebagai "efektifitas positif" dan kecenderungan untuk merespon secara negatif sebagai "efektifitas negatif". Dimana kecenderungan tersebut berasal? Seperti karakteristik kepribadian lainnya, berkembang dari interaksi sifat fisik
dan psikologis diwariskan dari pengalaman hidup. Dan seperti karakteristik kepribadian lainnya, mereka tidak selalu memerintah perilaku. Kebanyakan orang berperilaku "keluar dari karakter" dari waktu ke waktu, tergantung dari keadaan.
Kepuasan
kerja ditentukan secara signifikan dengan tingkat umum individu bahagia dari cara dia memandang dunia. Ini tidak menunjukkan bahwa kondisi pekerjaan tidak penting. Tidak ada dalam pendekatan disposisional untuk menyangkal efek lingkungan atau bahkan meminimalkan pentingnya faktor lain.
Kepuasan
Kerja dan Kepuasan Hidup
Terdapat dua teori tentang hubungan
antara pekerjaan dengan pemuasan hidup yang lebih dominan akhir-akhir ini.
Hipotesis perimbangan menyatakan bahwa orang yang tidak menemukan kepuasan
kerja akan menyeimbangkan dengan cara mengambil tindakan untuk membuat sisa
dari hidup mereka lebih memuaskan.
Tapi akhir-akhir ini, kmungkinan bahwa
pekerjaan dan pemuasan hidup tidaklah berhubungan. Ada beberapa ahli yang
mengeluarkan teori dan berusaha mencari hubungan antara kedua hal ini. Tetapi
tidak ada yang dapat mendemonstrasikan penjelasan yang kuat tentang hubungan
antara kepuasan kerja dan kepuasan hidup.
Mengapa terbukti sangat sulit untuk
menentukan satu hubungan yang pasti antara kepuasan kerja dan kepuasan hidup?
Alasan pertama, reaksi terhadap kepuasan kerja dari orang yang tidak terlalu
mementingkan pekerjaannya mungkin akan berbeda dengan orang yang menganggap
pekerjaan adalah sesuatu yang penting bagi mereka. Alasan kedua, untuk ambigu
yang berkepanjangan tentang hubungan antara kepuasan kerja dan kepuasan hidup
mungkin tidak semudah yang terlihat.
Penelitian terbaru menyatakan bahwa
terdapat hubungan timbal balik antara dua hal tersebut seperti masing-masing
saling mempengaruhi satu sama lain.
Kepuasan Kerja Dan Kinerja Kerja
Kepuasan kerja kesusasteraan
sangat luas ditandai dengan keyakinan bahwa orang yang lebih puas dengan
pekerjaan mereka akan tinggal bersama lebih lama, ketidakhadiran sedikit, dan
tampil lebih baik. Ketidakhadiran dan perpindahan, ditinjau secara rinci dalam
bab lain, keduanya memiliki korelasi negatif sederhana tapi mapan dengan
kepuasan kerja. Psikolog I/O telah bergulat dengan masalah hubungan antara
kepuasan kerja dan prestasi kerja selama lebih dari 50 tahun. Untuk sebagian
besar waktu itu, upaya yang cukup dimasukkan ke dalam upaya untuk menunjukkan
bahwa keduanya berhubungan positif.
"Seorang pekerja yang
bahagia adalah pekerja yang baik" adalah ide yang sangat menarik bagi
banyak orang, tetapi tidak secara empiris. Hasil dari investigasi banyak hipotesis
yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja menyebabkan kinerja kerja yang lebih baik
menawarkan sedikit bukti dari hubungan atau bahkan untuk korelasi positif dapat
dipercaya di dua variabel (Ostroff, 1992). Di sisi lain, beberapa peneliti
berpendapat bahwa hasil keputusan dengan
hipotesis tidak ada hubungan seperti itu.
Ada orang-orang
yang tidak setuju, tapi mungkin akurat
untuk mengatakan bahwa keyakinan utama saat ini dalam psikologi I/O adalah bahwa tidak ada hubungan kausal langsung
yang signifikan antara kepuasan kerja
individu dan prestasi kerja. Kesimpulan ini pertama kali tercapai setidaknya 30 tahun
yang lalu (Vroom, 1964) tapi pertanyaannya terus
berlanjut dan beberapa peneliti bersekongkol (e.g., Cropanzano,James,
& Konovsky, 1993; Das & Mital, 1994).
Awal kepuasan kerja- peneliti kinerja
kerja hampir secara eksklusif mencari
korelasi positif sederhana antara
variabel-variabel ini. Kemudian penyelidikan pindah ke sebuah pencarian untuk variabel moderator yang relevan, seperti tingkat kerja, komitmen kerja, tekanan waktu, dan
sifat dari pekerjaan yang dilakukan. Alasan di balik penyelidikan ini adalah untuk mengidentifikasi kegagalan dan mengendalikan variabel yang mempengaruhi hubungan kepuasan kerja - kinerja kerja secara
sistematis dapat menjadi alasan yang tampak bahwa ada hubungan antara kepuasan
dan kinerja.
Penelitian
variabel moderator telah menghasilkan
korelasi kuat antara pengukuran kepuasan kerja dan ukuran kinerja dari
yang ditemukan dalam penelitian yang
lebih tua. Sebab-akibat kesimpulan
tidak dapat dibuat berdasarkan analisis korelasional biasa,
bagaimanapun, sejauh bukti yang
bersangkutan ini, sebab akibat dalam hal ini
sangat mungkin kebalikannya : “seorang pekerja yang baik adalah pekerja yang bahagia.”
Porter dan Lawler (1968)
tampaknya telah menjadi orang pertama secara resmi untuk memasukkan prestasi
kerja sebagai penyebab, bukan efek, dari kepuasan kerja sebagai sebuah contoh
kinerja kerja. Ide ini dieksplorasi oleh Cherrington, Reitz, dan Scott (1971)
di dalam penelitian telah menjadi karya klasik dalam bidang penelitian.
Peneliti ini menemukan bukti yang menunjukkan bahwa ada sifat hubungan antara
kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan tergantung pada variabel ketiga – yaitu
hadiah. Penelitian ini diringkas dalam sorotan para peneliti (efek dari hadiah
bergantung atau tidak bergantung pada hubungan kepuasan kerja dan tugas yang
dilakukan)
Cherrington dan
rekan-rekannya menghasilkan korelasi baik positif maupun negatif antara
kepuasan kerja dan kinerja kerja di dalam laboratorium percobaan mereka dengan
memanipulasi hubungan antara prestasi kerja (variabel dependen) dan hadiah
formal yaitu bonus uang (variabel bebas) untuk kinerja itu. Sesuai hipotesis
dari hubungan sebab akibat yang melekat antara kepuasan kerja dan kinerja,
subjek dalam studi melaporkan kepuasan terbesar pada akhir jam pertama
seharusnya menjadi subjek yang kinerjanya membaik palingan selama jam kedua.
Bertentangan dengan harapan, dalam percobaan ini pada jam kedua kinerjanya
lebih baik dan dicapai oleh subjek yang "belajar" dari bonus yang
dibayarkan pada akhir jam pertama bahwa ada hubungan antara apa yang mereka
lakukan dan apakah mereka menerima bonus atau tidak. Hal ini menunjukkan bahwa
korelasi positif antara kepuasan kerja dan kinerja kerja tergantung pada sejauh
mana penghargaan yang sama melibatkan keduanya.
Jika
kepuasan karyawan dihargai tergantung pada tingkat antara konsisten dengan kinerja,
kepuasan dan kinerja akan berhubungan
positif dengan sistem
penghargaan yang sesuai. Namun, beberapa orang tidak mendefinisikan kepuasan kerja dalam hal hadiah yang tergantung pada kinerja mereka yang baik.
Beberapa
kondisi yang telah diidentifikasi
sebagai sumber-sumber kepuasan
kerja yang mungkin bagi berbagai orang yang berbeda didaftar tercantum di kolom kiri dari tabel 6-4. Jika
diperlukan untuk melakukan pekerjaan
dengan baik untuk mencapai kondisi ini (lima pertama pada daftar) korelasi positif antara kepuasan kerja dan prestasi kerja akan diamati. Ketika kondisi yang menghasilkan kepuasan kerja tidak ada hubungannya dengan kinerja pekerjaan
( item lima kedua pada daftar), tidak ada hubungan antara
dua variabel akan diamati dalam studi korelasional. Akhirnya, ketika sumber utama dari kepuasan kerja dapat mengganggu kinerja (item tiga
terakhir) hubungan yang berkebalikan
akan diamati, yaitu; karyawan melaporkan kepuasan kerja yang lebih besar akan berada di antara para pekerja dengan kinerja yang lebih buruk.
Job Kontemporer Kepuasan Penelitian
Pengakuan umum tentang peran
penting yang dimainkan oleh hadiah dalam hubungan kepuasan kerja kinerja tidak
mendahului pencarian dan konsekuensi dari kepuasan kerja berhenti, tetapi telah
berubah jauh. Setidaknya tiga tren dapat diidentifikasi. Yang pertama berpusat
di sekitar kepentingan dalam peran bahwa kepribadian dapat bermain dalam
kepuasan kerja. Terlalu cepat untuk menarik kesimpulan dari penelitian ini,
tetapi ide dasarnya adalah sederhana: mungkin orang yang bahagia adalah
karyawan yang mempunyai penghasilan serta lebih puas dengan penghasilannya ( Staw
& Barsade, 1993).
Kecenderungan
kedua adalah pemeriksaan ulang dari sisi hubungan kinerja
dengan kepuasan. Sebuah studi oleh Ostroff (1992) menyelidiki
bahwa tingkat analisis tradisional
kemungkinan salah, tidak mungkin individu
yang kinerjanya ditingkatkan dengan
kepuasan kerja, tetapi penyusunan
datanya, mengumpulkan dari lebih dari 13.000 guru di hampir
300 sekolah, mendukung gagasan bahwa organisasi dengan karyawan yang puas lebih cenderung
lebih efektif. Atau sebaliknya?
Organ
(1977,1988) mengambil taktik yang
berbeda, dia menempatkan sebagainya bahwa kinerja
dipengaruhi oleh kepuasan kerja bukan produktivitas dalam
arti tradisional sama sekali, melainkan adalah apa yang Bateman dan Organ (1983) istilah perilaku kewarganegaraan. Dalam organisasi kerja, perilaku kewarganegaraan adalah "membantu, membentuk memperlihatkan isyarat oleh anggota organisasi dan dihargai atau diapresiasi
oleh para pejabat tetapi tidak berkaitan langsung dengan
penghasilan individu maupun yang
melekat dalam persyaratan peran individu"
( Organ,1988, p. 548).
Contoh perilaku
kewarganegaraan termasuk tinggal siang hari sehingga rekan kerja dapat pulang lebih
awal untuk
mengunjungi seorang teman di rumah sakit, relawan untuk menjadi wakil
departemen untuk jalankan amal yang disponsori perusahaan, atau merancang cara
yang lebih baik untuk melakukan tugas pekerjaan. Psikolog sosial Katz dan Kahn
(1966) merujuk pada perilaku seperti "spontan". Konsep terkait
ditemukan dalam kesusasteraan Psikologi I /O termasuk perilaku menghindari
tugas, perilaku prososial, dan ekstra-peran perilaku. Beberapa perbedaan halus
yang dibuat antara definisi konsep-konsep ini, tapi perilaku kewarganegaraan
memadai di sini.
Ada penelitian yang
mendukung hipotesis bahwa orang yang lebih puas dengan pekerjaan mereka lebih
mungkin untuk memberikan kontribusi kebutuhan di tempat kerja (Organ,1988;
Organ & Konovsky,1989; Organ & Ryan,1995), dan gagasan tampaknya akan
mengambil kehidupan baru sebagai psikolog I/O pada umumnya lebih jauh dari
upaya untuk membuktikan bahwa kepuasan kerja adalah penting baik pada tugas
atau di peran perilaku. (e.g., Moorman, 1993)
Akhirnya, tampak ada
kecenderungan dalam penelitian kepuasan kerja untuk meningkatkan prediksi
sikap-yaitu, untuk meningkatkan korelasi antara perilaku yang diamati dan sikap
yang diukur. Guagnano, Stern, and Dietz (1995) Studi sikap dan perilaku tentang
daur ulang tepi jalan adalah contoh yang menarik. Peneliti menemukan bahwa
sikap tentang daur ulang tepi jalan hanya meramalkan perilaku daur ulang di rumah
tangga yang telah diberikan koleksi tempat sampah. Mereka berpendapat bahwa
contoh menghubungkan sikap dengan perilaku dapat ditingkatkan dengan
menggabungkan konteks di mana orang bertindak (memiliki atau tidak memiliki
tempat sampah, dalam kasus saat ini).
Penutup
Keterangan Tentang Kepuasan
Kerja
Kepuasan
kerja merupakan respon
afektif, atau perasaan, untuk situasi pekerjaan. Ada beberapa
silang pendapat tentang apa yang menyebabkannya dan
bagaimana cara kerja prosesnya. Untuk
tujuan praktis, kepuasan kerja adalah
seperti yang diukur dan ada sejumlah pendekatan alternatif untuk pengukuran ini. Bertahun-tahun peneliti telah menghasilkan korelasi
sederhana antara pengukuran tersebut
dan berbagai perilaku kerja. Kepuasan kerja dalam
hal apapun, bagaimanapun, telah ditemukan untuk menjadi penentu utama perilaku kerja.
Kesimpulan ini sepenuhnya konsisten
dengan penyelidikan dan review
dari hubungan umum antara sikap dan perilaku ( Bagozzi & Warshaw,
1992). Erlich (1969) merupakan perwakilan pernyataan: "Studi tentang hubungan sikap dan perilaku hampir
selalu konsisten menghasilkan kesimpulan bahwa sikap adalah penelahan yang buruk dari perilaku"
Apa yang akan kita lakukan terhadap
semuanya ini? Mungkin pelajaran yang dapat diambil adalah impilasi dari
kepuasan kerja (kekurangannya) lebih penting bagi individu daripada
organisasi yang mempekerjakan dia. Hal ini tidak
mengatakan bahwa semua orang yang bekerja menempatkan kepuasan yang tinggi pada daftar prioritas pribadi. Pengamatan serta hasil dari
penelitian bergantung ke dalam cara orang memandang peran aktivitas
kerja dan tidak bekerja dalam
kebutuhan mereka dan membuat sistem
nilainya jelas bahwa ini tidak benar.
Untuk
sebagian orang, bekerja adalah suatu keharusan bahwa mereka menerima tanpa pengharapan apapun untuk
mendapatkan kepuasan dari sana. Namun demikian,
tampaknya aman untuk mengasumsikan bahwa, hal lain dianggap sama, mereka akan lebih
menyukai mendapatkan sedikit kepuasan dari pengalaman tersebut.
Sampai-sampai upaya oleh psikolog I/O dan orang
lain untuk memahami kepuasan kerja dapat memberikan kontribusi pada aspek kualitas kehidupan kerja, usaha tampaknya juga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar