Wikipedia

Hasil penelusuran

Kamis, 19 Juni 2014

MOTIVASI DAN KEPUASAN KERJA



Teori Penyalahtempatan Motivasi Kerja
Teori penyalahtempatan motivasi kerja mengidentifikasi karakteristik individual sebagai sumber dari kekuatan yang memproduksi, mengarahkan, dan mempertahankan usaha yang dikeluarkan dalam kebiasaan tertentu. Teori terbaik yang diketahui  sesuai dengan topik tersebut adalah teori yang dikemukakan oleh Maslow.
Kebutuhan Hierarki Maslow
Maslow adalah seorang psikolog klinis. Dengan berdasarkan basis pengalamannya sebagai seorang klinis, ia menduga bahwa orang-orang memiliki 5 kebutuhan umum yang dapat disusun dalam hierarki kepentingan. Keperluan dasar paling utama, sesuatu yang orang-orang harus puaskan terlebih dahulu adalah kebutuhan fisiologis(udara, makanan, air, dsb) dan diikuti oleh keamanan, sosial, dan kebutuhan akan penghargaan atau pengakuan dari orag lain. Pada tingkat teratas dari hierarki adalah sebuah kebutuhan akan aktualisasi diri.
Menurut teori Maslow, setiap dari kebutuhan tersebut harus dipuaskan sebelum perilaku motivasi berikutnya. Dalam setting pekerjaan, ini berarti bahwa orang-orang mengerahkan usaha untuk memenuhi kebutuhan terendah yang belum dicapai. Beberapa orang yang baru memulai bekerja akan bekerja untuk mendapatkan uang untuk membayar biaya pendidikan dan untuk menyediakan makanan dan tempat tinggal (kebutuhan fisiologis dan keamanan) . beberapa orang yang lain mungkin akan bekerja semata-mata untuk kebersamaan dan rasa memiliki (kebutuhan social).
Teori Maslow memungkinkan untuk variasi dalam mana orang berdiri di hirarki, tetapi percobaan untuk mengaplikasikan teori dalam pengaturan kerja telah berfokus secara eksklusif pada pemenuhan kebutuhan tingkat atas (aktualisasi diri). Kepercayaannya adalah bahwa orang akan mengeluarkan usaha lebih besar dari pekerjaan yang menarik dan menantang dan juga memberi mereka kontrol personal.






Teori ERG Alderfer
Sebuah teori motivasi kerja berdasarkan kebutuhan hierarki maslow, tetapi memasukkan suatu perubahan2 penting, yang dikemukakan oleh Alderfer (1969,1972). Teori ERG menghipotesiskan 3 set kebutuhan dari yang paling penting sampai tidak. Kebutuhan ini adalah Existence (E), relatedness (R), and growth (G) adalah pada dasarnya adalah penyusunan kembali teori Maslow, tetapi penyusunan yang kaku dari hierarki tersebut bukanlah merupakan bagian dari teori ERG.
Dalam konsep Maslow, usaha primer seseorang dikeluarkan dalam perilaku untuk memuaskan level terendah dari kebutuhan yang belum dicapai. Ketika kepuasaan ini telah dipuaskan, kebutuhan ini tidak akan lagi memotivasi individu.
Sedangkan menurut teori ERG, jika upaya untuk memenuhi kebutuhan pada satu tingkat terus ditekan, individu mungkin akan mundur ke perilaku untuk memenuhi kebutuhan yang lebih konkrit. Seorang karyawan tidak dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi pada pekerjaannya mungkin memilih melakukan itu hanya cukup baik untuk dapat tetap bekerja dan memenuhi kebutuhan sosial yang lebih rendah.

Teori 2 faktor Herzberg
Teori 2 faktor Herzberg tentang motivasi didasari oleh satu divisi dari hierarki Maslow dalam kebutuhan atas dan bawah. Menurut Herzberg, hanya kondisi yang dapat membuat seseorang mengisi kebutuhan tingkat atas dan aktualisasi diri yang dapat meningkatkan motivasi kerja. Sebuah organisasi seharusnya membuat keadaan bagi pegawai untuk dapat mendapatkan kebutuhan tingkat bawahnya melalui kerja sehingga membuat karyawan tersebut tidak meninggalkan perusahaan, tetapi dapat mencapai kebutuhan ini tidak mempengaruhi motivasi kerja mereka.
Di dalam teori 2 faktor, keadaan kerja yang memberi kemungkinan bagi orang untuk mencapai kebutuhan tingkat atas disebut motivators. Diantara faktor motivator yang diidentifikasi oleh Herzberg adalah pencapaian, pengakuan, tanggung jawab, kesmpatan untuk maju, dan pekerjaan yang menarik. Faktor2 ini , menurut teori tersebut, mempengaruhi pemuasaan kerja dan mengarah kepada motivasi kerja yang lebih tinggi.
Pendekatan motivasi untuk desain pekerjaan menekankan pentingnya keputusan desain yang menciptakan pekerjaan yang berarti dan memuaskan. Hackman dan Oldham mengidentifikasi apa yang mereka yakini ada lima karakteristik dasar (disebut inti dimensi) dari pekerjaan tersebut.
Skill variety
Pekerjaan yang memerlukan berbagai variasi kemampuan berbeda akan lebih berarti disbanding pekerjaan yang hanya memerlukan 1 atau sedikit kemampuan
Task identity
Pekerjaan yang meliputi seluruh bagian dari suatu pekerjaan akan lebih berarti daripada yang hanya meliputi sebagian dari suatu pekerjaan
Task significance
Pekerjaan yang memiliki kepentingan bagi yang lain akan lebih berarti dibanding yang tidak
Autonomy
Pekerjaan yang memberi kesempatan bagi orang untuk berdiri sendiri, bebas, dan kewenangan mengambil keputusan dengan hormat tentang performa suatu pekerjaan akan lebih berarti disbanding yang tidak
Job feedback
Pekerjaan yang menyediakan umpan balik tentang performa karyawan akan lebih berarti disbanding yang tidak
Dimensi pekerjaan ini adalah sebuah teori yang ditunjukkan untuk mempengaruhi perilaku dan sifat karyawan dengan cara menciptakan tiga keadaan psikologis kritis dalam pikiran pemegang pekerjaan. Skill variety, task identity, dan task significance berperan dalam memberikan pengalaman berarti dalam suatu pekerjaan, kepercayaan bahwa hasil kerja seseorang itu penting dan berharga. Autonomy dipercaya mengarah kepada pertanggungjawaban untuk outcome kerja, dan feedback untuk mengetahui hasil dari kepedulian individu.
Tiga keadaan psikologis kritis dalam model karakteristik kerja dipercaya diperlukan untuk mendapatkan pribadi yang diinginkan dan outcome kerja dari motivasi yang naik, kualitas kerja, pemuasaan kerja, dan mengurangi absent. Hubungan ini, dan juga seperti hubungan antara dimensi pekerjaan dan keadaan psikologis, ini dikelola oleh Growth Need Strength (GNS). GNS adalah sebuah variabel perbedaan individual yang mencerminkan sejauh mana seseorang mau untuk dapat belajar lebih dan berkembang dalam suatu pekerjaan.
Teori Kebutuhan Prestasi McClelland
Kebutuhan akan prestasi (n'Ach) menjadi kebutuhan belajar bahwa baik atau tidak dikembangkan di masa kecil. Menurut McClelland (1961), orang dengan kebutuhan akan prestasi akan lebih berupaya untuk pekerjaan dibandingkan orang tanpa kebutuhan ini (hal lain dianggap sama). Keinginan untuk memotivasi prestasi seimbang terhadap keinginan untuk menghindari kegagalan, bagaimanapun, jadi perilaku dapat diarahkan pada tujuan menengah, bukan tinggi, kesulitan (Atkison & Bapa, 1966).
Sebuah ciri unik dari teori n'Ach motivasi kerja adalah hipotesis bahwa orang yang memiliki tingkat rendah dari kebutuhan ini dapat dilatih untuk mengembangkannya (McClelland & Winter, 1969). Atau, mungkin berkembang dalam konteks bekerja sebagai orang mengalami manfaat dari pencapaian secara langsung. Dalam satu studi yang terkenal dari perwakilan reservasi maskapai telepon, misalnya, motivasi berprestasi ditemukan terkait dengan kinerja empat sampai delapan bulan setelah pelatihan, tapi tidak dalam tiga bulan pertama pada pekerjaan (Helmreich, Sawin, & Carsrud, 1986 )
Kebutuhan akan teori pencapaian motivasi kerja telah lebih berhasil dari sudut pandang empiris yang perlu teori didasarkan pada hipotesis Maslow. Ada tampaknya menjadi hubungan antara ukuran kebutuhan ini dan perilaku kerja tertentu, dan ini tetap menjadi daerah cukup aktif oleh penelitian psikolog I/O (misalnya, Cassidy & Lynn 1989; Johnson & Perlow, 1992; Medcof & Wegener, 1992) . Dalam keadilan, bagaimanapun, harus disebutkan bahwa meskipun labelnya, pendekatan ini tidak benar-benar representatif teori kebutuhan motivasi.
Ide bahwa beberapa orang yang selektivitas pada kegiatan berolahraga, kemungkinan yang dirasakan dari keberhasilan dalam situasi tertentu menetapkan teori McClelland terpisah dari teori kebutuhan lainnya, seperti halnya gagasan bahwa orang dapat dilatih untuk memiliki tingkat lebih tinggi dari kebutuhan ini. Bersama-sama, aspek kebutuhan akan prestasi menghapus banyak rasa deterministik dari teori kebutuhan lain dari motivasi dari pernyataan McClellad itu.

Kepribadian dan Motivasi
Kemajuan yang konseptual dan empiris dalam studi tentang tes kepribadian menjadi arus utama dalam penyaringan dan pemilihan dalam Psikologi Industri dan Organisasi setelah absen selama beberapa tahun. Jika tes ini berlaku untuk seleksi dalam berbagai situasi, berarti kepribadian berkaitan dengan  berbagai berbagai cara pada performa kerja dalam situasi tersebut. Berbagai bidang penelitian mengusulkan beberapa kemungkinan yang menarik. Pertama, ciri-ciri tertentu seperti kesadaran dan disiplin pribadi telah ditemukan berkorelasi positif dengan kinerja pekerjaan di seluruh tindakan dan di pekerjaan. Kedua, peneliti telah menemukan bahwa beberapa kepribadian-jenis variabel perbedaan individu (seperti kesadaran diri yang tinggi) berhubungan dengan regulasi/pengaturan diri yang lebih baik, yang selanjutnya akan mempermudah penyelesaian tugas. Ketiga, kesulitan tujuan yang ditetapkan individu untuk diri mereka sendiri mungkin berhubungan dengan sifat kepribadian tertentu.
Akhirnya, seperti yang dijelaskan oleh Kanfer, beberapa peneliti mulai mengeksplorasi hubungan antara variabel kepribadian dengan proses pengolahan informasi kognitif mempengaruhi kinerja dari tugas yang rumit.
Terlalu dini untuk berbicara tentang teori nyata kepribadian dari motivasi, tetapi literatur mengenai hal ini menjelaskan bahwa kepribadian dapat menambahkan sesuatu yang baru bagi kemampuan psikolog Industri dan Organisasi untuk memprediksi perbedaan dalam upaya menggunakan orang dengan perilaku kerja yang efektif.

Teori Kognitif dari Motivasi Kerja
Teori Kognitif dari motivasi kerja  menyatakan bahwa dorongan untuk  memulai, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku terdapat pada  kebutuhan dalam diri seseorang. Karena orang memiliki  kebutuhan maka ia cenderung untuk berperilaku dengan cara tertentu untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Teori  ini tidak menyangkal bahwa orang mempunyai kebutuhan, tetapi konsep pendorong yang implisit dalam teori kebutuhan digantikan oleh elemen kognitif (pikiran).
Dari perspektif kognitif, motiivasi adalah sebuah pilihan yang sadar  yang dibuat berdasarkan  proses pengambilan keputusan yang kompleks dengan mempertimbangkan alternatif, biaya, manfaat, dan kemungkinan pencapaian hasil yang diinginkan. Ada beberapa pendekatan teoritis yang akan dibahas dalam hal ini, yakni :

1.General Expectancy Theory (GET)
Istilah GET digunakan untuk menunjukkan pendekatan teoritis dalam motivasi kerja dengan berbagai pengaruhnya.
GET didasarkan pada pemikiran bahwa harapan adalah dimana usaha yang digunakan dalam kegiatan tertentu berperan penting dalam pencapaian hasil yang diinginkan.
Ada  4 hal yang harus diperhatikan  dalam GET, yakni :

a.Effort-Performance Expectancy
Konsep ini berdasarkan pada derajat hubungan bahwa usaha/kinerja bila sesuai dengan yang diinginkan akan menghasilkan hasil tertentu yang sesuai juga.

b.Performance-Outcome Expectancy
Konsep ini hampir sama dengan konsep GET. Konsep ini menunjjukan keyakinan bahwa usaha/kinerja pasti akan langsung  diikuti dengan hasil tingkat pertama, misalnya : gaji, promosi, dll.

c. Instrumentality
Instrumentalitas menunjukkan bahwa suatu hasil langsung (hasil tingkat pertama) berguna dalam pencapaian sesuatu yang lain yang juga bernilai.  Hal ini berkaitan dengan hasil tingkat kedua dari kinerja dimana kondisi yang diinginkan (hasil tingjat kedua) ini tidak secara langsung dihasilkan dari kinerja tetapi dari hasil tingkat pertama yang diperoleh dari perilaku kerja tersebut.

d.Value /Valences
Baik hasil tingkat pertama maupun tingkat kedua, keduanya memiliki niali yang berhubungan. Konsep ini menggambarkan seberapa menarik hasil/pendapatan yang diperoleh oleh individu bagi individu tersebut.

2.Balance Theory : Adam’s Equity Theory
Dasar pemikiran teori ini dilatarbelakangi oleh teori kognitif dari motivasi kerja. Teori ini menyatakan bahwa individu berusaha menjaga keseimbangan antara usaha/kinerja mereka dengan hasil yang mereka dapat dari usaha/kinerja tersebut.
Menurut teori Adam ini, ndividu cenderung membandingkan hasil yang mereka peroleh dari kontribusi/kinerja mereka dalam pekerjaan dengan hasil dan kinerja orang lain.
Dalam teori ini terdapat beberapa istilah penting, yaitu :
a.Input
Hal yang dapat diberikan/dikontribusikan oleh individu pada perusahaan, misalnya : kemampuan, pengetahuan, pengalaman, jam kerja, dll.

b.Output
Hasil yang diperoleh individu sebagai akibat dari kontribusi yang diberikannya pada perusahaan tersebut, misalnya : gaji, promosi, penghargaan, bonus, dll.

c.Person
Individu yang melakukan perbandingan antara dirinya dengan orang lain.
d.Other
Individu lain yang menjadi tempat melakukan perbandingan bagi individu yang melakukan perbandingan. 

3. Locke’s Goal-Setting Theory
Pokok pikiran yang mendasari teori ini adalah bahwa individu menetapkan/menentukan suatu tujuan adalah untuk diri mereka sendiri dan menjadi termotivasi untuk bekerja mengarah ke tujuan tersebut karena dengan  tercapainya tujuan tersebut akan bermanfaat bagi mereka.
Menurut Locke dalam teori ini, orang yang menetapkan/menentukan tujuan yang lebih tinggi (menerima tujuan yang demikian juga yang ditetapkan oleh orang lain) akan berusaha dan bekerja dengan lebih baik.
Berdasarkan hal ini, ada 5 komponen dasar yang mempengaruhi atau meningkatkan motivasi karyawan, yaitu :

a.Tujuan dari pekerjaan harus spesifik (jelas dan tertentu)
Tujuan yang demikian akan memungkinkan individu untuk lebih mengerti mengenai apa yang diperlukan, sehingga meningkatkan kemungkinan bagi mereka untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Selain itu, tujuan yang seperti ini juga membantu individu melakukan perencanaan yang diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan tersebut.

b. Tujuan memiliki tingkat kesulitan yang sedang sampai tinggi
Penelitan menunjukkan bahwa tujuan yang memiliki tingkat kesukaran yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik daripada tujuan dengan tingkat kesukaran yang rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesukaran tujuandipengaruhi oleh berbagai factor antara lain keyakinan individu terhadap kemampuan  pribadinya, bagaimana karatekter tugas tersebut, dan pengalaman individu terhadap tugas tersebut.

c.Karyawan harus menerima tujuan tersebut
Penerimaan tujuan dikenal juga dengan komitmen tujuan. Dalam hal ini, karyawan harus setuju untuk mencoba mencapai tujuan tersebut. Menurut Locke, penerimaan tujuan dipengaruhi oleh berbagai factor, diantaranya otoritas dari individu yang menentukan tujuan tersebut, pengaruh kelompok, penghargaaan, persaingan, dan keyakinan bahwa tujuan tersebut dapat dicapainya. Selain itu, penerimaan tujuan juga dipengaruhi oleh seberapa besar individu dilibatkan dalam penentuan tujuan tersebut.

d.Karyawan harus menerima umpanbalik  dari kemajuannya dalam usaha mencapai tujuan tersebut
Umpanbalik membantu karyawan untuk terus maju kea rah tujuan dengan menunjukkan bahwa diperlukannya lebih banyak lagi usaha dan strategi yang berbeda atau hanya menunjukkan bahwa orang tersebut berada pada jalur yang benar dan tetap melakukan apa yang dikerjakannya.

e.Tujuan yang ditetapkan secara partisipatif akan jauh lebih baik daripada tujuan yang ditugaskan
Dalam semua kondisi kerja, kecuali kondisi yang sangat sederhana, berpartisipasi dalam proses penentuan/penetapan tujuan akan membantu individu untuk lebih mengerti mengenai apa yang diharapkan darinya. Selain itu, dengan lebih mengerti akan tujuan tersebut  akan membuat individu lebih mungkin untuk mencapainya dan menerimanya.


The Reinforcement Model of Work Motivation
Pendekatan penguatan terhadap motivasi tidak dikembangkan sebagai teoti motivasi kerja. Karena pada dasarnya pendekatan tersebut bukanlah teori sama sekali, akan tetapi pendekatan ini adalah serangkaian prinsip yang menghubungkan antara perilaku dengan hasilnya. Sebagai pendekatan dalam motivasi kerja, model penguatan ini terdiri dari ekstrapolasi dari prinsip-prinsip perilaku individu saat bekerja. Ada tiga prinsip yang paling penting disini antara lain:

People keep doing things that have rewarding outcomes.
Konsep ini menyatakan bahwa individu akan tetap melakukan hal-hal yang menghasilkan penghargaan. Jadi, penghargaan akan memperkuat kemungkinan bahwa perilaku yang mengikutinya akan terjadi lagi dalam situasi yang sama.




People avoid doing things that have punishing outcomes.
Konsep ini menyatakan bahwa individu akan menghindari untuk melakukan sesuatu yang menghasilkan hukuman. Jadi, hukuman mengurangi kemungkinan bahwa perilaku yang mengikutinya akan terjadi lagi dalam situasi yang sama.

People eventually stop doing things that have neither rewarding nor punishing outcomes.
Konsep ini menyatakan bahwa individu akan berhenti melakukan sesuatu yang sama sekali tidak menghasilkan baik penghargaan maupun hukuman. Jadi, perilaku yang mempunyai hasil yang netral cepat atau lambat akan menghilang.

Jadi jika diterapkan pada motivasi kerja, maka prinsip penguatan ini menyatakan bahwa kinerja dalam pekerjaan adalah fungsi langsung dari sejauh mana hubungan antara perilaku kerja dan penghargaan yang diberikan atau diperkuat. Jika kerja keras dan melakukan apa yang diharapkan akan dihargai daripada di hukum atau diabaikan, individu akan melanjutkan perilaku ini. Akan tetapi sebaliknya,  jika hasil dari skinerja akan menghasilkan hukuman maka perilaku tersebut akan dikurangi. Selain itu, usaha akan dikurangi secara berangsur-angsur bila usaha tersebut sama sekali tidak menghasilkan hasil apapun baik itu hukuman maupun penghargaan.
Pendekatan penguatan terhadap motivasi kerja yang murni adalah berdasarkan pada pengaruh penguatan dari lingkungan terhadap kinerja kerja, yang disebut penguatan ekstrinsik. Penguatan ini diberikan lewat penghagaan yang informal seperti pujiaan dan pengkuan. Selain itu, penguatan intrinsik (penghargaan yang diberikan seseorang terhadap dirinya sendiri, seperti perasaan bangga dan merasakan keberhasilan) juga diyakini memiliki peranan penting dalam meningkatkan motivasi kerja.

Schedules of Reinforcement
Penghargaan tidak secara praktis diberikan setiap saat terhadap setiap usaha dan perilaku yang diinginkan dari setiap karyawan dalam suatu perusahaan atau organisasi.Pemberian penghargaan harus memiliki jadwal tertentu yang sering disebut  dengan Jadwal Penguatan. Penelitian tentang jadwal penguatan membuktikan bahwa perilaku akan berkelanjutan hanya jika kadang-kadang diperkuat.

erdapat  4 jadwal penguatan dasar :

Fixed Interval
Merupakan jadwal pemberian penghargaan secara konsisten atau setelah periode waktu tertentu.

Fixed Ratio
Merupakan jadwal pemberian penghargaan setelah sejumlah perilaku terjadi.

Variable Interval
Penghargaan diberikan dengan tenggang waktu yang bervariasi dan tenggang waktu tersebut tidak bergantung pada perilaku.

Variable Ratio
Penghargaan akan diberikan setelah perilaku yang bervariasi , yang sering juga disebut dengan penguatan selang-seling.


The Reinforcement Model and Research
Model penguatan dari motivasi kerja merupakan model melihat ke belakang dimana insentif telah diberikan seperti yang dijanjikan di masa lalu. Sebaliknya, teori pengharapan umum adalah model melihat ke depan dimana kesadaran akan pentingnya apa yang terjadi di masa lalu hanyalah salah satu faktor yang mempengaruhi keyakinan tentang apa yang akan terjadi masa depan.
Kebanyakan penelitian penguatan positif dalam pengaturan organisasi diarahkan kepada jenis insentif (penghargaan yang dijanjikan) lebih efektif dengan kategori khusus pekerja daripada menampilkan penghargaan pekerjaan tersebut. Psikolog I/O juga menangani pertanyaan dan masalah yang terkait dengan keefektifan penggunaan prinsip penguatan positif bagi kelompok sebagai pedoman tim kerja untuk menjadi semakin populer. Perkembangan pikiran mengenai insentif pada tempat kerja ditinjau oleh Peach dan Wren.
Psikolog I/O dan rekan lain yang mempelajari perilaku manusia pada saat kerja mengetahui bahwa penguatan positif dapat meningkatkan kinerja kerja. Manajer yang baik (dengan atau tanpa bantuan psikolog I/O) juga menyadari nilai dari penghargaan, tetapi masalah menyediakan insentif yang efektif pada saat suasana keuangan krisis menjadi hal yang menjengkelkan. Tiket nonton gratis, meminjam mobil wakil presiden pada akhir pekan, memarkirkan kendaraan di depan pintu masuk selama sebulan, memberikan cuti satu bulan sebagai upah karyawan bekerja, dan lain-lain, dapat menjadi sebuah penghargaan bagi karyawan bila menghadapi situasi keuangan yang demikian.
Dengan adanya model penguatan, peninjauan pernyataan teori terkemuka yang memprakarsai, langsung, dan menjaga perilaku di tempat kerja sempurna. Secara konseptual, teori-teori motivasi ini tidak terpisah satu sama lain; teori-teori ini hanya berbeda. Tidak adanya keunggulan yang jelas pada satu teori, psikolog I/O dan rekan lain tertarik pada motivasi kerja yang mengarahkan mereka dalam mengkoordinasikan dan menggabungkan pendekatan yang ada.

PENERAPAN IMPLIKASI TEORI MOTIVASI

Teori seringkali kelihatannya menjadi latihan yang tidak berguna bagi orang yang bekerja, tetapi bagi psikolog I/O teori merupakan dasar sebagai latihan. Topik motivasi memberikan gambaran yang baik sekali mengenai hal ini. Penerapan implikasi dari teori motivasi ini bukanlah merupakan teknik motivasi, tetapi merupakan sejumlah hipotesa terpadu mengenai peningkatan level motivasi karyawan organisasi melalui koordinasi personalia dan kebijakan manajemen. Tidak ada pendekatan berdasarkan teknik untuk menyelesaikan masalah motivasi yang akan sukses dalam jangka waktu panjang jika tidak ada sistem yang secara keseluruhan ditujukan kepada atau mendukung peningkatan usaha karyawan dalam pekerjaan.

Hipotesa Berdasarkan pada Teori Disposisional
Teori ini merupakan teori yang paling lemah dan motivasi teori kepribadian belum berkembang dengan baik. Meskipun begitu, motivasi teori kebutuhan sebagai kelompok masih mempunyai sedikitnya tiga implikasi penting dalam meningkatkan usaha karyawan.
Latihan seleksi, penempatan, dan promosi yang meliputi kebutuhan berdasarkan pengenalan diri dari pelamar dan karyawan dalam proses pengambilan keputusan akan memiliki pengaruh positif pada seluruh tingkat usaha karyawan dalam organisasi.
Apapun alasan mereka, teori kebutuhan sebagai kelompok memberikan petunjuk mengenai apa yang akan cukup menguntungkan secara langsung terhadap usaha.  Sampai orang dapat menghargai dulu kemungkinan bahwa pekerjaan tertentu akan memberikan mereka kesempatan untuk memenuhi apa yang mereka inginkan, beberapa ketidakcocokan individu/pekerjaan/organisasi mungkin dapat dihindari. Tingkat usaha secara keseluruhan dalam organisasi mungkin diharapkan dapat meningkat jika jumlah ketidakcocokan tersebut menurun.
Merancang pekerjaan dan strategi mendesain kembali membuat pekerjaan lebih menarik dan menantang akan memiliki pengaruh positif pada seluruh tingkat usaha karyawan dalam organisasi.
Mencoba merancang pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan tingkat atas tidak selalu praktis juga tidak selalu penting. Orang sangat berbeda mengenai apa yang mereka inginkan pada saat kerja. Meskipun begitu, kebijakan merancang dan mendesain kembali sesuai pekerjaan menjadi lebih menarik dan menantang sebagai kesempatan akan memberikan kesempatan lebih kepada karyawan yang menginginkan pekerjaan tersebut.
Penggunaan tes penyaringan karyawan yang benar mengukur faktor kepribadian dihubungkan dengan perilaku kerja akan memberikan pengaruh positif pada seluruh usaha karyawan dalam organisasi.
Pendekatan kepribadian untuk motivasi secara relatif baru sebagai area penelitian formal dan sampai saat ini belum ditemukan hasil yang mengejutkan. Kebanyakan orang menerka bahwa orang tertentu biasanya teliti dalam bekerja lebih keras daripada seseorang yang tidak teliti dalam bekerja keras. Dimana kebenaran tersebut dibuat, menggunakan tes kepribadian sebagai salah satu alat penyaringan membuat kontribusi berguna dalam proses pemilihan motivasi karyawan.

Hipotesa Berdasarkan Teori Harapan Umum
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi peneliti dalam teori harapan motivasi kerja tidak mengubah kenyataan bahwa pendekatan ini kaya kan implikasi praktis untuk mempengaruhi usaha karyawan.
Seleksi, penempatan, dan latihan promosi yang mencocokan kemampuan atau pengalaman, pengetahuan, dan keahlian terhadap persyaratan pekerjaan akan mempunyai pengaruh positif pada tingkat usaha karyawan secara keseluruhan dalam organisasi.
Penjelasan dari peran bahwa kemampuan berperan dalam motivasi merupakan kontribusi penting yang diberikan teori harapan. Kuncinya terletak pada harapan penampilan usaha. Harapan lemah berarti : “Meskipun saya mengeluarkan usaha yang cukup besar hampir tidak hasil yang saya harapkan”. Pada kebanyakan kasus, “kekurangan motivasi” mungkin mencerminkan keyakinan bahwa usaha tidak dapat mengimbangi kekurangan kemampuan yang diperkirakan. Kemungkinan ini membawa langsung kepada hipotesa berikutnya.
Program pelatihan pekerjaan yang resmi akan mempunyai pengaruh positif pada seluruh tingkat usaha karyawan dalam organisasi.
Pelatihan berkaitan dengan motivasi dalam berbagai cara. Motivasi pekerja baru pada dasarnya tinggi dan kualitas pelatihan dapat meningkatkan atau mengurangi motivasi ini. Selanjutnya, konsep harapan kinerja kerja usaha dari teori harapan motivasi ini menunjukan bahwa rasa percaya diri diperoleh selama pelatihan mungkin mempunyai pengaruh penting pada usaha yang diterapkan dalam tugas pekerjaan.
Rasa kurang percaya diri mungkin mempengaruhi usahanya dalam bentuk “apa gunanya?” seperti yang telah dijelaskan tadi. Tidak ada seorangpun yang mau kelihatan tidak mampu di hadapan orang lain dan kekurangan usaha merupakan salah satu cara orang mempertahankan diri sendiri terhadap kemungkinan ini. Sikap yang diperlihatkan yaitu : “Saya dapat melakukannya jika saya mencoba, tetapi siapa yang peduli?”.
Rasa nyaman dan kondisi fisik kerja yang sesuai dan peralatan yang memadai, alat bantu kerja, informasi, dan sumber lainnya akan mempunyai pengaruh positif pada seluruh usaha karyawan dalam organisasi.
Jika terdapat sejumlah variabel yang cenderung diabaikan secara terus-menerus oleh orang yang tertarik pada motivasi, maka itu adalah yang berhubungan dengan lingkungan fisik. Konsep harapan penampilan usaha kerja dari teori harapan umum menunjukan pentingnya memastikan bahwa lingkungan mendukung usaha karyawan. Sikap tidak peduli dikembangkan oleh  kenyataan bahwa kondisi tidak memungkinkan tercapainya kinerja kerja yang dikehendaki dan juga kurangnya kemampuan atau pelatihan. Kondisi tersebut antara lain tekanan waktu yang tidak realistis, kekurangan tempat kerja atau pribadi, alat bantu kerja yang tidak memadai atau ketinggalan zaman, dan informasi yang tidak jelas, pekerja, bahan baku, atau sumber daya lainnya untuk mendukung pekerjaan yang baik.
Sistem kinerja kerja yang baik akan memiliki pengaruh positif pada seluruh tingkat usaha karyawan dalam organisasi.
Penilaian penampilan, seperti pelatihan, berhubungan dengan motivasi. Yamg paling jelas adalah kemungkinan mendapatkan penilaian yang baik dapat menjadi dorongan untuk berprestasi baik dan menerima penilaian yang baik dapat menjadi penguatan usaha yang diterima. Teori harapan dari motivasi juga menunjukan bahwa penilaian kinerja kerja merupakan sumber informasi penting berhubungan dengan komponen harapan penampilan usaha dari teori tersebut. Jika seluruh usaha diikuti secara tetap oleh penilaian rata-rata penampilan, misalnya, harapan penampilan usaha individu dan tingkat motivasi mungkin diturunkan.
Di samping memberikan informasi mengenai harapan kinerja kerja, penilaian kinerja kerja juga memberikan informasi mengenai pengukuran kinerja kerja untuk mencapai hasil yang bernilai. Hasil penilaian kinerja kerja selalu menjadi dasar organisasi untuk memberikan penghargaan seperti kenaikan gaji, promosi, dan kesempatan karir yang diinginkan. Jika karena sesuatu hal, metode penilaian kinerja kerja yang digunakan tidak menghasilkan perbedaan yang berarti diantara tingkatan kinerja kerja individu, suatu hubungan penting telah terputus.
Agar kinerja kerja menjadi pengukuran baik yang mencapai penghargaan organisasi (dalam kasus motivasi lebih tinggi), harus dapat diperhatikan dan diakui sebagai kinerja kerja yang baik. Prediksi ini didukung oleh teori keseimbangan kognitif motivasi yang baik. Pekerja yang melihat orang lain bekerja tidak giat atau tidak efektif menerima penghargaan yang sama mungkin menangani ketidakadilan yang dirasakan dengan mengurangi kinerja kerja mereka.
Hipotesa Berdasarkan Penetapan Tujuan
Sebuah implikasi dari pendekatan penetapan tujuan kerja terhadap motivasi kerja yang sudah didiskusikan.
Tujuan yang jelas dapat menjadi pengukuran yang lebih efektif daripada melakukan instruksi kerjakan sebaik mungkin pada seluruh tingkat usaha karyawan dalam organisasi.
Tujuan yang jelas dibuat sedemikian rupa agar orang dapat mengetahui kapan mereka membantu untuk mengatur dan mengarahkan usaha mereka; sebagian besar merasa lebih mudah untuk bekerja keras ketika mereka tahu apa yang harus mereka capai. Tetapi, kejelasan bukanlah satu-satunya masalah; kesulitan tujuan memainkan peranan dalam motivasi.
Tujuan pekerjaan yang cukup sulit sehingga bersifat menantang akan memiliki pengaruh positif pada seluruh usaha karyawan dalam organisasi.
Hipotesis 9 tidak tepat karena terdapat paling sedikit satu dasar teori yang tidak sesuai mengenai hubungan antara kesulitan tujuan dan motivasi. Penelitian menemukan bahwa tujuan yang sulit cenderung menjadi lebih efektif dalam meningkatkan usaha kerja. Dengan kata lain, penelitian mengenai kebutuhan akan prestasi menunjukan usaha yang lebih besar dalam tujuan yang tidak terlalu mudah atau terlalu sulit untuk dianggap sebagai hal yang tidak mungkin dicapai. Kedua teori dan penelitian yang relevan, bagaimanapun, merupakan persetujuan tujuan yang sangat mudah tidak mendorong usaha peningkatan.


Hipotesa Berdasarkan Model Penguatan
Karena dasar dari model penguatan adalah orang akan mengeluarkan usaha dengan perilaku yang diberi penghargaan, maka implikasi model ini untuk motivasi khususnya berkaitan dengan penghargaan.
Penghargaan terhadap perilaku yang dikehendaki akan memiliki pengaruh positif pada seluruh usaha karyawan dalam organisasi.
Prinsip penghargaan perilaku kerja yang diinginkan kelihatannya begitu perlu, tetapi psikolog I/O mencoba membantu organisasi menyelesaikan masalah yang seringkali dikejutkan oleh banyaknya perilaku kerja yang dikehendaki oleh manajemen diabaikan. Diantaranya adalah ketepatan masuk kerja, menolong orang lain, perilaku kreatif, masuk kerja, dapat diandalkan, mematuhi hukum, dan peraturan yang berlaku sebagai kinerja kerja yang baik.
Mengabaikan perilaku kerja yang dikehendaki bukanlah satu-satunya jalan yang tidak diikuti oleh organisasi-organisasi dalam hal prinsip dasar model penguatan motivasi. Juga bukanlah sesuatu yang tidak umum seorang karyawan mendapat penghargaan untuk perilaku yang tidak dikehendaki. Hal yang lebih menyakitkan dalam aturan pemberian penghargaan adalah karyawan yang sengaja melakukan kelalaian dan tidak bertanggung jawab masih tetap mendapat penghargaan yang hanya berbeda sedikit dari mereka yang dinilai luar biasa. Kenyataannya, satu-satunya jalan seorang karyawan tidak mendapat penghargaan dalam perusahaan adalah melampaui standar jumlah tidak masuk kerja dan keterlambatan. Akibatnya perilaku yang dihargai menjadi datang ke tempat kerja tepat waktu setiap hari dan melakukan apa saja yang diperlukan untuk meminimalisasikan jumlah keluhan.

Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah sikap, sama seperti motivasi dan kebutuhan, kepuasan kerja adalah sesuatu yang tidak dapat dilihat, tapi dapat diyakini terkait dengan pola perilaku tertentu.
Dalam istilah sederhana, seseorang yang puas dengan kerjanya mempunyai lebih banyak alasan mengapa ia menyukai pekerjaannya dari pada tidak menyukai pekerjaannya. Dari mana kepuasan kerja berasal dan bagaimana seharusnya ia diukur? Siapa yang relatif lebih puas dengan pekerjaannya? Apa arti kepuasan kerja bagi perilaku kerja individu? Hal-hal inilah yang akan dibahas lebih lanjut.
Berry mengatakan  bahwa kepuasan kerja adalah sikap kerja yang meliputi elemen kognitif, afektif dan perilaku yang diperkirakan akan memberi pengaruh pada sejumlah perilaku kerja. Wexley & Yulk mengatakan bahwa kepuasan kerja merupakan perasaan seseorang terhadap pekerjaan. Tiffin mengatakan kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap karyawan terhadap pekejaannya, situasi kerja dan kerjasama antara pemimpin dengan karyawan.

Teori Kepuasan Kerja dan Mengukur Kepuasan Kerja

Ringkasan Teori Kepuasan Kerja
Nama/Penjelasan
Teori Motivasi Kerja yang Berkaitan
Pernyataan Dasar
Dukungan Empiris
Dua Faktor atau Motivasi
Teori Kebutuhan
Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja adalah isyu terpisah, kepuasan hanya datang dari faktor yang intrinsik dari kerja tersebut.
Negatif
Kepuasan Facet
Teori Kognitif
Kepuasan tergantung pada persepsi masukan jabatannya, karateristik jabatan dan keluaran jabatan relatif dengan orang lain
Sedikit
Teori Nilai
Teori Kebutuhan
Kepuasan berasal dari keadaan tercapainya hal-hal yang bernilai baginya melalui pekerjaan
Tidak cukup penelitian
Proses Berlawanan
Tidak ada yang langsung berkaitan
Kepuasan bervariasi dengan berjalannya waktu, adakekuatan yang selalu bekerja untuk menguranginya
Tidak cukup penelitian
Ketidaksesuaian Kebutuhan
Teori Kebutuhan
Kepuasan merupakan hasil ketidaksesuaian yang rendah antara apa yang dibutuhkan orang dan apa yang diberikan jabatannya
Sedikit
Instrumentality
Teori Penghargaan
Kepuasan tergantng pada kecocokan antara penghargaan yang  diharapkan dan diterima
Sedikit

Kepuasan Kerja sebagai Konsep Global
Kepuasan kerja digambarkan sebagai evaluasi positif dari situasi pekerjaan tertentu. Ini berarti semacam ringkasan psikologi mengenai aspek yang disukai dan tidak disukai terhadap suatu pekerjaan. Pada kenyataannya, hal ini telah lama menjadi pendekatan umum untuk mengukur kepuasan kerja Vecchio (1980) menggunakan pertanyaan berikut dalam penyelidikan hubungan antara kualitas kerja dan kepuasan kerja:
Secara keseluruhan bagaimana kepuasan Anda dengan pekerjaan Anda, apakah Anda akan mengatakan bahwa anda sangat puas, cukup puas, agak tidak puas, atau sangat tidak puas.
Kuesioner kepuasan kerja mempunyai sejumlah kelebihan. Tidak ada biaya penembangan dan dapat dimengerti oleh mereka yang ditanyai. Ini juga cepat dan lebih mudah diadministrasi dan diberi nilai. Selain itu kuesioner menyediakan ruang yang cukup banyak bagi penafsiran pribadi dari pertanyaan tersebut. Beberapa responden akan menjawab berdasarkan gaji, beberapa berdasarkan sifat dari kerja, beberapa berdasarkan iklim sosial dari organisasi, dan demikian seterusnya. Dengan kata lain responden dalam contoh tertentu mungkin tidak menjawab pertanyaan yang sama, jadi menimbulkan pertanyaan mengenai validitas dan keandalannya.

Kepuasan Kerja sebagai Konsep Permukaan
Alternatif dari konsep kepuasan kerja adalah konseo facet (permukaan) atau komponen, yang menganggap bahwa kepuasan karyawan dengan berbagai aspek situasi pekerjaan yan berbeda dapat bervariasi dan harus diukur secara terpisah. Di antara konsep facet yang mungkin diperiksa adalah beban kerja, keamanan kerja, kompensasi, kondisi kerja, status, dan reputasi. Selain itu kecocokan rekan kerja, kebijakan penilaian perusahaan, otonomi dan tanggung jawab jabatan, kesempatan untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan, dan kesempatan untuk pertumbuhan dan perkembangan.
Sebagian besar komponen yang didaftar pernah digunakan dalam penelitian I/O, karena pengukuran kepuasan kerja cenderung bervariasi dari satu penyelidikan ke penyelidikan berikutnya. Jumlah facet yang diukur dari satu studi ke studi berikutnya juga bervariasi.
Para psikolog I/O tidak perlu membuat skala komponen khusus bagi setiap studi kepuasan kerja. Pada umumnya dalam kasus demikian mereka menggunakan hanya bagian (satu atau lebih subskala) dari sekala yang telah dibuat. Salah satu ukuran multi-facet yang paling populer adalah Indeks Penjelasan Pekerjaan (Job Descriptive Index –JDI, Smith, Kendall, & Hulin, 1969).
JDI yang asli adalah skala lima facet yang digunakan untuk mengukur kepuasan dan ketidakpuasan kerja, supervisi, gaji, kesempatan promosi, dan rekan kerja alat ukur tersebut terdiri sejumlah kata sifat atau kalimat yang relevan dengan masing-masing dari lima facet kerja. Responden diminta untuk menjawab “ya” atau “tidak” atau “tidak tau” untuk masing-masing pertanyaan. JDI telah dikembangkan dan digunakan selama lebih dari 20 tahun.
Namun JDI memiliki kelemahan yang diidentifikasikan sebagai kelemahan secara statistik. Isyu yang lebih mendasar adalah apaka JDI memang sebenarnya mengukur apa yang hendak diukur atau tidak. Dan timbul pertanyaan apakah kita membuat kesimpulan dengan yakin.

Contoh dari Indeks Penjelasan Pekerjaan (Job Descriptive Index)
Kerja                                                               Gaji
_______ Berguna                                            _______ Buruk
_______ Frustasi                                             _______ Dibayar Tinggi

Supervisi                                                         Rekan Kerja
_______ Tidak Sopan                                     _______ Pandai
_______ Cerdas                                              _______ Sukar ditemui

Kesempatan Promosi
________ Pekerjaan menghadapi jalan buntu
________ Promosi teratur
Kepuasan Kerja sebagai Kebutuhan yang Terpenuhkan
Pendekatan terhadap pengukran kepuasan kerja yang tidak menggunakan asumsi bahwa semua orang memiliki perasaan yang sama mengenai aspek tertentu dari situasi kerja (seperti misalnya pekerjaan tanpa masa depan tidaklah memuaskan) dikembangkan oleh Porter dan dilaporkan dalam studi sejak 1961. Kuesioner ini terdiri dari 15 pernyataan berkaitan akan kebutuhan akan rasa aman, penghargaan, otonomi, sosial, dan aktualisasi diri sendiri. Berdasaran kebutuhan dan persepsi orang itu sendiri mngenai jabatannya, tiap responden menjawab tiga pertanyaan mengenai masing-masing pernyataan: Berapa yang ada sekarang?, Berapa seharusnya?, Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?
Berdasarkan tanggapan terhadap pertanyaan mengenai pemenuhan kebutuhan kerja terebut, kepuasan kerja diukur dengan perbedaan antara “Berapa yang ada sekarang?” dan “Berapa seharusnya?”. Semakin kecil perbedaan ini, semakin besar kepuasannya.
Kuesioner Porter sukar sekali dinilai relatif terhadap pengukuran lain. Meskipun demikian pendekatan secara individual ini kelihatannya banayak direkomendasikan. Khususnya gagasan bahwa kepuasan kerja sampai tingkat tertentu adalah masalah relatif yang kelihantannya berharga untuk dipeajari lebih lanjut.

Pendekatan Ketidaksesuaian-kebutuhan terhadap Pengukuran Kepuasan Kerja
Kebutuhan rasa aman: Perasaan aman pada posisi manajemen.
1.      Berapa yang ada sekarang?
(min) 1 2 3 4 5 6 7 (max)
2.      Berapa seharusnya?
(min) 1 2 3 4 5 6 7 (max)
3.      Bagaimana pentingnya hal ini bagi saya?
(min) 1 2 3 4 5 6 7 (max)

Masalah Pengukuran Kepuasan Kerja
Hampir semua penelitian kepuasan kerja berdasarkan pada kuesioner pengukuran kepuasan kerja. Karena kepuasan kerja adalah fenomena yang subjektif dan individual, mungkin ini merupakan ukuran yang paling sesuai. Meskipun demikian penting sekali menyadari adanya keterbatasan tertentu dari metode ini dalam mendapatkan data bagi penelitian kepuasan kerja.
            Sejumlah masalah yang timbul oleh pegukuran melalui kuesioner tersebut berkaitan dengan ketepatan tanggapan. Walaupun responden tidak memberikan jawaban yang menyesatkan secara sengaja, sejumlah variabel situasional dapat mempengaruhi, baik sejauh mana mereka memahami pertanyaan tersebut maupun sejauh mana mereka mau benar-benar berterus terang dalam jawabannya.
            Dalam studi yang dilakukan sendiri oleh Giles dan Field, mereka juga menemukan bahwa angka kepuasan kerja sangat dipengaruhi oleh apa yang mereka namakan kepekaan pertanyaan, yaitu tingkat kekhawatiran responden bahwa orang lain akan mengetahui bagaimana mereka akan menjawab pertanyaan tersebut.
Faktor-faktor yang didaftar oleh Giles dan Field menambah kesalahan pada pengukuran kepuasan kerja yanitu dengan meningkatnya perbedaan atau kesenjangan antara tingkat kepuasan kerja yang benar danperkiraan yang diperoleh dengan kuesioner. Bila tanggapan dikombinasikan atau dibandingkan dengan suatu cara tertentu, maka lebih banyak lagi kesalahan yang ditambahkan. Seperti dibicaraan tadi, orang yang berbeda mungkin menggunakan erangka pedoman yang berbeda dalam menjawab pertanyaan demikian.
            Meskipun kesalahan pengukuran yang berkaitan tidak dapat dihilangkan, terdapat langkah-langah tertentu yang dapat diambil untuk menguranginya:
1.      Gunakan kuesioner yang keandalannya telah ditentukan.
2.      Ujilah sebelumnya mengenai kejelasan pengarahannya.
3.      Jaga agar kerahasiaan subjek tejaga.
4.      Gunakan sampel yang cukup banyak untuk mengurangi penyimpangan respon yang cenderung terdistribusi secara acak.

Insiden dan parameter kepuasan kerja

Sejauh mana karyawan puas atau tidak puas dengan pekerjaan mereka adalah pertanyaan yang telah ditangani oleh survei lokal dan nasional secara berkala selama beberapa tahun. Sebagian besar survei menemukan orang-orang yang relatif lebih puas. Tetapi angka ini rata-rata berdasarkan pada beberapa ratus hingga beberapa ribu subjek. Pertanyaan apakah angka rata-rata tersebut valid untuk menggambarkan perbedaan kepuasan kerja  di antara kelompok karyawan yang berbeda.


Siapa yang Puas?
Pertanyaan mengenai kemungkinan perbedaan kepuasan kerja di antara berbagai kelompok karyawan, seperti pria dan wanita, kulit putih dan bukan kulit putih, tua dan muda, telah sering kali diselidiki. Salah satu penemuan yang lebih stabil dalam peneltian ini adalah korelasi positif antara usia dan kepuasan kerja. Umumnya karyawan yang lebih tua melaporkan kepuasan kerja yang lebih besar daripada karyawan yang lebih muda.
Variabel lain selain usia adalah tingkat pendapatan, pekerjaannya, dan tingkat dalam hierarki organisasi. Jenis kelamin mempunyai hubungan yang tidak reliabel dengan kepuasan kerja. Mengenai data ini keseluruhan, disimpulkan kepuasan kerja dalam arti global kelihatannya mempunyai pola yang stabil yaiutu agak yida responsif terhadap perubahan-perubahan alam masyarakat.

Kepribadian dan Kepuasan Kerja

Pengamatan perbedaan kepuasan kerja antara sekelompok orang ditentukan berdasarkan beberapa karateristik seperti usia atau jenis. Banyak peneliti yang beranggapan ada  kemungkinan kepribadian juga berperan dalam kepuasan kerja. Hipotesis fundamental mengenai penyelidikan ini adalah bahwa orang memiliki sifat stabil yang mempengaruhi mereka untuk menjadi puas atau tidak puas dengan pekerjaan mereka terlepas dari situasi kerja yang sebenarnya.
Psikolog menyebut kecenderungan umum untuk menanggapi lingkungan seseorang dengan perasaan positif sebagai "efektifitas positif" dan kecenderungan untuk merespon secara negatif sebagai "efektifitas negatif".  Dimana kecenderungan tersebut berasal? Seperti karakteristik kepribadian lainnya, berkembang dari interaksi sifat fisik  dan  psikologis diwariskan  dari pengalaman hidup. Dan seperti karakteristik kepribadian lainnya, mereka tidak selalu memerintah perilaku. Kebanyakan orang berperilaku "keluar dari karakter" dari waktu ke waktu, tergantung dari keadaan.
Kepuasan kerja ditentukan secara signifikan dengan tingkat umum individu bahagia dari cara dia memandang dunia. Ini tidak menunjukkan bahwa kondisi pekerjaan tidak penting. Tidak ada dalam pendekatan disposisional untuk menyangkal efek lingkungan atau bahkan meminimalkan pentingnya faktor lain.


Kepuasan Kerja dan Kepuasan Hidup

Terdapat dua teori tentang hubungan antara pekerjaan dengan pemuasan hidup yang lebih dominan akhir-akhir ini. Hipotesis perimbangan menyatakan bahwa orang yang tidak menemukan kepuasan kerja akan menyeimbangkan dengan cara mengambil tindakan untuk membuat sisa dari hidup mereka lebih memuaskan.
Tapi akhir-akhir ini, kmungkinan bahwa pekerjaan dan pemuasan hidup tidaklah berhubungan. Ada beberapa ahli yang mengeluarkan teori dan berusaha mencari hubungan antara kedua hal ini. Tetapi tidak ada yang dapat mendemonstrasikan penjelasan yang kuat tentang hubungan antara kepuasan kerja dan kepuasan hidup.
Mengapa terbukti sangat sulit untuk menentukan satu hubungan yang pasti antara kepuasan kerja dan kepuasan hidup? Alasan pertama, reaksi terhadap kepuasan kerja dari orang yang tidak terlalu mementingkan pekerjaannya mungkin akan berbeda dengan orang yang menganggap pekerjaan adalah sesuatu yang penting bagi mereka. Alasan kedua, untuk ambigu yang berkepanjangan tentang hubungan antara kepuasan kerja dan kepuasan hidup mungkin tidak semudah yang terlihat.
Penelitian terbaru menyatakan bahwa terdapat hubungan timbal balik antara dua hal tersebut seperti masing-masing saling mempengaruhi satu sama lain.

Kepuasan Kerja Dan Kinerja Kerja

Kepuasan kerja kesusasteraan sangat luas ditandai dengan keyakinan bahwa orang yang lebih puas dengan pekerjaan mereka akan tinggal bersama lebih lama, ketidakhadiran sedikit, dan tampil lebih baik. Ketidakhadiran dan perpindahan, ditinjau secara rinci dalam bab lain, keduanya memiliki korelasi negatif sederhana tapi mapan dengan kepuasan kerja. Psikolog I/O telah bergulat dengan masalah hubungan antara kepuasan kerja dan prestasi kerja selama lebih dari 50 tahun. Untuk sebagian besar waktu itu, upaya yang cukup dimasukkan ke dalam upaya untuk menunjukkan bahwa keduanya berhubungan positif.
"Seorang pekerja yang bahagia adalah pekerja yang baik" adalah ide yang sangat menarik bagi banyak orang, tetapi tidak secara empiris. Hasil dari investigasi banyak hipotesis yang menunjukkan bahwa kepuasan kerja menyebabkan kinerja kerja yang lebih baik menawarkan sedikit bukti dari hubungan atau bahkan untuk korelasi positif dapat dipercaya di dua variabel (Ostroff, 1992). Di sisi lain, beberapa peneliti berpendapat bahwa hasil keputusan  dengan hipotesis tidak ada hubungan seperti itu.
Ada orang-orang yang tidak setuju, tapi mungkin akurat untuk mengatakan bahwa keyakinan utama saat ini dalam psikologi I/O adalah bahwa tidak ada hubungan kausal langsung yang signifikan antara kepuasan kerja individu dan prestasi kerja. Kesimpulan ini pertama kali tercapai setidaknya 30 tahun yang lalu (Vroom, 1964) tapi pertanyaannya terus berlanjut dan beberapa peneliti bersekongkol (e.g., Cropanzano,James, & Konovsky, 1993; Das & Mital, 1994).
Awal kepuasan kerja- peneliti kinerja kerja hampir secara eksklusif mencari korelasi positif sederhana antara variabel-variabel ini. Kemudian penyelidikan pindah ke sebuah pencarian untuk variabel moderator yang relevan, seperti tingkat kerja, komitmen kerja, tekanan waktu, dan sifat dari pekerjaan yang dilakukan. Alasan di balik penyelidikan ini adalah untuk mengidentifikasi kegagalan dan mengendalikan variabel yang mempengaruhi hubungan kepuasan kerja - kinerja kerja secara sistematis dapat menjadi alasan yang tampak bahwa ada hubungan antara kepuasan dan kinerja.
Penelitian variabel moderator telah menghasilkan korelasi kuat antara pengukuran kepuasan kerja dan ukuran kinerja dari yang ditemukan dalam penelitian yang lebih tua. Sebab-akibat kesimpulan tidak dapat dibuat berdasarkan analisis korelasional biasa, bagaimanapun, sejauh bukti yang bersangkutan ini, sebab akibat dalam hal ini sangat mungkin kebalikannya : “seorang pekerja yang baik adalah pekerja yang bahagia.”
Porter dan Lawler (1968) tampaknya telah menjadi orang pertama secara resmi untuk memasukkan prestasi kerja sebagai penyebab, bukan efek, dari kepuasan kerja sebagai sebuah contoh kinerja kerja. Ide ini dieksplorasi oleh Cherrington, Reitz, dan Scott (1971) di dalam penelitian telah menjadi karya klasik dalam bidang penelitian. Peneliti ini menemukan bukti yang menunjukkan bahwa ada sifat hubungan antara kepuasan kerja dan kinerja pekerjaan tergantung pada variabel ketiga – yaitu hadiah. Penelitian ini diringkas dalam sorotan para peneliti (efek dari hadiah bergantung atau tidak bergantung pada hubungan kepuasan kerja dan tugas yang dilakukan)
Cherrington dan rekan-rekannya menghasilkan korelasi baik positif maupun negatif antara kepuasan kerja dan kinerja kerja di dalam laboratorium percobaan mereka dengan memanipulasi hubungan antara prestasi kerja (variabel dependen) dan hadiah formal yaitu bonus uang (variabel bebas) untuk kinerja itu. Sesuai hipotesis dari hubungan sebab akibat yang melekat antara kepuasan kerja dan kinerja, subjek dalam studi melaporkan kepuasan terbesar pada akhir jam pertama seharusnya menjadi subjek yang kinerjanya membaik palingan selama jam kedua. Bertentangan dengan harapan, dalam percobaan ini pada jam kedua kinerjanya lebih baik dan dicapai oleh subjek yang "belajar" dari bonus yang dibayarkan pada akhir jam pertama bahwa ada hubungan antara apa yang mereka lakukan dan apakah mereka menerima bonus atau tidak. Hal ini menunjukkan bahwa korelasi positif antara kepuasan kerja dan kinerja kerja tergantung pada sejauh mana penghargaan yang sama melibatkan keduanya.
Jika kepuasan karyawan dihargai tergantung  pada tingkat antara konsisten dengan kinerja, kepuasan dan kinerja akan berhubungan positif dengan sistem penghargaan yang sesuai. Namun, beberapa orang tidak mendefinisikan kepuasan kerja dalam hal hadiah yang tergantung pada kinerja mereka yang baik.
Beberapa kondisi yang telah diidentifikasi sebagai sumber-sumber kepuasan kerja yang mungkin bagi berbagai orang yang berbeda didaftar tercantum di kolom kiri dari tabel 6-4. Jika diperlukan untuk melakukan pekerjaan dengan baik untuk mencapai kondisi ini (lima pertama pada daftar) korelasi positif antara kepuasan kerja dan prestasi kerja akan diamati. Ketika kondisi yang menghasilkan kepuasan kerja tidak ada hubungannya dengan kinerja pekerjaan ( item lima kedua pada daftar), tidak ada hubungan antara dua variabel akan diamati dalam studi korelasional. Akhirnya, ketika sumber utama dari kepuasan kerja dapat mengganggu kinerja (item tiga terakhir) hubungan yang berkebalikan akan diamati, yaitu; karyawan melaporkan kepuasan kerja yang lebih besar akan berada di antara para pekerja dengan kinerja yang lebih buruk.

Job Kontemporer Kepuasan Penelitian

Pengakuan umum tentang peran penting yang dimainkan oleh hadiah dalam hubungan kepuasan kerja kinerja tidak mendahului pencarian dan konsekuensi dari kepuasan kerja berhenti, tetapi telah berubah jauh. Setidaknya tiga tren dapat diidentifikasi. Yang pertama berpusat di sekitar kepentingan dalam peran bahwa kepribadian dapat bermain dalam kepuasan kerja. Terlalu cepat untuk menarik kesimpulan dari penelitian ini, tetapi ide dasarnya adalah sederhana: mungkin orang yang bahagia adalah karyawan yang mempunyai penghasilan serta lebih puas dengan penghasilannya ( Staw & Barsade, 1993).
Kecenderungan kedua adalah pemeriksaan ulang dari sisi hubungan kinerja dengan kepuasan. Sebuah studi oleh Ostroff (1992) menyelidiki bahwa tingkat analisis tradisional kemungkinan salah, tidak mungkin individu yang kinerjanya ditingkatkan dengan kepuasan kerja, tetapi penyusunan datanya, mengumpulkan dari lebih dari 13.000 guru di hampir 300 sekolah, mendukung gagasan bahwa organisasi dengan karyawan yang puas lebih cenderung lebih efektif. Atau sebaliknya?
Organ (1977,1988) mengambil taktik yang berbeda, dia menempatkan sebagainya bahwa kinerja dipengaruhi oleh kepuasan kerja bukan produktivitas dalam arti tradisional sama sekali, melainkan adalah apa yang Bateman dan Organ (1983) istilah perilaku kewarganegaraan. Dalam organisasi kerja, perilaku kewarganegaraan adalah "membantu, membentuk memperlihatkan isyarat oleh anggota organisasi dan dihargai atau diapresiasi oleh para pejabat tetapi tidak berkaitan langsung dengan penghasilan individu maupun yang melekat dalam persyaratan peran individu" ( Organ,1988, p. 548).
Contoh perilaku kewarganegaraan termasuk tinggal siang hari sehingga rekan kerja dapat pulang lebih awal untuk mengunjungi seorang teman di rumah sakit, relawan untuk menjadi wakil departemen untuk jalankan amal yang disponsori perusahaan, atau merancang cara yang lebih baik untuk melakukan tugas pekerjaan. Psikolog sosial Katz dan Kahn (1966) merujuk pada perilaku seperti "spontan". Konsep terkait ditemukan dalam kesusasteraan Psikologi I /O termasuk perilaku menghindari tugas, perilaku prososial, dan ekstra-peran perilaku. Beberapa perbedaan halus yang dibuat antara definisi konsep-konsep ini, tapi perilaku kewarganegaraan memadai di sini.
Ada penelitian yang mendukung hipotesis bahwa orang yang lebih puas dengan pekerjaan mereka lebih mungkin untuk memberikan kontribusi kebutuhan di tempat kerja (Organ,1988; Organ & Konovsky,1989; Organ & Ryan,1995), dan gagasan tampaknya akan mengambil kehidupan baru sebagai psikolog I/O pada umumnya lebih jauh dari upaya untuk membuktikan bahwa kepuasan kerja adalah penting baik pada tugas atau di peran perilaku. (e.g., Moorman, 1993)
Akhirnya, tampak ada kecenderungan dalam penelitian kepuasan kerja untuk meningkatkan prediksi sikap-yaitu, untuk meningkatkan korelasi antara perilaku yang diamati dan sikap yang diukur. Guagnano, Stern, and Dietz (1995) Studi sikap dan perilaku tentang daur ulang tepi jalan adalah contoh yang menarik. Peneliti menemukan bahwa sikap tentang daur ulang tepi jalan hanya meramalkan perilaku daur ulang di rumah tangga yang telah diberikan koleksi tempat sampah. Mereka berpendapat bahwa contoh menghubungkan sikap dengan perilaku dapat ditingkatkan dengan menggabungkan konteks di mana orang bertindak (memiliki atau tidak memiliki tempat sampah, dalam kasus saat ini).
Penutup Keterangan Tentang Kepuasan Kerja
            Kepuasan kerja merupakan respon afektif, atau perasaan, untuk situasi pekerjaan. Ada beberapa silang pendapat tentang apa yang menyebabkannya dan bagaimana cara kerja prosesnya. Untuk tujuan praktis, kepuasan kerja adalah seperti yang diukur dan ada sejumlah pendekatan alternatif untuk pengukuran ini. Bertahun-tahun peneliti telah menghasilkan korelasi sederhana antara pengukuran tersebut dan berbagai perilaku kerja. Kepuasan kerja dalam hal apapun, bagaimanapun, telah ditemukan untuk menjadi penentu utama perilaku kerja. Kesimpulan ini sepenuhnya konsisten dengan penyelidikan dan review dari hubungan umum antara sikap dan perilaku ( Bagozzi & Warshaw, 1992). Erlich (1969) merupakan perwakilan pernyataan: "Studi tentang hubungan sikap dan perilaku hampir selalu konsisten menghasilkan kesimpulan bahwa sikap adalah penelahan yang buruk dari perilaku"
Apa yang akan kita lakukan terhadap semuanya ini? Mungkin pelajaran yang dapat diambil adalah impilasi dari kepuasan kerja (kekurangannya) lebih penting bagi individu daripada organisasi yang mempekerjakan dia. Hal ini tidak mengatakan bahwa semua orang yang bekerja menempatkan kepuasan yang tinggi pada daftar prioritas pribadi. Pengamatan serta hasil dari penelitian bergantung ke dalam cara orang memandang peran aktivitas kerja dan tidak bekerja dalam kebutuhan mereka dan membuat sistem nilainya jelas bahwa ini tidak benar.
Untuk sebagian orang, bekerja adalah suatu keharusan bahwa mereka menerima tanpa pengharapan apapun untuk mendapatkan kepuasan dari sana. Namun demikian, tampaknya aman untuk mengasumsikan bahwa, hal lain dianggap sama, mereka akan lebih menyukai mendapatkan sedikit kepuasan dari pengalaman tersebut. Sampai-sampai upaya oleh psikolog I/O dan orang lain untuk memahami kepuasan kerja dapat memberikan kontribusi pada aspek kualitas kehidupan kerja, usaha tampaknya juga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar